Ternate (ANTARA) - Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum (Kemenkum) Maluku Utara (Malut) per Desember 2025 mencatat, kelapa, pala dan cengkeh masuk indikasi geografis (IG) dari Malut yang telah terlindungi.
Kakanwil Kemenkum Malut, Budi Argap Situngkir dalam keterangan di Ternate, Kamis, mengatakan, saat ini IG dari Malut yang telah terlindungi yakni Pala Dukono Halmahera Utara, Cengkeh Moloku Kieraha, Pala Ternate, dan Kelapa Bido yang tengah masuk tahapan akhir penilaian.
“Dari jumlah tersebut terdapat 38 potensi indikasi geografis yang juga telah tercatat dan terlindungi dan kini tengah kami dorong menjadi indikasi geografis. Ini penting sebab IG yang terlindungi negara, maka dapat meningkatkan nilai ekonomi produk lokal, melindungi dari pemalsuan, menciptakan standar kualitas dan keaslian, mendorong kerja sama produsen, mengangkat citra daerah, serta melestarikan alam dan budaya,” ungkap Argap.
Selain itu, Argap menambahkan bahwa terdapat berbagai produk pertanian, perkebunan, dan kelautan dari Malut yang telah diinventarisi untuk didorong untuk dicatatkan menjadi potensi IG. Yakni Kopi Liberika Bacan, Salak Ibu, Pisang Mulu Bebe, Kenari Makian, Jongodi, Batu Bacan, Ikan Goropa Morotai, Cengkeh Manohara, Cengkeh Andalan Taliabu, Kenari Purba, dan masih banyak lainnya.
“Dengan terlindunginya potensi indikasi geografis tersebut, maka masyarakat lokal di kepulauan seperti di Halmahera dan daerah-daerah pesisir Maluku Utara akan mendapatkan manfaatnya. Sebab, nilai jual dari produk tersebut dapat meningkat, dan menopang kesejahteraan masyarakat,” terang Argap.
Sementara itu, Plt. Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Muh Kasim Umasangadji meminta sinergi dari pemerintah daerah, komunitas masyarakat seperti Masyarakat Pelindungan Kekayaan Intelektual (MPIG), kampus dan seluruh pihak untuk bekerjasama saling mendukung upaya pelindungan kekayaan intelektual di Malut.
“Kerja sama dari seluruh pihak baik pemerintah daerah, perguruan tinggi dan masyarakat sangat penting agar seluruh potensi indikasi geografis di Maluku Utara dapat diinventarisir. Pemda harus punya database seluruh potensi. Kemudian mendukung administrasi persyaratan sehingga potensi lokal dapat terlindungi melalui pendaftaran indikasi geografis,” pungkasnya.
