Ambon, 12/4 (Antaranews Maluku) - Masyarakat adat di berbagai wilayah Maluku akan mengajukan petisi menolak dokumen dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K), apabila isinya tidak diubah.

Rencana tersebut diungkapkan oleh Direktur Himpunan Masyarakat Maluku untuk Kemanusiaan (HUMANUM) Vivi Marantika, di Ambon, Kamis.

"Masyarakat di Kepulauan Aru yang sekarang sedang berjuang dengan pengelolaan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil sudah bersepakat turut serta dalam penggalangan tanda tangan untuk petisi," katanya.

Dikatakannya, masyarakat adat dari Pulau Romang dan Wetar, Kabupaten Kepulauan Aru, termasuk Tanimbar di Kabupaten Maluku Tenggara akan datang ke Ambon pada 15 April 2018 untuk bertemu dengan Baileo Maluku dan pelapor khusus dari PBB.

Dalam kesempatan itu, masyarakat adat dari beberapa kawasan tersebut akan mendatangani petisi penolakan terhadap RZWP3K dan Ranperda tentang RZWP3K yang diajukan oleh Dinas Keluatan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku.

"Petisi adalah salah satu langkah yang akan dilakukan oleh masyarakat adat apabila aspirasi mereka tidak didengarkan dan diperhatikan oleh para wakil rakyat," kata Vivi.

Jika petisinya sudah siap, kata dia lagi, naskahnya akan diteruskan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Ini adalah persoalan kelompok masyarakat adat di Maluku terkait pengelolaan wilayah mereka yang sebenarnya telah dijamin oleh pemerintah dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan lainnya," ujarnya.

Protes terhadap dokumen RZWP3K dan Ranperda tentang RZWP3K, sebelumnya telah dilakukan oleh masyarakat adat dari Negeri Haruku dan Sameth, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.

Mereka memprotes isi Ranperda, khususnya Pasal 40 ayat dua yang hanya mengakui Gugus Pulau VIII, yakni Kepulauan Kei yang meliputi Kota Tual, Kecamatan Pulau-Pulau Kur dan Kur Selatan sebagai kawasan adat.

Mereka juga memprotes peta RZWP3K dalam dokumen rencana zonasi wilayah di Maluku yang membatasi perairan tradisional yang selama ini dikelola oleh masyarakat adat.

Sedikitnya ada 30 orang pemangku adat dari Sameth dan Haruku telah mendatangi kantor DPRD Provinsi Maluku untuk menyerahkan "Surat Keberatan Bersama", pada 12 April 2018.

Mereka didampingi oleh sejumlah aktivis dari AMAN Wilayah Maluku, Baileo Maluku, Himpunan Maluku untuk Kemanusiaan (HUMANUM), Yayasan Arika Mahina, LPPM dan Komnas HAM RI Perwakilan Maluku.

Kedatangan masyarakat adat Negeri Haruku dan Sameth diterima oleh Ketua Komisi A DPRD Melkias Frans dan pimpinan Badan Legislasi (Banleg) DPRD Lutfi Sanaky. Keduanya berjanji akan membicarakan tuntutan masyarakat adat dalam pembahasan Ranperda RZWP3K.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018