Ambon, 27/7 (Antaranews Maluku) - Kadis Sosial Maluku, Sartono Pinning, membantah tiga suku terasing yang meninggal di pedalaman hutan Seram, Gunung Morkele, Kabupaten Maluku Tengah beberapa hari lalu itu disebabkan busung lapar.
"Saya kaget berkembang informasi bahwa seorang lansia dan dua balita yang meninggal itu karena busung lapar," katanya, di Ambon, Jumat.
Tim terpadu dari Kementerian Sosial (Kemensos), Dinas Sosial Maluku, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPB) Maluku, Dinas Kesehatan, Kodam XVI/Pattimura, Polda Maluku dan Pemkab Maluku Tengah yang telah berada di lokasi menyatakan, korban meninggal karena krisis pangan.
"Krisis pangan dialami sebanyak 45 Kepala Keluarga (KK) atau 170 jiwa warga di negeri Maneo Rendah, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah itu karena hama babi dan tikus menyerang tanaman mereka," ujarnya.
Karena itu, masyarakat diimbau jangan menyebarluaskan informasi tidak bertanggungjawab sehingga bisa merusak citra pemerintah, baik Indonesia, Provinsi Maluku, Kabupaten Maluku Tengah, termasuk organisasi perangkat daerah (OPD) teknis.
"Terpenting tim dari berbagai pihak telah menyalurkan bantuan tanggap darurat, termasuk memeriksa kesehatan warga tersebut agar tidak bertambah korban jiwa yang memang tidak diinginkan," kata Sartono.
Dia mengemukakan, penanganan selanjutnya terhadap warga suku terasing tersebut tergantung hasil identifikasi tim terpadu di lapangan, termasuk masukan dari Pangdam XVI/Pattimura, Mayjen TNI Suko Pranoto didampingi Danrem 151/Binaiya, Kolonel Inf Christian K. Tehuteru yang meninjau pada 26 Juli 2018.
"Pastinya Pemprov Maluku maupun Pemkab Maluku Tengah menginginkan mereka direlokasi karena telah diprogramkan setelah kebakaran hutan Seram secara besar - besaran pada 2015 dan 2017," ujarnya.
Lokasi tinggal warga suku terasing itu berada di Dusun Maneo yang jarak tempuhnya tiga jam dengan kendaraan dari Wahai atau delapan jam dari Masohi, Ibu Kota Maluku Tengah lalu dilanjutkan berjalan kaki delapan jam ke desa terdekat.
Lokasi titik kumpul terdekat ke masyarakat terasing adalah di Kali Toahaku dengan rute perjalanan dari Polsek Seram Utara, rumah singgah jalan dusun Soahari. Kali Touhaku dapat ditempuh dengan kendaraan dari Wahai selama tiga jam atau delapan dari Masohi.
Sebelumnya, Bupati Maluku Tengah, Abua Tuasikal mengatakan, berencana merelokasi ratusan warga suku Mausu Ane yang mendiami pedalaman Pulau Seram di wilayah pegunungan Morkele ke tempat yang lebih aman dan mudah untuk dijangkau.
Rencana relokasi ratusan warga suku terasing itu telah disampaikan kepada Kepala Desa (Raja) Maeno untuk dikomunikasikan kepada warga suku terasing.
Dia mengakui, pada 2017 lalu saat musibah kebakaran melanda wilayah Pulau Seram dan turut membakar lahan pertanian suku Mausu Ane, Pemkab Maluku Tengah telah meminta agar warga direlokasi.
"Mereka menolak pindah dengan alasan tidak mau meninggalkan tanah-tanahnya serta takut jangan sampai ada perusahan yang masuk mengelola lahan mereka," tandas Bupati.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018
"Saya kaget berkembang informasi bahwa seorang lansia dan dua balita yang meninggal itu karena busung lapar," katanya, di Ambon, Jumat.
Tim terpadu dari Kementerian Sosial (Kemensos), Dinas Sosial Maluku, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPB) Maluku, Dinas Kesehatan, Kodam XVI/Pattimura, Polda Maluku dan Pemkab Maluku Tengah yang telah berada di lokasi menyatakan, korban meninggal karena krisis pangan.
"Krisis pangan dialami sebanyak 45 Kepala Keluarga (KK) atau 170 jiwa warga di negeri Maneo Rendah, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah itu karena hama babi dan tikus menyerang tanaman mereka," ujarnya.
Karena itu, masyarakat diimbau jangan menyebarluaskan informasi tidak bertanggungjawab sehingga bisa merusak citra pemerintah, baik Indonesia, Provinsi Maluku, Kabupaten Maluku Tengah, termasuk organisasi perangkat daerah (OPD) teknis.
"Terpenting tim dari berbagai pihak telah menyalurkan bantuan tanggap darurat, termasuk memeriksa kesehatan warga tersebut agar tidak bertambah korban jiwa yang memang tidak diinginkan," kata Sartono.
Dia mengemukakan, penanganan selanjutnya terhadap warga suku terasing tersebut tergantung hasil identifikasi tim terpadu di lapangan, termasuk masukan dari Pangdam XVI/Pattimura, Mayjen TNI Suko Pranoto didampingi Danrem 151/Binaiya, Kolonel Inf Christian K. Tehuteru yang meninjau pada 26 Juli 2018.
"Pastinya Pemprov Maluku maupun Pemkab Maluku Tengah menginginkan mereka direlokasi karena telah diprogramkan setelah kebakaran hutan Seram secara besar - besaran pada 2015 dan 2017," ujarnya.
Lokasi tinggal warga suku terasing itu berada di Dusun Maneo yang jarak tempuhnya tiga jam dengan kendaraan dari Wahai atau delapan jam dari Masohi, Ibu Kota Maluku Tengah lalu dilanjutkan berjalan kaki delapan jam ke desa terdekat.
Lokasi titik kumpul terdekat ke masyarakat terasing adalah di Kali Toahaku dengan rute perjalanan dari Polsek Seram Utara, rumah singgah jalan dusun Soahari. Kali Touhaku dapat ditempuh dengan kendaraan dari Wahai selama tiga jam atau delapan dari Masohi.
Sebelumnya, Bupati Maluku Tengah, Abua Tuasikal mengatakan, berencana merelokasi ratusan warga suku Mausu Ane yang mendiami pedalaman Pulau Seram di wilayah pegunungan Morkele ke tempat yang lebih aman dan mudah untuk dijangkau.
Rencana relokasi ratusan warga suku terasing itu telah disampaikan kepada Kepala Desa (Raja) Maeno untuk dikomunikasikan kepada warga suku terasing.
Dia mengakui, pada 2017 lalu saat musibah kebakaran melanda wilayah Pulau Seram dan turut membakar lahan pertanian suku Mausu Ane, Pemkab Maluku Tengah telah meminta agar warga direlokasi.
"Mereka menolak pindah dengan alasan tidak mau meninggalkan tanah-tanahnya serta takut jangan sampai ada perusahan yang masuk mengelola lahan mereka," tandas Bupati.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018