Ambon, 18/9 (Antaranews Maluku) - Junita Numei, salah satu saksi atas terdakwa Hatija Atamimi dalam kasus dugaan korupsi SPPD fiktif di lingkup sekretariat daerah Kabupaten Buru Selatan mengaku disuruh Wakil Bupati untuk menandatangani kwitansi fiktif.

"Saya dipanggil pak Wabub untuk menandatangani kwitansi dan terpaksa dilakukan karena sebagai bawahan tidak berani menolak," kata Junita di Ambon, Selasa.

Pengakuan saksi menjawab pertanyaan majelis hakim tipikor Ambon diketuai Jenny Tulak dan didampingi Rony Felix Wuisan serta Jefry Yefta Sinaga selaku hakim anggota.

Empat saksi yang dihadirkan JPU Kejati Maluku Roly Manampiring dan Widhartama adalah Junita, Petra Tasane, Ingrid Lesnussa, dan Cristi Leiwakabessy.

Mereka dihadirkan sebagai saksi atas terdakwa Said Behuku dan Hatija Atamimi yang merupakan mantan bendahara pengeluaran pada Sekretariat Daerah Kabupaten Buru Selatan tahun 2011.

Menurut saksi Junita, awalnya dia menolak permintaan terdakwa Hatija untuk menandatangani kwitansi fiktif SPPD fiktif tahun 2011 karena dia merasa tidak pernah melakukan perjalanan dinas baik ke luar daerah maupun di dalam wilayah kabupaten.

Akibat melakukan penolakan, dirinya terakhir dipanggil Wakil Bupati dan memintanya untuk membubuhi tandatangan di atas kwitansi, tetapi dia tidak pernah melakukan perjalanan dinas maupun menerima uang SPPD.

Saksi lainnya atas nama Petra Tasane dalam persidangan juga membantah melakukan tugas perjalanan dinas dan menandatangani kwitansi maupun menerima uang SPPD.

Sama halnya dengan Cristi Leiwakabessy yang menjadi saksi atas terdakwa Said Behuku juga mengaku tidak pernah melakukan perjalanan dinas sebanyak dua kali masing-masing selama lima hari di dalam daerah pada wilayah kabupaten Bursel.

Kemudian dirinya juga tidak pernah menandatangani kwitansi maupun menerima uang perjalanan dinas.

Saksi lainnya atas nama Ingrid Lesnussa mengaku pernah melakukan perjalanan dinas beberapa kali pada tahun 2011 lalu, baik di dalam daerah maupun ke Ambon, Ibu Kota Provinsi Maluku, namun tidak pernah sampai di Jakarta dan Palangkaraya.

Dia mengaku tidak pernah melakukan perjalanan dinas ke Palangkaraya dengan besaran uang perjalanannya Rp35 juta maupun menjalankan tugas konsultasi ke Kemendagri pada Oktober 2011 dan mendapat uang perjalanan Rp31 juta untuk urusan selama seminggu.

"Pada November 2011 saya mengikuti kegiatan konsultasi selama lima hari di Kantor Gubernur Maluku tetapi uang yang didapat hanya Rp2 juta dan tidak sebesar di dalam kwitansi pertanggungjawaban Rp15,4 juta," jelas saksi.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018