Wonreli, 21/11 (Antaranews Maluku) - Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Maluku Utara berencana merenovasi bangunan adat rumah tua Halono Kolhina di desa Purpura (Pulau Kisar), Kecamatan Kisar Utara, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku.
Kepala BPCB Maluku Utara Muhammad Husni di Wonreli, Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan, Rabu, mengatakan, rumah tua Halono Kolhina merupakan salah satu simbol nilai budaya suku Meher. Perbaikan yang dilakukan oleh pihaknya adalah bentuk dukungan dan perlindungan terhadap nilai-nilai budaya yang ada.
Renovasi pun masih akan mempertahankan bentuk asli, hanya mengganti bagian-bagian yang rusak dengan yang baru, agar bisa terus digunakan untuk berbagai keperluan ritual adat masyarakat setempat.
"Insya Allah tahun depan, tidak akan diubah sedikitpun, hanya mengganti yang rusak, tapi kami harus menunggu hasil pengukuran rumah dan apa-apa saja yang dibutuhkan oleh pewarisnya, karena harus dimulai dengan ritual adat setempat," katanya.
Purpura adalah salah satu desa adat suku Meher, satu dari dua suku besar di Pulau Kisar. Jumlah penduduknya hanya sebanyak 507 jiwa dan 118 kepala keluarga (KK) yang terbagi ke dalam beberapa soa (mata rumah yang membawahi beberapa marga).
Rumah tua Halono Kolhina menjadi pusat berbagai prosesi ritual adat di Pupura, dan satu-satunya bangunan peninggalan sejarah budaya di sana yang masih mempertahankan bentuk asli sejak masyarakatnya pindah dari kampung lama di Kakimur (tanjung sebelah timur), ribuan tahun lalu.
Bangunan tradisional itu hanya seluas 5x6 meter persegi dan berlantai tanah liat, dindingnya terbuat dari susunan bambu, daun pintu dan jendelanya dari pelepah pohon sagu, serta beratapkan anyaman daun sagu.
Halono Kolhina hanya memiliki satu ruangan besar sebagai ruang pertemuan, satu kamar tidur berukuran 5x2 meter persegi dan ruangan lantai dua setinggi dua meter yang dihubungkan dengan tangga kayu.
Berbeda dengan dua ruangan lainnya, ruangan lantai dua yang akses masuknya harus melalui kamar tidur, digunakan untuk berbagai proses ritual adat.
Halono Kolhina yang sekarang ditinggali oleh Yohana Mozes Albertus (78), istri dari raja Purpura sebelumnya, terlihat cukup terawat, hanya beberapa bagian atapnya yang sudah bocor dan dinding bangunan yang sudah menua tergerus usia.
Menurut Ever Mozes (42), anak dari Yohana Mozes Albertus, Halono Kolhina berada di bawah soa Penwara yang membawahi empat mata rumah. Keseluruhan bangunan Halono Kolhina tidak menggunakan pasak tapi diikat dengan ijuk, terakhir kali diperbaiki pada 1995.
Sama halnya dengan pembangunan awal, perbaikan rumah tua Halono Kolhina tidak bisa sembarang dikerjakan, dan hanya boleh diukur menggunakan leren, alat ukur tradisional dari benang tenun yang diikat pada dua buah patung kecil.
"Terakhir renovasi 23 tahun yang lalu. Setelah bapak meninggal, mama yang tinggal di rumah itu untuk menjaganya karena tidak boleh dibiarkan kosong begitu saja," kata Ever.
Diceritakannya, berdasarkan tradisi tutur setempat, pada masa lampau nenek moyang masyarakat Purpura pindah dari kampung lama ke tempat yang sekarang untuk mencari lahan perkebunan yang lebih subur.
Kendati sudah ribuan tahun pindah, masyarakat Purpura tidak melupakan tempat asalnya dan masih mempertahankan berbagai ritual adat budaya, salah satunya adalah ritual meminta hujan ketika musim kemarau.
Masyarakat Purpura saat ini, kata Ever lagi, sudah berpikiran lebih terbuka banyak generasi muda yang merantau untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
"Masyarakat kami sudah lebih terbuka, sebagian besar anak-anak muda pergi merantau untuk sekolah, saya salah satunya, pernah merantau sampai ke Dili, Timor Leste untuk bisa sekolah," ujar Ever.
Sama halnya dengan desa-desa lainnya di Pulau Kisar, desa Purpura masih sangat minim akses informasi dan telekomunikasi, sebagian besar wilayah hampir tidak ada jaringan telekomunikasi.
Mayoritas masyarakat Purpura bermata pencaharian berkebun, melaut dan peternak musiman.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018
Kepala BPCB Maluku Utara Muhammad Husni di Wonreli, Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan, Rabu, mengatakan, rumah tua Halono Kolhina merupakan salah satu simbol nilai budaya suku Meher. Perbaikan yang dilakukan oleh pihaknya adalah bentuk dukungan dan perlindungan terhadap nilai-nilai budaya yang ada.
Renovasi pun masih akan mempertahankan bentuk asli, hanya mengganti bagian-bagian yang rusak dengan yang baru, agar bisa terus digunakan untuk berbagai keperluan ritual adat masyarakat setempat.
"Insya Allah tahun depan, tidak akan diubah sedikitpun, hanya mengganti yang rusak, tapi kami harus menunggu hasil pengukuran rumah dan apa-apa saja yang dibutuhkan oleh pewarisnya, karena harus dimulai dengan ritual adat setempat," katanya.
Purpura adalah salah satu desa adat suku Meher, satu dari dua suku besar di Pulau Kisar. Jumlah penduduknya hanya sebanyak 507 jiwa dan 118 kepala keluarga (KK) yang terbagi ke dalam beberapa soa (mata rumah yang membawahi beberapa marga).
Rumah tua Halono Kolhina menjadi pusat berbagai prosesi ritual adat di Pupura, dan satu-satunya bangunan peninggalan sejarah budaya di sana yang masih mempertahankan bentuk asli sejak masyarakatnya pindah dari kampung lama di Kakimur (tanjung sebelah timur), ribuan tahun lalu.
Bangunan tradisional itu hanya seluas 5x6 meter persegi dan berlantai tanah liat, dindingnya terbuat dari susunan bambu, daun pintu dan jendelanya dari pelepah pohon sagu, serta beratapkan anyaman daun sagu.
Halono Kolhina hanya memiliki satu ruangan besar sebagai ruang pertemuan, satu kamar tidur berukuran 5x2 meter persegi dan ruangan lantai dua setinggi dua meter yang dihubungkan dengan tangga kayu.
Berbeda dengan dua ruangan lainnya, ruangan lantai dua yang akses masuknya harus melalui kamar tidur, digunakan untuk berbagai proses ritual adat.
Halono Kolhina yang sekarang ditinggali oleh Yohana Mozes Albertus (78), istri dari raja Purpura sebelumnya, terlihat cukup terawat, hanya beberapa bagian atapnya yang sudah bocor dan dinding bangunan yang sudah menua tergerus usia.
Menurut Ever Mozes (42), anak dari Yohana Mozes Albertus, Halono Kolhina berada di bawah soa Penwara yang membawahi empat mata rumah. Keseluruhan bangunan Halono Kolhina tidak menggunakan pasak tapi diikat dengan ijuk, terakhir kali diperbaiki pada 1995.
Sama halnya dengan pembangunan awal, perbaikan rumah tua Halono Kolhina tidak bisa sembarang dikerjakan, dan hanya boleh diukur menggunakan leren, alat ukur tradisional dari benang tenun yang diikat pada dua buah patung kecil.
"Terakhir renovasi 23 tahun yang lalu. Setelah bapak meninggal, mama yang tinggal di rumah itu untuk menjaganya karena tidak boleh dibiarkan kosong begitu saja," kata Ever.
Diceritakannya, berdasarkan tradisi tutur setempat, pada masa lampau nenek moyang masyarakat Purpura pindah dari kampung lama ke tempat yang sekarang untuk mencari lahan perkebunan yang lebih subur.
Kendati sudah ribuan tahun pindah, masyarakat Purpura tidak melupakan tempat asalnya dan masih mempertahankan berbagai ritual adat budaya, salah satunya adalah ritual meminta hujan ketika musim kemarau.
Masyarakat Purpura saat ini, kata Ever lagi, sudah berpikiran lebih terbuka banyak generasi muda yang merantau untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
"Masyarakat kami sudah lebih terbuka, sebagian besar anak-anak muda pergi merantau untuk sekolah, saya salah satunya, pernah merantau sampai ke Dili, Timor Leste untuk bisa sekolah," ujar Ever.
Sama halnya dengan desa-desa lainnya di Pulau Kisar, desa Purpura masih sangat minim akses informasi dan telekomunikasi, sebagian besar wilayah hampir tidak ada jaringan telekomunikasi.
Mayoritas masyarakat Purpura bermata pencaharian berkebun, melaut dan peternak musiman.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018