Ambon, 3/12 (ANTARA News) - Gempa bumi tektonik berkekuatan 5,6 Skala Richter (SR) mengguncang Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku, pada Senin malam, pukul 23.00 WIT.
Kepala Stasiun Geofisika Ambon, Abraham Mustamu, saat dikonfirmasi di Ambon, Senin malam, membenarkan gempa tektonik tersebut dengan episentris 766 lintang selatan (LS) dan 128.88 bujur timur (BT), tepatnya 276 km barat daya Kabupaten Maluku Tenggara Barat pada kedalaman 148 km.
"Kami belum menerima laporan adanya kerusakan maupun korban," ujar Abraham.
Dia mengingatkan gempa susulan masih berpeluang terjadi sehingga masyarakat, terutama di pesisir agar tidak terprovokasi isu maupun berita hoaks, terutama terkait tsunami yang tidak berpotensi terjadi.
"Kami intensif memantau, terutama kemungkinan ada gempa susulan yang ternyata belum terdeteksi," tandasnya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa Maluku termasuk salah satu daerah yang rentan dan rawan terjadi bencana alam berupa gempa tektonik yang dapat menimbulkan kerusakan berat, termasuk terjadinya tsunami.
Maluku berada pada pertemuan tiga lempeng besar, yakni Pasifik, Indo Australia, dan Eurasia.
Lempeng Indo Australia masuk ke bawah Eurasia, bertemu dengan Lempeng Pasifik sehingga mengakibatkan patahan yang tidak beraturan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tim peneliti BNPB bersama Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), beberapa daerah di Maluku yang tergolong rawan gempa di antaranya Seram bagian utara, Kabupaten Maluku Tengah, mengingat sebagian besar patahan di bawah laut berada di daerah tersebut.
Jika gempa besar melanda daerah Seram utara, diperkirakan dapat menimbulkan gelombang pasang dengan ketinggian antara 10-15 meter, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi.
Sedangkan, Kota Ambon dan Pulau Ambon, Pulau Haruku dan Pulau Saparua sesuai data BNPB kemungkinan tsunami dapat terjadi dengan ketinggian antara tiga hingga delapan meter.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018
Kepala Stasiun Geofisika Ambon, Abraham Mustamu, saat dikonfirmasi di Ambon, Senin malam, membenarkan gempa tektonik tersebut dengan episentris 766 lintang selatan (LS) dan 128.88 bujur timur (BT), tepatnya 276 km barat daya Kabupaten Maluku Tenggara Barat pada kedalaman 148 km.
"Kami belum menerima laporan adanya kerusakan maupun korban," ujar Abraham.
Dia mengingatkan gempa susulan masih berpeluang terjadi sehingga masyarakat, terutama di pesisir agar tidak terprovokasi isu maupun berita hoaks, terutama terkait tsunami yang tidak berpotensi terjadi.
"Kami intensif memantau, terutama kemungkinan ada gempa susulan yang ternyata belum terdeteksi," tandasnya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa Maluku termasuk salah satu daerah yang rentan dan rawan terjadi bencana alam berupa gempa tektonik yang dapat menimbulkan kerusakan berat, termasuk terjadinya tsunami.
Maluku berada pada pertemuan tiga lempeng besar, yakni Pasifik, Indo Australia, dan Eurasia.
Lempeng Indo Australia masuk ke bawah Eurasia, bertemu dengan Lempeng Pasifik sehingga mengakibatkan patahan yang tidak beraturan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tim peneliti BNPB bersama Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), beberapa daerah di Maluku yang tergolong rawan gempa di antaranya Seram bagian utara, Kabupaten Maluku Tengah, mengingat sebagian besar patahan di bawah laut berada di daerah tersebut.
Jika gempa besar melanda daerah Seram utara, diperkirakan dapat menimbulkan gelombang pasang dengan ketinggian antara 10-15 meter, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi.
Sedangkan, Kota Ambon dan Pulau Ambon, Pulau Haruku dan Pulau Saparua sesuai data BNPB kemungkinan tsunami dapat terjadi dengan ketinggian antara tiga hingga delapan meter.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018