Ambon, 31/1 (ANTARA News) - Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Maluku Tengah di Wahai, Aizit Latuconsina mengakui jaksa belum mengusut lebih lanjut peran mantan sekretaris desa administratif Morokay, Kecamatan Seram Utara Timur dalam kasus korupsi dana desa dan alokasi dana desa tahun 2015.
"Kami akan lihat peranan atau sepak terjang mantan Sekdes Morokay Edy Cahyono seperti apa, setelah ada keputusan pengadillan tipikor terhadap bendahara desanya, Eli Susanto," kata Aizit Latuconsina, di Ambon, Kamis.
Menurut dia, sebelum bendahara desa dijadikan tersangka dan sekarang sementara menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Ambon, JPU telah menjebloskan Kades Morokay Subejo ke penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi DD dan ADD tahun 2015.
"Eli Susanto selaku bendahara ditetapkan sebagai tersangka oleh jaksa setelah ada putusan tetap terhadap Subejo, jadi kita tunggu saja putusan pengadilan baru peranan mantan Sekdes Edi Cahyono dilihat lebih mendalam," ujarnya.
Dalam persidangan pada Rabu (30/1), empat orang saksi yang dihadirkan untuk terdakwa Eli Susanto membeberkan sejumlah keterlibatan mantan Sekdesnya Edi Cahyono dalam menyodorkan kuitansi kosong untuk ditandatangani.
Empat saksi tersebut adalah Nisman, Liani, Miftaful Janah, serta Solihin yang mengaku disodorkan kuitansi kosong oleh Edi Cahyono untuk laporan pertanggungjawaban pengelolaan DD dan ADD tahun anggaran 2015.
Nisman yang berpofesi sebagai pengusaha mebel ini, disuruh membuat sebuah tempat tidur dan mendapat bayaran Rp600 ribu, tetapi dia dua kali didatangi mantan sekdes pada tengah malam memintanya menandatangani kuitansi kosong.
"Karena terus didesak dengan berbagai alasan, saya terpaksa menandatangani kuitansi tersebut dan belakangan baru tahu kalau nilai yang tertera dalam laporan pertanggungjawaban pengelolaan DD dan ADD sebesar Rp3,6 juta.
Dia juga mengaku tidak pernah mendapat bantuan modal usaha dari terdakwa Eli Susanto maupun Edi Cahyono, bahkan mantan sekdes ini mengatakan ada pinjaman dana dari desa yang bisa dipakai saksi.
Akhirnya saksi bersedia meminjam uang Rp25 juta untuk menyokong bisnis mebelnya dari Edi Cahyono, dengan syarat pengembalian Rp27 juta selama dua tahun, tetapi uang Rp25 juta ini sudah dikembalikan kepada penyidik saat diperiksa sebagai saksi.
Saksi Liani selaku penjahit mengaku mendapat pesanan lima setelan seragam PKK dari Edi Cahyono dan hanya dibayar Rp2,5 juta, kemudian ada tips Rp200 ribu serta menandatangani kuitansi kosong, tetapi nilai lebih besar yang tertera dalam kuitansi untuk laporan pertanggungjawaban tidak diketahuinya.
Sama halnya dengan saksi Solihin yang mengaku hanya menerima honor Rp500 ribu dalam tahun 2015, tetapi tidak pernah menandatangani tiga lembar kuitansi lainnya dengan nilai Rp6 juta lebih.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Kami akan lihat peranan atau sepak terjang mantan Sekdes Morokay Edy Cahyono seperti apa, setelah ada keputusan pengadillan tipikor terhadap bendahara desanya, Eli Susanto," kata Aizit Latuconsina, di Ambon, Kamis.
Menurut dia, sebelum bendahara desa dijadikan tersangka dan sekarang sementara menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Ambon, JPU telah menjebloskan Kades Morokay Subejo ke penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi DD dan ADD tahun 2015.
"Eli Susanto selaku bendahara ditetapkan sebagai tersangka oleh jaksa setelah ada putusan tetap terhadap Subejo, jadi kita tunggu saja putusan pengadilan baru peranan mantan Sekdes Edi Cahyono dilihat lebih mendalam," ujarnya.
Dalam persidangan pada Rabu (30/1), empat orang saksi yang dihadirkan untuk terdakwa Eli Susanto membeberkan sejumlah keterlibatan mantan Sekdesnya Edi Cahyono dalam menyodorkan kuitansi kosong untuk ditandatangani.
Empat saksi tersebut adalah Nisman, Liani, Miftaful Janah, serta Solihin yang mengaku disodorkan kuitansi kosong oleh Edi Cahyono untuk laporan pertanggungjawaban pengelolaan DD dan ADD tahun anggaran 2015.
Nisman yang berpofesi sebagai pengusaha mebel ini, disuruh membuat sebuah tempat tidur dan mendapat bayaran Rp600 ribu, tetapi dia dua kali didatangi mantan sekdes pada tengah malam memintanya menandatangani kuitansi kosong.
"Karena terus didesak dengan berbagai alasan, saya terpaksa menandatangani kuitansi tersebut dan belakangan baru tahu kalau nilai yang tertera dalam laporan pertanggungjawaban pengelolaan DD dan ADD sebesar Rp3,6 juta.
Dia juga mengaku tidak pernah mendapat bantuan modal usaha dari terdakwa Eli Susanto maupun Edi Cahyono, bahkan mantan sekdes ini mengatakan ada pinjaman dana dari desa yang bisa dipakai saksi.
Akhirnya saksi bersedia meminjam uang Rp25 juta untuk menyokong bisnis mebelnya dari Edi Cahyono, dengan syarat pengembalian Rp27 juta selama dua tahun, tetapi uang Rp25 juta ini sudah dikembalikan kepada penyidik saat diperiksa sebagai saksi.
Saksi Liani selaku penjahit mengaku mendapat pesanan lima setelan seragam PKK dari Edi Cahyono dan hanya dibayar Rp2,5 juta, kemudian ada tips Rp200 ribu serta menandatangani kuitansi kosong, tetapi nilai lebih besar yang tertera dalam kuitansi untuk laporan pertanggungjawaban tidak diketahuinya.
Sama halnya dengan saksi Solihin yang mengaku hanya menerima honor Rp500 ribu dalam tahun 2015, tetapi tidak pernah menandatangani tiga lembar kuitansi lainnya dengan nilai Rp6 juta lebih.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019