Pengamat ekonomi asal Maluku, Izaac Tonny Matitaputty memprediksikan pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku pada 2019 akan melambat di beberapa sektor, akibat tingginya biaya transportasi udara.

"Menurut hemat saya pertumbuhan ekonomi kita jika dibandingkan dengan tahun 2018, akan sedikit lebih melambat pada tahun ini," kata Izaac Tonny Matitaputty, di Ambon, Kamis.

Ketua Lembaga Pengkajian dan Penelitian Ekonomi (LPPE) Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon itu mengatakan melambatnya pertumbuhan ekonomi Maluku dipicu oleh tingginya biaya transportasi udara yang naik dua hingga tiga kali lipat dari biasanya.

Jika pada tahun-tahun sebelumnya biaya transportasi udara hanya berkisar antara Rp1 juta hingga Rp2 jutaan pada saat "season peak", sekarang meningkat menjadi Rp3 juta hingga Rp4 juta per sekali penerbangan ke dalam maupun keluar Provinsi Maluku.

Tingginya biaya angkutan transportasi udara diprediksi akan memberi pengaruh besar terhadap menurunnya pertumbuhan beberapa sektor ekonomi, seperti pariwisata dan usaha kecil menengah.

Selain itu, lambatnya pertumbuhan ekonomi juga bisa berdampak pada ketimpangan pembangunan, terutama dari segi tipologi klassen daerah-daerah yang cenderung tertinggal pada tahun sebelumnya, seperti Kabupaten Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Buru Selatan dan Maluku Barat Daya.

"Hampir semua barang, baik itu sandang, pangan maupun papan kita dapatkan dari luar daerah, sementara ongkos tiket pesawat terbang maupun bagasinya saat ini lebih mahal dari biasanya, ini tentunya juga akan membuat harga-harga di sektor lainnya cenderung meningkat," ucapnya.

Tonny yang juga dosen Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpatti mengatakan persoalan tingginya biaya angkutan transportasi udara pernah ia kemukakan saat pertemuan dengan Bank Indonesia (BI) Perwakilan Maluku dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Kita lihat pada saat pemerintah daerah melakukan prediksi bahwa 2019 kita akan masuk dengan inflasi yang rendah, ternyata inflasi lebih tinggi. Itu pernah diingatkan oleh saya, bila pemerintah pusat maupun daerah tidak bisa mengendalikan harga tiket pesawat maka akan memicu inflasi dan ternyata betul," ucapnya.

Pemerintah daerah perlu mengambil langkah kebijakan untuk mengendalikan tingginya harga transportasi udara.

Ada dua solusi yang ia tawarkan kepada pemerintah daerah, yakni subsidi untuk transportasi udara, dan membuka kesempatan bagi perusahaan penerbangan lainnya untuk beroperasi di Maluku, sehingga harga tiket angkutan penerbangan tidak hanya dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan tertentu.

"Kita lihat Papua bisa mendapatkan subsidi untuk transportasi udara, kenapa Maluku tidak. Kebijakan harga tiket pesawat regulasinya bisa dibincangkan dengan pemerintah pusat untuk penerbangan dari perusahaan-perusahaan asing dari negara lain bisa masuk tidak, sehingga perang tarif atau tiket bisa terjadi, bukan hanya dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan tertentu," ujar Tonny.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019