Aktivis Hak Asasi Manusia,  Haris Azhar meminta peringatan "May Day" (hari buruh internasional) 1  Mei 2019 menjadi refleksi bagi pemda di Maluku Utara (Malut) dalam mengawasi aktivitas perusahaan tambang agar lebih memprioritaskan tenaga kerja (Naker) lokal ketimbang Tenaga Kerja Asing (TKA).

"Saya mendapat laporan dari aktivis di Malut banyak ruang-ruang lokal dan adat di daerah ini tergusur oleh adanya investasi asing yang masuk di wilayah setempat. Jangan melihat karena rasisme, tetapi dilihat dari distribusi keadilan ekonomi mulai dari pemberian pekerjaan lebih memprioritaskan masyarakat lokal, bukan pekerja asing," kata Haris saat menjadi narasumber dalam seminar kepemimpinan dalam momentum hari buruh 1 Mei 2019 di Ternate, Rabu.

Oleh karena itu, menurut dia, kalau TKA yang masuk di wilayah Malut melalui investasi yang bisa merusak lingkungan, maka perizinan hingga pengawasan harus diketahui publik, sehingga pemerintah tidak bisa melakukan pembiaran terhadap masuknya investasi di daerah ini dengan mengesampingkan kearifan lokal

Haris mengatakan, dalam momentum hari buruh internasional ini harus lebih dimanfaatkan seluruh potensi SDA di Malut dikelola oleh Naker lokal dan mereka jangan hanya menjadi penonton di rumah sendiri.

"Saya meminta pemerintah daerah harus memiliki kewenangan dalam mengembangkan pemberdayaan lokal dengan mengajak pihak kampus dan LSM untuk mengawasi investasi di Malut dengan memprioritaskan pengembangan ekonomi masyarakat setempat," katanya.

Sebelumnya, dengan maraknya pertambangan di Malut sangat berdampak pada ekologi dan hal ini menjadi masalah besar bagi masyarakat pedesaan yang selalu terbungkam dengan kondisi pertambangan di daerah mereka.

Koordinator Lapangan (Korlap) Sahman Sapsuha mengakui, perampasan ruang hidup saat ini masih dihadapi oleh masyarakat Malut, buktinya, kehadiran kelapa sawit yang dikendalikan investor menjadi ketergantungan masyarakat, sebab pertanian dan perkebunan masyarakat telah di lahap habis oleh perusahan, sehingga sejumlah mahasiswa turun ke jalan untuk melakukan aksi penolakan perampasan ruang hidup bertepatan dengan hari buruh internasional.

Sementara itu, Kadisnarker Malut, Umar Sangaji ketika dihubungi terpisah menyatakan, pihaknya terus mengawasi aktivitas perusahaan yang beroperasi untuk tidak mengabaikan pembayaran upah bagi karyawannya sesuai upah Minimum Provinsi (UMP) dan kalaupun lalai pasti dikenai sanksi.

"Selain itu, dengan adanya akusisi perusahan dilarang untuk melakukan PHK terhadap karyawan dan UMP yang ditetapkan Gubernur Malut saat ini sebesar Rp2,5 juta dan yang paling tertinggi adalah kota Ternate sebesar Rp2,7 juta," katanya.

Sedangkan terkait dengan TKA, Umar mengatakan,  jumlah TKA di Malut saat ini sebanyak 1.603 orang yakni dari Australia, Amerika, China, Korea dan Jepang dengan dalih karena SDM di Malut masih kurang.

 

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019