Jakarta (ANTARA) - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim mengatakan bahwa saat ini perusahaan pers di Indonesia memahami pentingnya keselamatan bagi seorang jurnalis.
Hal itu disampaikan Sasmito usai melihat angka Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 yang dirilis Yayasan Tifa sebagai bagian dari Konsorsium Jurnalisme Aman dan berkolaborasi dengan lembaga survei Populix.
"Komitmen perusahaan pers itu saya pikir agak lumayan tinggi ternyata dari riset ini," kata Sasmito di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis (28/3).
Walaupun demikian, Sasmito mengatakan bahwa perusahaan pers terkendala sumber daya untuk menyediakan beragam hal penunjang keselamatan untuk jurnalisnya.
Misalnya, ketika berbicara keamanan digital, hanya beberapa perusahaan pers yang menggunakan software (perangkat lunak) ter-update (terbaru) terus kemudian memberikan antivirus kepada jurnalisnya, atau kalau liputan di tempat liputan berkonflik atau kerusuhan, alat pelindung dirinya tidak ada.
Selain itu, dia mengatakan bahwa pelatihan keselamatan untuk jurnalis yang baru dipekerjakan juga absen pada sejumlah perusahaan pers.
Ketika berbicara keselamatan, kata dia, ada beberapa indikator keselamatan dari segi pengetahuan.
"Kalau dahulu perusahaan pers ketika ada jurnalis pertama kali masuk ada pelatihan keselamatan. Nah, itu yang hilang hari ini," jelasnya.
Oleh sebab itu, dia menilai negara dapat berperan untuk membantu perusahaan pers di Indonesia agar keselamatan seorang jurnalis bisa secara optimal.
"Jadi, saya pikir ini berkaitan dengan peran negara bagaimana bisa membantu teman-teman perusahaan pers memaksimalkan keamanan jurnalis agar saat liputan mereka bisa kembali dengan aman," katanya.
Sebelumnya, indikator perusahaan pers dalam salah satu pilar penyusun Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 mencatatkan angka 74,87.
Dalam indeks tersebut disebutkan terdapat mekanisme tertulis yang disediakan perusahaan pers mengenai perlindungan hukum sebanyak 87 persen, pemisahan komersial dan redaksi 83 persen, perlindungan kekerasan seksual 72 persen, maupun liputan di wilayah berisiko 69 persen.
Sebanyak 83 persen responden mengaku disediakan asuransi oleh perusahaan pers, sedangkan 45 persen perusahaan pers menyediakan pengacara internal untuk jurnalis yang menghadapi kasus hukum.
Pengambilan data Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 dengan menggunakan metode campuran, yakni kuantitatif dan kualitatif. Pengambilan data ini mulai 1 Januari hingga 13 Februari 2024.
Pada metode kuantitatif, dilakukan survei terhadap 536 responden dari jurnalis aktif, dan juga data kuantitatif lain berasal dari data sekunder yang dikumpulkan oleh AJI untuk bahan faktor koreksi, yakni data aktual kekerasan terhadap jurnalis selama 2019—2023.
Untuk metode kualitatif, pengumpulan data dengan cara focus group discussion (FGD) atau diskusi kelompok terpumpun, dan juga wawancara mendalam kepada beberapa pemangku kepentingan.
Adapun margin of error (toleransi kesalahan) tidak diatur dan terdapat beberapa pertanyaan yang dapat dijawab lebih dari sekali atau multiple answered.
Pengambilan data kuantitatif terhadap jaringan-jaringan jurnalis yang disebar di tempat liputan atau ruang media untuk mendapatkan keterwakilan setiap wilayah.
Pengambilan data kualitatif di wilayah Jawa menggunakan jaringan aliansi AJI atau asosiasi jurnalis lainnya, sedangkan di luar Jawa, data diambil berdasarkan pengelompokan wilayah.