Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) Kota Ternate, Maluku Utara(Malut) , diminta turun ke sekolah karena banyak keluhan orang tua siswa terkait adanya kebijakan sekolah yang dinilai merugikan.
"Salah satu keluhan para orang tua siswa adalah adanya kebijakan sekolah yang mewajibkan siswa baru membeli pakaian seragam di sekolah padahal sesuai ketentuan hal itu tidak dibenarkan," kata pemerhati pendidikan di Ternate, Hadiman di Ternate, Kamis.
Alasan sekolah bahwa kebijakan penjualan pakaian seragam itu mendapat persetujuan dari orang tua siswa melalui Komite Sekolah, itu tidak bisa dijadikan pembenar karena Komite Sekolah sebelumnya tidak melakukan rapat dengan orang tua siswa.
Selain itu, menurut dia, mahalnya harga pakaian seragam yang dibebankan sekolah kepada siswa baru itu jelas mengindikasikan bahwa pihak sekolah ingin mencari untung besar dengan melanggar aturan sehingga dapat dikatagorikan sebagai pungli.
Harga pakaian seragam yang dijual sekolah untuk siswa baru seperti di SMPN 7 Ternate sebesar Rp2,2 juta untuk empat pasang pakaian atau rata-rata Rp500 ribu per pasang. Padahal harga di pasaran paling tinggi Rp200 ribu per pasang.
Wali Kota Ternate Burhan Abdurrahman sebelumnya juga menyoroti adanya penjualan pakaian seragam di sekolah itu dan memerintahkan Dinas Pendidikan Nasional setempat untuk melakukan pengecekan langsung ke setiap sekolah.
Wali ota mengancam akan memberikan sanksi tegas kepada kepala sekolah atau guru di sekolah jika terbukti melanggar ketentuan dalam penjualan pakaian seragam kepada siswa, karena Pemkot Ternate sejak awal telah menetapkan pendidikan gratis di daerah ini.
Kepala Dinas Pendidikan Nasional Ternate Ibrahim Muhammad mengaku tidak pernah memerintahkan sekolah di daerah ini khususnya di tingkat SD dan SMP menjual pakaian seragam kepada siswa baru. Apalagi dengan harga yang sangat memberatkan orang tua siswa.
Khusus untuk pakaian seragam batik, Dinas Pendidikan Nasional mengizinkan sekolah menjualnya kepada siswa, tetapi harus batik produksi lokal sebagai bentuk dukungan pengembangan kerajinan batik yang merupakan bagian dari produk kebudayaan setempat.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Salah satu keluhan para orang tua siswa adalah adanya kebijakan sekolah yang mewajibkan siswa baru membeli pakaian seragam di sekolah padahal sesuai ketentuan hal itu tidak dibenarkan," kata pemerhati pendidikan di Ternate, Hadiman di Ternate, Kamis.
Alasan sekolah bahwa kebijakan penjualan pakaian seragam itu mendapat persetujuan dari orang tua siswa melalui Komite Sekolah, itu tidak bisa dijadikan pembenar karena Komite Sekolah sebelumnya tidak melakukan rapat dengan orang tua siswa.
Selain itu, menurut dia, mahalnya harga pakaian seragam yang dibebankan sekolah kepada siswa baru itu jelas mengindikasikan bahwa pihak sekolah ingin mencari untung besar dengan melanggar aturan sehingga dapat dikatagorikan sebagai pungli.
Harga pakaian seragam yang dijual sekolah untuk siswa baru seperti di SMPN 7 Ternate sebesar Rp2,2 juta untuk empat pasang pakaian atau rata-rata Rp500 ribu per pasang. Padahal harga di pasaran paling tinggi Rp200 ribu per pasang.
Wali Kota Ternate Burhan Abdurrahman sebelumnya juga menyoroti adanya penjualan pakaian seragam di sekolah itu dan memerintahkan Dinas Pendidikan Nasional setempat untuk melakukan pengecekan langsung ke setiap sekolah.
Wali ota mengancam akan memberikan sanksi tegas kepada kepala sekolah atau guru di sekolah jika terbukti melanggar ketentuan dalam penjualan pakaian seragam kepada siswa, karena Pemkot Ternate sejak awal telah menetapkan pendidikan gratis di daerah ini.
Kepala Dinas Pendidikan Nasional Ternate Ibrahim Muhammad mengaku tidak pernah memerintahkan sekolah di daerah ini khususnya di tingkat SD dan SMP menjual pakaian seragam kepada siswa baru. Apalagi dengan harga yang sangat memberatkan orang tua siswa.
Khusus untuk pakaian seragam batik, Dinas Pendidikan Nasional mengizinkan sekolah menjualnya kepada siswa, tetapi harus batik produksi lokal sebagai bentuk dukungan pengembangan kerajinan batik yang merupakan bagian dari produk kebudayaan setempat.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019