Wakil ketua komisi A DPRD Maluku, Fredik Rahakbauw mengatakan, setiap regulasi dari pemerintah pusat haruslah disertai azas keadilan dan turut membawa manfaat bagi daerah.

"Setiap regulasi yang turun dari pusat juga harus ada punya azas keadilan bagi daerah sehingga tidaklah merugikan masyarakat dan daerah, seperti kebijakan moratorium bidang kelautan dan perikanan oleh Menteri KKP Susi Pujiastuti," kata Fredi di Ambon, Kamis.

Menurut dia, kebijakan moratorium dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang membatasi seluruh kapal tangkap nelayan yang beroperasi di wilayah tangkap kepulauan Maluku khususnya di laut Arafura dari 30 DWT ke bawah dikandangkan.

"Lalu yang berukuran 30 DWT ke atas jumlah 1.600 kapal tangkap yang ada di perairan Maluku diizinkan untuk beroperasi oleh Menteri Susi, sehingga terkesan ada dusta di antara kita," tegas Fredi.

Sehingga seluruh kebijakan Gubernur Maluku terkait dengan program emas hijau dan emas biru, maka sebagai anggota DPRD dan institusi DPRD seluruhnya mendukung penuh untuk moratorium itu dilakukan demi kepentingan masyarakat dan membangun daerah.

Ketika 1.600 kapal beroperasi di wilayah perairan Maluku tidak ada satu pun tenaga kerja lokal yang dilibatkan di situ sehingga moratorium Menteri Susi ini juga turut mendongkrak angka pengangguran di sini.

Karena itu, setiap perizinan kapal atau kapal-kapal nelayan tangkap yang beroperasi di wilayah Maluku harus membuka kantor cabangnya di daerah ini.

"Kebijakan ini juga memberikan kontribusi terhadap kemiskinan di Maluku dan banyak nelayan pesisir termasuk yang ada di dalam kota Ambon menganggur karena sudah dikebiri melalui moratorium KKP dan sebagai wakil rakyat, kita merasa ketidakadilan aturan yang berlaku bagi daerah," jelas Fredi.

sehingga para pemilik 1.600 kapal penangkap ikan yang selama ini beroperasi di laut Aru, Kabupaten Kepulauan Aru untuk membuka kantor cabangnya di daerah ini.

"Bayangkan kalau 1.600 kapal yang tidak memberikan kontribusi pajak kepada daerah ada 400 kontainer setiap tahun keluar dari Maluku tidak pernah ada kapal dari 1.600 kapal yang berlabuh di sini," ujarnya.

Dia mempertanyakan 400 kontainer yang isinya ikan itu dibawa kemana selama ini, sebab kontribusi bagi PAD maupun penyerapan tenaga kerja lokal sama sekali tidak pernah ada.

"Selaku anggota DPRD bahwa 1.600 kapal yang beroperasi di perairan Maluku kita minta resmi kantor cabangnya ada di Ambon," tegas Fredi.

Maluku memiliki tatanan adat yang kuat sehingga perlu dilakukan pemasangan tanda-tanda dalam bentuk sasi adat atau swery di laut atau pun hutan agar bagi yang sengaja melanggar bisa dituntut sanksi secara adat juga.

"Dari sisi adat orang Maluku kalau boleh seluruh hutan dan laut ini diberikan atau dipasang lambang-lambang adat di seluruh daerah karena upaya ini juga demi kemaslahatan orang banyak," katanya.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019