Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku Utara (Malut) bersama Komisi II DPRD Halmahera Utara (Halut) untuk membahas pembagian royalti tambang melalui rapat bersama di ruang rapat lantai IV Kantor Gubernur Sofifi.

Plt Kepala Dinas ESDM Provinsi Malut, Hasyim Daeng Barang dihubungi di Ternate, Jumat, menyatakan, pertemuan itu dilakukan karena adanya indikasi penyetoran Iuran Produksi (Royalti) oleh pelaku usaha pertambangan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Kontrak Karya (KK) dalam hal ini PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) yang tidak sesuai dengan potensi riil yang disampaikan Pemerintah Kabupaten Ppemkab) Halut.

Sebab, realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) sebelum kenaikan presentase tarif pembayaran royalty sebesar 0,75 persen dengan rincian pembayaran tahun 2015 senilai Rp32.408.698.297, Tahun 2016 senilai Rp16. 832.379.250 dan tahun 2017 senilai Rp5.507.764.130.

Bahkan, untuk realisasi DBH  setelah kenaikan Presentase Tarif Pembayaran Royalti  2019 sebesar 3,75 persen dengan rincian pembayaran, Triwulan I senilai Rp12.742.712.187, Triwulan II Rp9.968.923.016 serta Triwulan III  dan Triwulan IV (Asumsi) Rp22.711.635.203 dengan Total DBH tahun 2019 senilai Rp45.423.470.406.

"Data Pembanding yang digunakan adalah DBH Thn 2017 dan DBH tahun 2019, karena pada bulan Juni tahun 2018 baru terjadi kenaikan presentase tarif," kata Hasyim.
 
Dikatakannya, dari data realisasi DBH tahun 2017 dengan data realisasi DBH Tahun 2019 dapat disimpulkan bahwa ada kenaikan presentase DBH kurang lebih 800 persen sesuai kelebihan presentase dipengaruhi asumsi, sedangkan terkait asumsi Pemkab Halut dengan kenaikan 500 % maka DBH Royalty dapat mencapai kisaran Rp92,900.000.000.

"Dimana, untuk Rp92,9 miliar didapat dari hasil perhitungan,  nilai rata-rata realisasi DBH 3 tahun mulai 2015 hingga 2017) dikalikan 500 persen dengan rencana DBH tahun berikutnya didapat dari rencana hasil penjualan berdasarkan jumlah produksi per tahun dan tidak bisa dirata-ratakan per tahun karena cadangan setiap tahun berkurang.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukannya indikasi penyetoran yang tidak sesuai dengan potensi riil tetapi terdapat kekeliruan perhitungan  tentang asumsi setelah kenaikan presentase tarif.

Sementara terkait DBH yang tidak diterima Kabupaten Halut tidak sesuai dengan penyetoran riil, Hasyim pun menjelaskan bahwa penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) baik Iuran Tetap dan Royalty dilakukan dengan cara elektronik PNBP sehingga meminimalisir terjadinya data penyetoran yang tidak terdeteksi.

"Jika ada data yang tidak terdeteksi biasanya terjadi kesalahan akun penyetoran, nilai penyetoran namun nama perusahan tetap terdeteksi karena penyetoran dilakukan dengan disertai nama perusahaan pemegang iup atau kontrak karya," ujarnya.

Selain itu, nama perusahan yang dianggap tidak sesuai dengan nilai penyetoran biasanya dimasukkan dalam kertas kerja pada saat rekonsiliasi setiap triwulan.

 

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019