INPEX Masela Ltd. akan memulai tiga survey untuk mendukung pembuatan desain detil (Front End Engineering Design/FEED ) fasilitas LNG Blok Masela di Kabupaten Kepulauan Tanimbar tahun 2020.

"Kami sedang menyiapkan pelaksanaan Survey FEED tersebut tahun 2020," kata Zaki Zein, Manager Government Relations and Advocacy INPEX Masela, dalam diskusi tentang industri hulu migas di Ambon, Rabu.

Ketiga survey itu dikenal dengan istilah teknis Metocean Survey, Onshore G&G dan Offshore G&G Survey.

Aktivitas survei tersebut antara lain pengambilan data lapangan untuk mengukur cuaca, iklim, gelombang air laut, sampling tanah untuk mendapatkan karakter tanah, kekuatan tanah dan stabilitas tanah.

Hal ini dilakukan untuk menopang agar pembuatan desain detil (FEED) dari skema LNG darat Blok Masela ini benar benar akurat mulai fasilitas sumur bornya, pengolahan gas lepas pantai, pipa hingga kilang LNG darat.
Zaki Zein, Manager Government Relations and Advocacy INPEX Masela sedang presentasi rencana survey yang akan dilakukan mulai tahun 2020 (Humas SKK Migas)

"Jadi sampai saat ini belum bisa diketahui dimana kilangnya akan dibangun," katanya.

Survey di lapangan ini akan berlangsung enam hingga delapan bulan yang akan dilanjutkan dengan pengolahan data survey untuk mendapatkan hasil akhir yang bisa sampai dua tahun. Dan bersama dengan pasokan data teknis dari berbagai disiplin ilmu lain yang telah dikumpulkan sebelumnya, dibuatlah desain detil/FEED dari skema fasilitas LNG darat ini.

Hasil desain detil/FEED akan menjadi dasar pertimbangan untuk mengambil keputusan akhir investasi (Final Investment Decision/FID) oleh INPEX selaku operator Blok Masela.

Usai FID, barulah tahapan konstruksi dimulai, disusul kemudian tahapan produksi.

"Jadi untuk sampai pada tahap produksi masih butuh waktu cukup lama," katanya.

Kendala non teknis

Sebelumnya, Kepala Departemen Humas SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku, Galih Agusetiawan menyatakan industri migas menuntut teknologi tinggi dan modal tak terbatas serta berisiko tinggi.

"Seluruh biaya eksplorasi hingga eksploitasi ditanggung oleh kontraktor. Bila gagal, tidak dapat minyak atau gas, sepenuhnya menjadi tanggungan kontraktor. Bila dapat dan bisa diproduksi maka pemerintah menerima bagian jauh lebih besar dari kontraktor," katanya.
Kepala Departemen Humas SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku, Galih Agusetiawan sedang memberi penjelasan tentang industri hulu migas di Indonesia (Humas SKK Migas)

Untuk rata rata bagi hasil PSC Cost Recovery product Minyak adalah sekitar 85 persen - 15 persen. Sedangkan untuk bagi hasil PSC cost recovery product Gas adalah sekitar 70 persen -30 persen.

Galih menegaskan, untuk Blok Masela yang dinamakan Lapangan Abadi (bukan berarti migasnya tidak akan pernah habis), SKK Migas dan INPEX optimistis proyek itu akan berjalan sesuai rencana (POD) yang sudah disetujui dan berhasil baik.

Namun demikian, ia menyatakan dukungan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten serta masyarakat Maluku pada umumnya sangat dibutuhkan, khususnya dalam hal perizinan dan pertanahan.

"Kalau tanah bersertifikat akan lebih mudah, tinggal beli, tapi kalau tanah adat dan hutan, ini jadi soal. Jadi semua butuh kerja bersama, jangan sampai proyek dengan investasi besar, teknologi tinggi dan berisiko tinggi ini terganggu oleh masalah non teknis," katanya.

Proyek LNG Abadi di wilayah kerja (Blok) Masela didasarkan pada skema pengembangan LNG Darat (onshore).

Proyek LNG Abadi berkapasitas 10,5 juta ton per tahun gas alam termasuk sekitar 9,5 juta ton LNG per tahun dan pasokan gas lokal melalui pipa darat serta kurang lebih 35.000 barel kondensat per hari.

Pewarta: John Nikita S

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019