Direktur jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilman Farid menegaskan program jalur rempah yang saat ini terus digaungkan, merupakan salah satu narasi sejarah penting yang selama ini terabaikan.

"Jalur rempah selama ini terkesan diabaikan padahal di masa lalu perdagangan rempah memegang peranan sangat penting dalam membangun peradaban dunia," ujar Dirjen Kebudayaan Hilman Farid, saat dihubungi ANTARA dari Banda Naira, Pulau Banda Kabupaten Maluku Tengah, Minggu.

Hilman menegaskan, saat ini di kepulauan-kepulauan penghasil rempah, interaksi dan hubungan maritim masih berjalan, hanya saja tidak terlalu mengemuka.

Karena itu, pihaknya terus menggencarkan program jalur rempah untuk mengingatkan semua komponen masyarakat tentang bukti sejarah masa lalu yang mengangkat nama Indonesia sebagai salah satu negara penghasil rempah terbesar di dunia, yang tidak boleh dilupakan.

Dalam beberapa tahun terakhir, Kemendikbud menggaungkan jalur rempah serta melakukan pendataan, riset, bahkan turun ke lapangan untuk mengumpulkan data mengenai Jalur Rempah.

Dicontohkannya, pada masa lalu kapal-kapal pedagang dari mancanegara mendatangi daerah-daerah di Nusantara untuk mendapatkan rempah-rempah, diantaranya Pulau Banda, kabupaten Maluku Tengah provinsi Maluku yang dikenal sebagai penghasil pala dengan kualitas terbaik di dunia, maupun Ternate dan Tidore, provinsi Maluku utara sebagai penghasil cengkih, serta penghasil lada di Sumatera Selatan dan Bangka Belitung.

Perdagangan rempah pada masa lalu, menghadirkan interaksi antarmasyarakat dari berbagai bangsa dan menjadi ajang pertukaran budaya. Jalur Rempah juga merupakan saksi perkembangan dan pasang surut peradaban bangsa. 
Kru kapal layar Arka Kinari sedang menambatkan kapalnya di perairan Banda Naira, Pulau, kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Sabtu (19/9). Kru kapal tersebut berkolaborasi dengan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud untuk menelusuri Jalur Rempah di Indonesia dengan menyinggahi sejumlah daerah yang kaya dengan rempah-rempah dimulai dari Sorong, Papua Barat, Pulau Banda (Maluku), Pulau Selayar, Makassar (Sulsel) dan Benoa provinsi Bali. (ANTARA FOTO/Jimmy Ayal)
"Keberadaan rempah-rempah sangat erat dengan perjalanan kekuasaan politik, dan sosial budaya bangsa Indonesia. Jadi program Jalur Rempah tidak hanya untuk kepentingan sejarah, tetapi juga kepentingan generasi masa sekarang dan akan datang," kata dia.

Diakuinya tantangan terbesar mengangkat kembali Jalur Rempah untuk menerangi sisi-sisi interaksi sosial budaya yang terjadi secara kasat mata di Indonesia, yakni bias urbananisasi di perkotaan yang sangat kuat sekali.

Kendati demikian, Dirjen Hilmar mengakui ditengah pandemi virus Corona (COVID-19) saat ini, terbukti rempah-rempah punya khasiat untuk meningkatkan daya tahan dan imun tubuh.

Saat ini, tambahnya pihaknya juga mulai memperhatikan segi pengembangan produk rempah-rempah, dan fokus melihat keaneka keragaman hayati terutama memperkuat investasi di daerah penghasil rempah-rempah.

"Kita berharap pengembangan produk dan investasi akan berdampak besar memperkuat perekonomian. Minimal sumber daya genetika di daerah-daerah yang memiliki keaneka ragaman hayati menjadi semakin kuat," katanya
Pemilik kapal layar Arka Kinari, Nova Ruth (kanan) bersama dua krunya berada diatas geladak kapal yang lego jangkar di perairan Banda Naira, Pulau, kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Sabtu (19/9). Kru kapal tersebut berkolaborasi dengan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud untuk menelusuri Jalur Rempah di Indonesia dengan menyinggahi sejumlah daerah yang kaya dengan rempah-rempah dimulai dari Sorong, Papua Barat, Pulau Banda (Maluku), Pulau Selayar, Makassar (Sulsel) dan Benoa provinsi Bali. (ANTARA FOTO/Jimmy Ayal)
Kolaborasi Kapal Arka Kinari
Terkait kolaborasi Ditjen Kebudayaan Kemendikbud melibatkan kapal layar berbendera Belanda Arka Kinari untuk melakukan perjalanan menelusuri Jalur Rempah Indonesia, Dirjen Hilmar menjelaskan, kapal layar itu sedang melakukan perjalanan dari Rotterdam, Belanda menuju menuju tanah air dengan mengemban misi seni budaya serta lingkungan.

Menurut Hilman, secara kebetulan kru sekaligus pemilik kapal Nova Ruth dan Grey Filastine menginformasikan sedang melakukan tour kapal mereka menuju Indonesia, sehingga akhirnya menjadi ide menarik untuk dikolaborasikan dengan program jalur rempah.

"Jadi karena kehadiran mereka dimanfaatkan untuk menelusuri beberapa daerah di Tanah Air yang menjadi jalur perdagangan rempah masa lalu. Kami juga sempat kesulitan komunikasi karena mereka sedang berlayar, tetapi syukurlah semua bisa terlaksana dengan baik," katanya.

Kapal layar bertiang dua yang membawa delapan orang kru tersebut saat ini sedang berada di titik kedua simpul jalur rempah yakni Pulau Banda, Kecamatan Banda, kabupaten Maluku Tengah, provinsi Maluku.

Pulau Banda yang sejak dahulu terkenal sebagai daerah penghasil komoditi rempah berupa pala berkualitas terbaik di dunia, merupakan "titik nol" jalur rempah dunia.

Pewarta: Jimmy Ayal

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020