Ambon (ANTARA) - Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengunjungi Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku untuk mempersiapkan Program Ekspedisi Jalur Rempah oleh KRI Dewaruci yang akan diawali dari Kepulauan tersebut pada Agustus 2021.
"Saya sudah berada di Banda sejak Jumat (26/3), selain untuk melihat kondisi cagar budaya peninggalan kolonial Portugis dan Belanda, sekaligus mempersiapkan Ekspedisi Jalur Rempah yang akan dimulai dari Pulau Banda," katanya saat dikonfirmasi ANTARA melalui telepon dari Ambon, Senin.
Selain itu, kata dia, juga melakukan pertemuan dengan Camat Banda serta komponen masyarakat, terutama pelaku pariwisata dan komunitas seni di Pulau Banda untuk membicarakan persiapan Ekspedisi Jalur Rempah yang akan dimulai bertepatan dengan perayaan HUT ke-76 Republik Indonesia, 17 Agustus 2021.
Sejumlah situs sejarah yang dikunjungi di antaranya Rumah Pengasingan Proklamator Mohammad Hatta, Istana Mini, Rumah Pengasingan Sultan Syahrir, serta beberapa bangunan sejarah lainnya.
"KRI Dewaruci sejatinya sudah melakukan pelayaran ekspedisi sebagai rekonstruksi perjalanan Jalur Rempah dari timur ke barat sampai ke sejumlah negara tahun 2020, tapi karena pandemi COVID-19 agendanya baru akan terlaksana tahun ini," katanya.
Dia menegaskan KRI Dewaruci yang merupakan kapal latih sekaligus kapal layar terbesar milik TNI Angkatan Laut tersebut akan memulai perjalanan Ekspedisi Jalur Rempah dari Pulau Banda menuju Ternate, Provinsi Maluku Utara hingga ke ujung Sumatera atau Banda Aceh.
Hilmar menyebut Program Ekspedisi Jalur Rempah sebagai gerakan revitalisasi budaya dalam dimensi yang luas sehingga mampu menggerakkan seluruh elemen untuk kemajuan kebudayaan, ekonomi rakyat, maupun kepentingan diplomasi budaya.
Dia menilai kondisi cagar budaya di Kepulauan banda sangat luar biasa dan terjaga dengan baik, karena komitmen masyarakat untuk memahami nilai-nilai warisan budaya dan terus memeliharanya.
"Banda ini luar biasa ya. Situs cagar budayanya masih terawat dengan baik. Ini karena komitmen masyarakat untuk tetap menjaga dan memeliharanya sebagai sebuah warisan budaya yang tak ternilai," katanya.
Dia memandang pengembangan sektor pariwisata Pulau Banda jauh lebih penting dibanding pembangunan infrastruktur.
"Dalam konteks pariwisata Banda harusnya pembangunan infrastruktur merupakan konsekuensi dari kegiatan ekonomi yang terus bertumbuh dan bukan prasyarat untuk berkembangnya kegiatan ekonomi," katanya.
Dia berharap cagar budaya di Kepulauan Banda dapat terus dilestarikan dan dilindungi sebagai warisan budaya, sekaligus kekuatan utama penggerak pertumbuhan ekonomi.
"Harapan saya bangunan-bangunan bersejarah peninggalan kolonial Portugis dan belanda di abad ke-18 ini harus terus dijaga dan dipelihara. Jangan sampai hilang atau dirusak," demikian Hilmar Farid.