Bupati Maluku Tenggara, Provinsi Maluku, M. Thaher Hanubun menghadiri upacara perdamaian antara warga ohoi (desa) Ohoira dan Ohoiren yang terlibat pertikaian.
"Kita adalah satu kesatuan yang tidak dapat dilepaspisahkan sejak leluhur, dan baiknya kita hidup dengan terus menanamkan kasih yang diajarkan oleh semua agama," kata Thaher pada acara tersebut, Sabtu.
"Saya sangat menyayangkan perkelahian antara dua ohoi yang kita tahu bersama sangat berdekatan dan punya hubungan erat dalam adat istiadat kita," ujarnya pula.
Menurut Thaher, sejak leluhur, suku Kei telah diajarkan bahwa mereka adalah satu dan punya hubungan kekerabatan yang sangat erat. Selain itu, agama juga mengajarkan untuk hidup dengan mengamalkan kasih terhadap sesama, jadi tidak perlu sampai ada perkelahian ataupun konflik.
Thaher menambahkan perdamaian dengan pemasangan lela (meriam kecil) ini kiranya menjadi tanda untuk mengakhiri perkelahian antara dua ohoi dan hidup berdampingan dalam damai ke depannya.
Pantauan Antara, proses perdamaian antara Ohoi Ohoira dan Ohoi Ohoiren dilangsungkan secara adat dengan pemasangan ataupun pemancangan lela yang berasal dari dua Ohoi dan satu lela dari pemerintah daerah.
Hadir pada kesempatan tersebut jajaran pemerintah lingkup Pemkab Malra, Ketua dan Wakil Ketua serta Anggota DPRD, Pimpinan TNI/Polri dan jajarannya, Ketua Pengadilan Tual, tokoh adat, agama, tokoh masyarakat, dan disaksikan oleh warga setempat.
Masyarakat kedua ohoi yang bertikai pun membuat pernyataan sikap menyatakan kesepakatan damai, tidak ada tindakan kekerasan, kembali ke hubungan "ain ni ain", menyerahkan sepenuhnya persoalan kriminal kepada pihak berwajib untuk penegakan hukum, perdamaian ini bukti cerita dan tanda perdamaian abadi di ke dua ohoi sampai turun temurun.
Apabila di kemudian hari ada yang mengingkari, dan akan diselesaikan secara hukum.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
"Kita adalah satu kesatuan yang tidak dapat dilepaspisahkan sejak leluhur, dan baiknya kita hidup dengan terus menanamkan kasih yang diajarkan oleh semua agama," kata Thaher pada acara tersebut, Sabtu.
"Saya sangat menyayangkan perkelahian antara dua ohoi yang kita tahu bersama sangat berdekatan dan punya hubungan erat dalam adat istiadat kita," ujarnya pula.
Menurut Thaher, sejak leluhur, suku Kei telah diajarkan bahwa mereka adalah satu dan punya hubungan kekerabatan yang sangat erat. Selain itu, agama juga mengajarkan untuk hidup dengan mengamalkan kasih terhadap sesama, jadi tidak perlu sampai ada perkelahian ataupun konflik.
Thaher menambahkan perdamaian dengan pemasangan lela (meriam kecil) ini kiranya menjadi tanda untuk mengakhiri perkelahian antara dua ohoi dan hidup berdampingan dalam damai ke depannya.
Pantauan Antara, proses perdamaian antara Ohoi Ohoira dan Ohoi Ohoiren dilangsungkan secara adat dengan pemasangan ataupun pemancangan lela yang berasal dari dua Ohoi dan satu lela dari pemerintah daerah.
Hadir pada kesempatan tersebut jajaran pemerintah lingkup Pemkab Malra, Ketua dan Wakil Ketua serta Anggota DPRD, Pimpinan TNI/Polri dan jajarannya, Ketua Pengadilan Tual, tokoh adat, agama, tokoh masyarakat, dan disaksikan oleh warga setempat.
Masyarakat kedua ohoi yang bertikai pun membuat pernyataan sikap menyatakan kesepakatan damai, tidak ada tindakan kekerasan, kembali ke hubungan "ain ni ain", menyerahkan sepenuhnya persoalan kriminal kepada pihak berwajib untuk penegakan hukum, perdamaian ini bukti cerita dan tanda perdamaian abadi di ke dua ohoi sampai turun temurun.
Apabila di kemudian hari ada yang mengingkari, dan akan diselesaikan secara hukum.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021