Memiliki tubuh tak sempurna bukan halangan bagi Rana (20) untuk menyempurnakan cita-cita dan impiannya. Pria bernama lengkap Longginus Eusabilis Bogin itu terbukti menjadi pembuat sepeda motor untuk kaum difabel, meski ia sempat lumpuh dan kini mengandalkan kaki palsu.
Kisah kebangkitannya ia awali dengan hijrah dari kampung halaman di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Bogor, Jawa Barat, pada tahun 2018 silam. Saat itu Rana memiliki keinginan teguh untuk menemui Presiden Jokowi di Istana Presiden, dengan maksud meminta kaki palsu.
Namun, karena tak dibekali dengan sejumlah persyaratan administrasi, Rana mengurungkan niatnya untuk menemui orang nomor satu di Indonesia. Alhasil ia terkatung-katung di Terminal Baranangsiang Bogor sekitar empat hari lamanya, sampai akhirnya bertemu dengan petugas Dinas Sosial Kota Bogor.
Rana kemudian dititipkan di sebuah panti asuhan sebelum memilih untuk mengikuti pelatihan otomotif di Panti Sosial Rehabilitasi Penyandang Disabilitas (PSRPD) Cimahi, Jawa Barat, selama delapan bulan lamanya.
Baca juga: Kehidupan untuk orang rimba, bertahan saat hujan makin gundul
Tekadnya ingin berkarya dan memperjuangkan hidup pun berbuah manis. Ia lolos dari seleksi untuk menjadi perakit sepeda motor roda tiga khusus penyandang disabilitas yang merupakan program Kementerian Sosial RI.
Meski kaki kanannya terpaksa diamputasi usai tertabrak sepeda motor saat usia tujuh tahun, tapi ia tak sedikitpun trauma ataupun mempermasalahkan jika hari-harinya kini justru lebih banyak dihabiskan dengan merakit motor. Pasalnya, bagi Rana hidup tanpa kaki bukanlah sebuah kekurangan, melainkan sebuah keindahan layaknya karya seni yang memiliki khas.
“Percaya diri, karena saya menganggap kekurangan saya ini adalah seni dalam hidup saya. Ibaratnya kaya suatu bangunan, warnanya hanya satu itu jelek, kalau berwarna-warna itu indah,” ungkap Rana.
Kini sudah dua bulan terakhir Rana terlibat dalam perakitan sepeda motor roda tiga merek Viar, khusus para penyandang disabilitas, di Balai Besar Vokasional Inten Soeweno, Cibinong, Kabupaten Bogor.
Produksi motor difabel
Rana merupakan satu dari sembilan perakit sepeda motor yang menyandang disabilitas di Balai Besar Vokasional Inten Soeweno, Cibinong, Bogor.
Ia bersama timnya sudah berhasil merakit sebanyak 18 unit sepeda motor roda tiga selama dua bulan. Sementara target pembuatan sepeda motor roda tiga di Kementerian Sosial yaitu 50 unit setahun.
Kepala Balai Besar Vokasional Inten Soeweno, Mokhamad O Royani menyebutkan, kekurangan target pembuatan sepeda motor tersebut akan dibantu balai serupa di berbagai daerah, yakni Sumatera, NTT, Sulawesi, Bali, dan Jawa Timur.
Kini khusus di Balai Besar Vokasional Inten Soeweno terdapat sembilan penyandang disabilitas yang ditugaskan untuk merakit sepeda motor yang harganya berkisar Rp30 juta hingga Rp60 juta per unit. Mereka merupakan mantan penerima manfaat pelatihan dari balai tersebut.
Sepeda motor yang dirakit, masing-masing dilengkapi peralatan sesuai fungsi untuk usaha para penyandang disabilitas, seperti untuk usaha menjahit, cuci steam kendaraan, warung kelontong, warung sayur, hingga warung kopi.
Kini, Kemensos kerap dibanjiri permohonan bantuan sepeda motor dari para penyandang disabilitas. Tapi, diberlakukan sejumlah penilaian untuk yang berhak menerimanya.
"Kami buat penilaian, artinya kalau mereka meminta bantuan sepeda motor dia harus bisa mengendalikan sepeda motor, jadi mohon dibedakan, ini bukan syarat tapi kriteria," kata Royani.
Baca juga: Kisah inspiratif, "nagari fotokopi" karena warganya sukses usaha itu
Berdayakan penyandang disabilitas
Kemensos meluncurkan Sentra Kreasi Sistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) di Balai Disabilitas Ciungwanara, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, sebagai langkah lanjutan pemberdayaan kaum difabel.
Menteri Sosial Tri Rismaharini menyebutkan bahwa sentra tersebut menjadi media promosi produk-produk hasil para difabel yang menjadi penerima pelatihan dari Kemensos.
"Yang dulunya hanya untuk melatih atau nerehabilitasi itu saja, sekarang engga, konsep kita sampai mereka berdaya. Bentuknya macam-macam, ada yang tadi musik, batik, makanan," kata Risma kepada wartawan usai peresmian.
Mantan Wali Kota Surabaya itu menyebut sentra kreasi tersebut menjadi wadah pemasaran produk-produk para penerima manfaat Balai Disabilitas, sebelum benar-benar mandiri.
Deretan produk yang ditampilkan tersebut terbuka untuk dibeli oleh masyarakat luas, sembari menunggu produknya benar-benar dikenal oleh masyarakat.
Meski di lokasi balai tersebut bertambah satu fungsi, tapi tetap menjalani fungsinya dalam melatih penyandang disabilitas dalam melakukan pengemasan hingga pemasaran produk-produk sendiri.
Baca juga: Kisah inspiratif, Berjibaku pulihkan ekosistem mangrove Muara Angke
Sementara itu, Kepala Balai Rehabilitasi Sosial Ciungwanara, Siti Sari Rumayanti, menyebutkan bahwa Sentra Kreasi ATENSI tidak hanya menjadi wadah pemasaran produk penerima manfaat dari Balai Rehabilitasi di Bogor, melainkan balai-balai serupa di wilayah Jabodetabek.
"Ada dari Temanggung juga masuk, Batik Ciprat, kalau kami kan Batik Ciwitan yang dipakai Bu Menteri (Risma)," ujarnya.
Tak sedikit mantan penerima manfaat dari Balai Rehabilitasi Sosial Ciungwanara yang kini sudah memiliki usaha tetap, seperti industri rumahan makanan beku hingga usaha makanan tradisional bernama cilok.
"Produksinya tidak hanya di balai, karena ada beberapa mantan PM (pemerima manfaat) kami ternyata punya usaha di luar seperti frozen food, bikin home industri sendiri," kata Sari.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, Jawa Barat mencatat sebanyak 7.358 jiwa atau 0,14 persen dari 5,5 juta penduduk di wilayahnya merupakan penyandang disabilitas.
Mereka terdiri atas anak kedisibilitasan 1.026 orang, disabilitas fisik 2.219, disabilitas mental 859, disabilitas intelektual 1.457 dan penyandang disabilitas sensorik 1.797 orang.
Pemkab Bogor menjalankan sejumlah program pemberdayaan difabel, seperti mendirikan Graha Pancakarsa yang salah satunya berfungsi menampung bantuan dari perusahaan yang kemudian disalurkan.
Tempat tersebut juga sebagai pelayanan satu atap untuk warga berkebutuhan khusus, kerja sama dengan CSR dan perusahaan untuk penyediaan alat bantu warga kebutuhan khusus. Serta satu atap untuk pengurusan dinas-dinas terkait untuk masyarakat berkebutuhan khusus.
Kemudian, di bidang pendidikan, Pemkab Bogor mengadakan program inklusif di setiap jenjang pendidikan. Menurutnya, pendidikan inklusif telah masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor tahun 2018-2023.
Sehingga, pada penghujung tahun 2020 terdapat 91 SD dan 20 SMP yang menjadi percontohan sekolah inklusif.
Pemkab Bogor menargetkan sekolah inklusi pada akhir RPJMD yaitu 27 sekolah jenjang TK, 45 SD dan 41 sekolah jenjang SMP.
Selain itu, Pemkab juga menyediakan program 1.200 beasiswa untuk prestasi, termasuk penyandang disabilitas, untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia dan swasta di Kabupaten Bogor.
Baca juga: Kisah inspiratif, setitik asa petani Aceh Besar saat pandemi
Baca juga: Transportasi dan kemiskinan masyarakat pedalaman di Wondama Papua Barat
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021