Jakarta (ANTARA) -
Kecintaannya dengan dunia mendaki berawal dari saat berusia 13 tahun tepatnya semasa bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kala itu waktu kosongnya dipakai untuk bermain bersama teman-temannya di kampung. Bermain lumpur di sawah, menginjakkan kaki di sungai, serta menaiki gunung bukanlah hal yang asing bagi Putri.
Wanita asal Sumatera Utara ini semakin mendalami hobinya dengan bergabung Pramuka di sekolah. Berkumpul, berbicara, dan bermain bersama teman-teman adalah hal yang dinantikannya.
Suka duka pun dilewati selama beradu dengan alam, mulai dari kaki yang sempat mengalami kram, kotor karena lumpur, hingga harus rela bangun pagi. Namun semua itu membuatnya bersemangat dan percaya diri untuk semakin mencintai alam.
Tak sampai di situ saja, Putri semakin menunjukkan semangatnya dengan berhasil mencapai puncak Gunung Sibayak, kemenangan pertamanya di usia 13 tahun. Perayaannya pun sederhana, hanya dengan memasak telur di kawah belerang gunung tersebut. Meski telur tapi rasanya begitu nikmat saat menyantapnya dengan melihat pemandangan di atas ketinggian 2.172 meter dari permukaan laut.
Bagi Putri, mendaki bukan hanya sekedar menaiki gunung lalu hanya menikmati datang dan perginya matahari. Namun dirinya mendapat banyak filosofi kehidupan dan analogi yang tak akan dapat dari sekolah manapun. Salah satunya menjadi pribadi yang rendah hati kepada orang lain. Dirinya merasa lebih santai dan masalah di lingkungan tidak ada apa-apanya jika harus mendaki yang berada di luar zona nyamannya.
“Jadi ketika kembali ke kehidupan biasa kayaknya masalah dalam kehidupan sehari-hari itu terlihat lebih kecil. Intinya ya jangan dipusingin lah. Jadi melebarkan zona nyaman, bukan meninggalkan malah melebarkan,” kata Putri di Jakarta, Sabtu. (25/6).
Baca juga: Kisah Simon Tabuni, wirausaha muda Papua lulusan Inggris yang tolak jadi PNS
Selain itu, Putri belajar mulai dari persiapan menyiapkan alat hingga latihan mendaki yang butuh waktu berbulan-bulan lamanya. Dirinya terlatih menjadi sosok yang disiplin dan bekerja keras dalam perjalanan hidupnya.
Bertahun-tahun menjadi pendaki membuatnya belajar akan rasa empati saat menaiki gunung. Salah satunya karena setiap pendaki akan selalu memberikan semangat kepada sesama agar bisa sampai di puncak. Seni menempatkan diri itulah yang sangat dicintai perempuan berusia 39 tahun ini.
Putri pun semakin serius membangun "passion" di dunia pendakian. Berdasarkan keinginannya sendiri, ia terinspirasi mendirikan tim Jelajah Putri yang terdiri dari organisasi mahasiswa serta kelompok pecinta alam di kampusnya, Universitas Indonesia. Hingga kini jumlah tim "support" Jelajah Putri sudah mencapai sekitar 47 orang yang bergabung.
Taklukkan Puncak Denali
Pengalaman terakhir yang tak terlupakan bagi Putri saat dirinya berhasil menaklukkan dunia pendakian internasional, yakni Gunung Denali pada 10 Juni 2022. Momen ini menjadi ketiga kalinya berhasil mencapai puncak Denali usai dua kali gagal pada 2017 dan 2021. Kala itu, dirinya bersama Fandhi Achmad yang merupakan "partner" mendaki Gunung Denali selama 14 hari.
Tak hanya bersaing dengan niat diri sendiri, namun Putri juga harus menghadapi tantangan merasakan suhu sekitar minus 25 derajat disertai angin kencang sesampainya di puncak.
Sudah membawa jauh banyak peralatan seperti telepon seluler dan kamera nyatanya tak bisa menyala saat di puncak. Belum lagi sudah berat membawa bendera Merah Putih dan organisasi untuk bisa mengabadikan momen. Alhasil wanita peraih gelar MBA dari Universitas Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat ini hanya punya waktu sebentar di puncak mengingat kondisi yang tak memungkinkan untuk berlama-lama.
Putri mengaku butuh waktu enam bulan untuk latihan persiapan fisik mencapai gunung tertinggi di benua Amerika Utara tersebut. Selain itu, persiapan lainnya, yakni memesan tiket pesawat, asuransi pendakian, hingga peralatan yang harus dibawa.
Baca juga: Bupati Tanimbar, wortel dan sapi "Manis-nya"
Setelah berhasil menaklukkan puncak Denali, Putri sedang mengejar gelar petualang "grand slam", yakni mendaki tujuh puncak gunung yang dikenal sebagai "seven summits" serta dua perjalanan di kutub utara dan selatan.
Adapun perjalanannya selama mendaki di Indonesia hingga internasional membuat hatinya tergerak menjalankan kegiatan sosial. Putri mengaku dirinya tertarik mengikuti isu pemberdayaan perempuan, sumber daya manusia, dan teknik. Sebelum pandemi, dirinya sudah membagikan beberapa rencana yang sayangnya masih dalam kendala.
Proyek pertamanya adalah membangun sekolah pecinta alam di Papua. Namun karena masih adanya isu keamanan di wilayah tersebut, membuat rencananya belum terealisasi dan tertunda.
Kedua, Putri telah membuat yayasan bernama Jejak Baik Indonesia pada November 2020. Yayasan ini bertujuan untuk membantu rehabilitasi korban kekerasan seksual dengan cara "adventure therapy". Dirinya sempat terbang ke Amerika untuk menjalani training karena di Indonesia belum ada semacam terapi tersebut.
Namun dengan alasan yang sama karena saat itu pandemi masih merajalela, pada akhirnya rencana ini tertunda karena terapi ini tidak bisa dijalankan secara daring sehingga harus dekat dengan alam. Harapannya, rencana-rencana ini bisa dijalankan tahun depan bersamaan dengan meredanya pandemi COVID-19.
Baca juga: Kisah inspiratif, UMKM warung raup "cuan" setelah gabung platform digital
Di tengah dominasi laki-laki
Perempuan yang bekerja di perusahaan gas Qatar saat ini mengaku penuh tantangan menjalani dua bidang yakni teknik dan pendakian yang didominasi oleh laki-laki. Ada banyak tantangan yang harus dilalui Putri sebagai perempuan di tengah dominasi para laki-laki.
Memiliki pengalaman bekerja di wilayah kerja lepas laut (offshore), membuatnya dikelilingi banyak laki-laki yang bisa membuat terintimidasi karena merasa segala perilaku perempuan sangat diperhatikan. Namun hal itu tak membuatnya ciut dan menunjukkan kelebihannya sebagai perempuan.
Menurut Putri, menjadi seorang perempuan janganlah takut mencoba dan merasa terintimidasi dahulu karena saat ini sudah banyak teknologi yang bisa membantu daripada fokus dengan pekerjaan fisik. Para perempuan bisa memanfaatkan teknologi tersebut untuk bisa fokus dengan detail.
“Dan itu strength yang dimiliki perempuan. Karena kita lebih attention to detail terhadap sistem. Jadi ada banyak posisi di engineer ini yang bisa diisi perempuan. Bahkan lebih baik diisi oleh perempuan,” tutur wanita berusia 39 tahun ini.
Meski wanita lebih kurang dari pria secara fisik, namun Putri memiliki cara lain untuk bisa mencapai yang diinginkannya yakni dengan cara menyusun strategi saat mendaki gunung.
Kebanyakan para laki-laki akan mendaki dari awal hingga menuju puncak. Sedangkan seorang perempuan terkadang merasa berat mengikuti pola tersebut sehingga Putri menyusun strategi dengan cara naik dari pos tengah kemudian baru ke puncak. Namun risikonya ia harus mengandalkan waktu serta cuaca yang mendukung.
Dirinya pun perlahan berlatih untuk bisa terlatih mendaki gunung. Meski biaya mendaki gunung secara mandiri lebih terjangkau, namun dirinya belajar teknik mendaki terlebih dahulu lewat operator agar lebih aman dan bersertifikasi.
Putri menyampaikan pesan kepada para pendaki pemula untuk mengikuti kursus mendaki terlebih dahulu. Kursus ini sebagai pendidikan mendasar agar tidak merepotkan orang lain dan bisa berkontribusi saat mendaki.
“Pemula itu jangan takut mencoba karena belum apa-apa biasanya kita suka merasa terintimidasi. Kenapa harus malu kan udah nyoba, udah nyoba lebih bagus daripada nggak nyoba sama sekali. Gak apa-apa gagal asal pelajarannya itu dicerna dan diaplikasikan ke percobaan berikutnya,” tutupnya.