Tak jauh dari Markas TNI Batalyon Infantri 754/Eme Neme Kangasi Raider III/Kostrad yang beralamat di bekas kantor PT Inamco, Jalan Poros Mayon, Distrik Kuala Kencana, Timika, Papua, kini hadir obyek wisata pemandian bernama 'Baliem Waga-waga Timika'.
Memanfaatkan air sungai yang sejuk berhulu di kawasan hutan belakang Kota Kuala Kencana, sejumlah warga Papua asal Wamena menata kawasan hutan yang dulunya menjadi lokasi peternakan babi itu menjadi arena pemandian yang menarik minat warga Kota Timika, terutama pada hari-hari libur.
Nama 'Baliem Waga-waga' sendiri diambil dari nama sebuah kampung yang menjadi sumber air di di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya.
Pengembangan obyek wisata 'Baliem Waga-waga Timika' itu tidak lepas dari peran Sersan Dua TNI Panius Kogoya.
Panius Kogoya, putra asli Papua kelahiran Kabupaten Lanny Jaya yang sudah 23 tahun mengabdi sebagai prajurit TNI itu kini bertugas di Koramil Kuala Kencana, Kodim 1710 Mimika.
Untuk mengembangkan wisata 'Baliem Waga-waga Timika' itu, Panius bahkan rela gajinya dipotong untuk bisa menyewa alat berat guna menata kawasan itu.
"Saya pindah tugas dari Yonif 752 Sorong ke Yonif 754 Timika tahun 2004. Daerah ini dulunya hutan belantara, tidak terurus. Kalau hujan, air meluap kemana-mana. Saat itu saya ajukan kredit Rp10 juta ke kantor untuk membongkar kandang babi dan meluruskan sungai," tuturnya.
Baca juga: Kisah traveller di China, ada senandung bukit pasir Mingsha
Selanjutnya pada 2011, Panius pindah tugas ke Kodim 1710 Mimika. Lagi-lagi ia mengajukan kredit ke kesatuannya senilai Rp120 juta untuk melanjutkan penataan kawasan wisata 'Baliem Waga-waga Timika' itu.
"Gaji saya dipotong setiap bulan supaya bisa sewa alat berat. Saya minta bantuan Pak Jefri Pusung untuk bersama-sama kami menata kawasan ini," ujar Panius yang memutuskan bergabung menjadi prajurit TNI pada 2007 saat masih duduk di bangku kelas II SMA Kristen Wamena usai melaksanakan tugas sebagai anggota Paskribra Kabupaten Jayawijaya.
Setelah sekian tahun dirintis dan ditata, sejak Maret lalu kawasan wisata pemandian 'Baliem Waga-waga Timika' mulai dibuka untuk umum.
Sebelum obyek wisata baru itu dibuka, Panius duduk bersama dengan para pengurus dan jemaat empat Gereja Baptis Papua di Timika.
Setiap pengunjung dikenakan tarif Rp10.000 per orang, demikian pun dengan kendaraan dikenakan tarif parkir mulai dari Rp5.000 untuk sepeda motor, Rp10.000 untuk mobil dan kendaraan besar (truk, bus dan pick-up) dikenakan tarif Rp20.000.
Lokasi wisata 'Baliem Waga-warga Timika sendiri seluas 25.000 meter persegi, memiliki dua kolam buatan untuk pemandian anak-anak dan orang dewasa.
Ke depan di lokasi itu juga akan dilengkapi dengan honai yaitu rumah adat suku pegunungan Papua, arena untuk memasarkan ukiran pahat/patung warga Suku Kamoro dari Kampung Iwaka, berbagai kerajinan tangan seperti tas noken, gelang, arena pentas seni budaya warga pegunungan Papua dan kuliner lokal lainnya.
Menurut Panius, setiap bulan kawasan wisata 'Baliem Waga-waga Timika' itu bisa menghasilkan pendapatan sekitar Rp30 juta atau sekitar Rp7 juta-Rp8 juta per pekan. Khusus pada hari Ahad dan hari-hari libur, pengelola kawasan wisata baru itu bisa meraup penghasilan bersih hingga Rp5 juta.
"Ke depan ada banyak rencana yang akan kami buat di tempat ini. Cuma kami punya keterbatasan dana. Kami tidak pernah meminta-minta dari siapapun," kata Panius.
Larang jual tanah
Panius menyebut negeri Papua, termasuk Timika, sudah indah. Potensi alamnya hanya butuh sentuhan, tidak boleh dirusak. Kekayaan dan potensi alam yang ada harus dikelola, tidak boleh dibiarkan tidak terurus, apalagi dijual kepada orang lain.
"Dulu banyak orang datang menawarkan ke saya mau beli lokasi ini untuk dibuatkan wisata pemandian. Saya bilang, kami tidak jual tanah, ini masa depan kami orang Papua. Lahan ini akan kami olah sendiri supaya masyarakat saya bisa hidup," tutur Panius.
Panius selalu menyemangati warganya untuk giat bekerja, tidak hanya menjadi penonton dan menunggu bantuan dari pemerintah.
"Kami orang Papua tidak boleh jadi peminta-minta. Kebiasaan masyarakat buat proposal bawa ke pemerintah itu tidak boleh ada lagi. Kita harus bisa berdiri di atas kaki kita sendiri. Tuhan sudah memberikan kami mata air ini untuk kami kelola," ujarnya.
Baca juga: Kisah inspiratif, Kelumpuhan tak halangi Rana untuk buat motor khusus difabel
Untuk mengelola obyek wisata 'Baliem Baga-baga Timika' itu, Panius mempekerjakan warga jemaat empat Gereja Baptis Papua di Timika.
"Setiap gereja saya ambil lima orang. Jadi, ada 20 orang jemaat yang membantu saya. Hasil pengelolaan tempat ini kami sumbang dalam bentuk perpuluhan ke gereja, pengurus wilayah dan Dewan Pimpinan Pusat Gereja Baptis Papua. Saya juga keras kepada masyarakat saya yang bekerja di sini, yang malas kerja saya tidak beri makan dan saya keluarkan," ujarnya.
Pengunjung yang datang ke lokasi wisata 'Baliem Waga-waga Timika' dilarang keras untuk membawa minuman beralkohol, apalagi dalam kondisi mabuk.
"Saya jamin keamanan di lokasi ini. Kalau ada yang datang mabuk-mabukan, kami akan usir. Tidak boleh bawa minuman ke sini karena lokasi ini untuk pelayanan gereja," katanya.
Dipuji Komandan
Komandan Kodim 1710 Mimika Letkol Inf Yoga Cahya Prasetya memuji keseriusan Serda Panius Kogoya mengembangkan wisata alam 'Baliem Waga-waga Timika' dan berharap semakin banyak orang asli Papua (OAP) yang mengikuti jejak keberhasilan Panius.
"Pesan penting dari dibukanya lokasi wisata alam Baliem Waga-waga Timika yaitu sudah ada orang Papua yang berani buka usaha sendiri. Bayangkan dari 2009 sampai 2021 butuh berapa tahun untuk bisa membuka lokasi wisata ini. Tapi karena dirintis pelan-pelan dan ditekuni, akhirnya bisa berhasil. Jika didukung oleh pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait, tentu akan lebih bagus lagi ke depannya," kata Letkol Yoga.
Dandim Mimika menilai minimnya obyek wisata di Timika membuat warga setempat butuh tempat-tempat wisata alternatif untuk bisa menghabiskan hari libur bersama keluarga.
"Tempat ini sangat bagus sebagai alternatif untuk dikunjungi dan bisa bermain air bersama keluarga saat hari-hari libur. Saya menyaksikan sendiri, ibu-ibu kelompok arisan datang ke lokasi ini sambil membawa makanan, mereka makan bersama dengan keluarga. Suasana keakraban dan kekeluargaan seperti itu yang ingin diciptakan di tempat ini," ujar Letkol Yoga.
Dandim Mimika juga mengapresiasi dukungan dari pihak BRI Timika untuk bermitra dengan Serda Panius Kogoya menjadi salah satu agen BRI Link.
Ia berharap warga sekitar memanfaatkan jasa BRI Link di lokasi wisata alam 'Baliem Waga-waga Timika' untuk melakukan transaksi keuangan seperti menabung, penarikan dan transfer uang, pembelian token listrik, pulsa telefon dan jasa keuangan lainnya tanpa harus jauh-jauh pergi ke kantor bank terdekat.
Keberhasilan Serda Panius Kogoya dan rekan-rekannya membangun, menata dan mengelola wisata alam 'Baliem Waga-waga Timika' dengan berbagai kearifan lokalnya hendaknya menjadi motivasi bagi warga Papua lainnya untuk bisa berkontribusi positif bagi diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan orang asli Papua, tanpa harus berharap dan bersandar pada bantuan dari pihak lain.*
Baca juga: Transportasi dan kemiskinan masyarakat pedalaman di Wondama Papua Barat
Baca juga: Kehidupan untuk orang rimba, bertahan saat hujan makin gundul
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
Memanfaatkan air sungai yang sejuk berhulu di kawasan hutan belakang Kota Kuala Kencana, sejumlah warga Papua asal Wamena menata kawasan hutan yang dulunya menjadi lokasi peternakan babi itu menjadi arena pemandian yang menarik minat warga Kota Timika, terutama pada hari-hari libur.
Nama 'Baliem Waga-waga' sendiri diambil dari nama sebuah kampung yang menjadi sumber air di di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya.
Pengembangan obyek wisata 'Baliem Waga-waga Timika' itu tidak lepas dari peran Sersan Dua TNI Panius Kogoya.
Panius Kogoya, putra asli Papua kelahiran Kabupaten Lanny Jaya yang sudah 23 tahun mengabdi sebagai prajurit TNI itu kini bertugas di Koramil Kuala Kencana, Kodim 1710 Mimika.
Untuk mengembangkan wisata 'Baliem Waga-waga Timika' itu, Panius bahkan rela gajinya dipotong untuk bisa menyewa alat berat guna menata kawasan itu.
"Saya pindah tugas dari Yonif 752 Sorong ke Yonif 754 Timika tahun 2004. Daerah ini dulunya hutan belantara, tidak terurus. Kalau hujan, air meluap kemana-mana. Saat itu saya ajukan kredit Rp10 juta ke kantor untuk membongkar kandang babi dan meluruskan sungai," tuturnya.
Baca juga: Kisah traveller di China, ada senandung bukit pasir Mingsha
Selanjutnya pada 2011, Panius pindah tugas ke Kodim 1710 Mimika. Lagi-lagi ia mengajukan kredit ke kesatuannya senilai Rp120 juta untuk melanjutkan penataan kawasan wisata 'Baliem Waga-waga Timika' itu.
"Gaji saya dipotong setiap bulan supaya bisa sewa alat berat. Saya minta bantuan Pak Jefri Pusung untuk bersama-sama kami menata kawasan ini," ujar Panius yang memutuskan bergabung menjadi prajurit TNI pada 2007 saat masih duduk di bangku kelas II SMA Kristen Wamena usai melaksanakan tugas sebagai anggota Paskribra Kabupaten Jayawijaya.
Setelah sekian tahun dirintis dan ditata, sejak Maret lalu kawasan wisata pemandian 'Baliem Waga-waga Timika' mulai dibuka untuk umum.
Sebelum obyek wisata baru itu dibuka, Panius duduk bersama dengan para pengurus dan jemaat empat Gereja Baptis Papua di Timika.
Setiap pengunjung dikenakan tarif Rp10.000 per orang, demikian pun dengan kendaraan dikenakan tarif parkir mulai dari Rp5.000 untuk sepeda motor, Rp10.000 untuk mobil dan kendaraan besar (truk, bus dan pick-up) dikenakan tarif Rp20.000.
Lokasi wisata 'Baliem Waga-warga Timika sendiri seluas 25.000 meter persegi, memiliki dua kolam buatan untuk pemandian anak-anak dan orang dewasa.
Ke depan di lokasi itu juga akan dilengkapi dengan honai yaitu rumah adat suku pegunungan Papua, arena untuk memasarkan ukiran pahat/patung warga Suku Kamoro dari Kampung Iwaka, berbagai kerajinan tangan seperti tas noken, gelang, arena pentas seni budaya warga pegunungan Papua dan kuliner lokal lainnya.
Menurut Panius, setiap bulan kawasan wisata 'Baliem Waga-waga Timika' itu bisa menghasilkan pendapatan sekitar Rp30 juta atau sekitar Rp7 juta-Rp8 juta per pekan. Khusus pada hari Ahad dan hari-hari libur, pengelola kawasan wisata baru itu bisa meraup penghasilan bersih hingga Rp5 juta.
"Ke depan ada banyak rencana yang akan kami buat di tempat ini. Cuma kami punya keterbatasan dana. Kami tidak pernah meminta-minta dari siapapun," kata Panius.
Larang jual tanah
Panius menyebut negeri Papua, termasuk Timika, sudah indah. Potensi alamnya hanya butuh sentuhan, tidak boleh dirusak. Kekayaan dan potensi alam yang ada harus dikelola, tidak boleh dibiarkan tidak terurus, apalagi dijual kepada orang lain.
"Dulu banyak orang datang menawarkan ke saya mau beli lokasi ini untuk dibuatkan wisata pemandian. Saya bilang, kami tidak jual tanah, ini masa depan kami orang Papua. Lahan ini akan kami olah sendiri supaya masyarakat saya bisa hidup," tutur Panius.
Panius selalu menyemangati warganya untuk giat bekerja, tidak hanya menjadi penonton dan menunggu bantuan dari pemerintah.
"Kami orang Papua tidak boleh jadi peminta-minta. Kebiasaan masyarakat buat proposal bawa ke pemerintah itu tidak boleh ada lagi. Kita harus bisa berdiri di atas kaki kita sendiri. Tuhan sudah memberikan kami mata air ini untuk kami kelola," ujarnya.
Baca juga: Kisah inspiratif, Kelumpuhan tak halangi Rana untuk buat motor khusus difabel
Untuk mengelola obyek wisata 'Baliem Baga-baga Timika' itu, Panius mempekerjakan warga jemaat empat Gereja Baptis Papua di Timika.
"Setiap gereja saya ambil lima orang. Jadi, ada 20 orang jemaat yang membantu saya. Hasil pengelolaan tempat ini kami sumbang dalam bentuk perpuluhan ke gereja, pengurus wilayah dan Dewan Pimpinan Pusat Gereja Baptis Papua. Saya juga keras kepada masyarakat saya yang bekerja di sini, yang malas kerja saya tidak beri makan dan saya keluarkan," ujarnya.
Pengunjung yang datang ke lokasi wisata 'Baliem Waga-waga Timika' dilarang keras untuk membawa minuman beralkohol, apalagi dalam kondisi mabuk.
"Saya jamin keamanan di lokasi ini. Kalau ada yang datang mabuk-mabukan, kami akan usir. Tidak boleh bawa minuman ke sini karena lokasi ini untuk pelayanan gereja," katanya.
Dipuji Komandan
Komandan Kodim 1710 Mimika Letkol Inf Yoga Cahya Prasetya memuji keseriusan Serda Panius Kogoya mengembangkan wisata alam 'Baliem Waga-waga Timika' dan berharap semakin banyak orang asli Papua (OAP) yang mengikuti jejak keberhasilan Panius.
"Pesan penting dari dibukanya lokasi wisata alam Baliem Waga-waga Timika yaitu sudah ada orang Papua yang berani buka usaha sendiri. Bayangkan dari 2009 sampai 2021 butuh berapa tahun untuk bisa membuka lokasi wisata ini. Tapi karena dirintis pelan-pelan dan ditekuni, akhirnya bisa berhasil. Jika didukung oleh pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait, tentu akan lebih bagus lagi ke depannya," kata Letkol Yoga.
Dandim Mimika menilai minimnya obyek wisata di Timika membuat warga setempat butuh tempat-tempat wisata alternatif untuk bisa menghabiskan hari libur bersama keluarga.
"Tempat ini sangat bagus sebagai alternatif untuk dikunjungi dan bisa bermain air bersama keluarga saat hari-hari libur. Saya menyaksikan sendiri, ibu-ibu kelompok arisan datang ke lokasi ini sambil membawa makanan, mereka makan bersama dengan keluarga. Suasana keakraban dan kekeluargaan seperti itu yang ingin diciptakan di tempat ini," ujar Letkol Yoga.
Dandim Mimika juga mengapresiasi dukungan dari pihak BRI Timika untuk bermitra dengan Serda Panius Kogoya menjadi salah satu agen BRI Link.
Ia berharap warga sekitar memanfaatkan jasa BRI Link di lokasi wisata alam 'Baliem Waga-waga Timika' untuk melakukan transaksi keuangan seperti menabung, penarikan dan transfer uang, pembelian token listrik, pulsa telefon dan jasa keuangan lainnya tanpa harus jauh-jauh pergi ke kantor bank terdekat.
Keberhasilan Serda Panius Kogoya dan rekan-rekannya membangun, menata dan mengelola wisata alam 'Baliem Waga-waga Timika' dengan berbagai kearifan lokalnya hendaknya menjadi motivasi bagi warga Papua lainnya untuk bisa berkontribusi positif bagi diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan orang asli Papua, tanpa harus berharap dan bersandar pada bantuan dari pihak lain.*
Baca juga: Transportasi dan kemiskinan masyarakat pedalaman di Wondama Papua Barat
Baca juga: Kehidupan untuk orang rimba, bertahan saat hujan makin gundul
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021