Menurut dia, tingginya biaya pemilihan gubernur itu terlihat pada Pilkada 2024. Misalnya, Pemerintah harus mengeluarkan biaya lebih dari Rp1 triliun untuk Pilkada Jawa Barat saja, belum lagi ditambah biaya pemilihan gubernur di wilayah lainnya.
"Itu bukan anggaran yang kecil. Kalau yang Rp1 triliun itu diberikan ke salah satu kabupaten di salah satu provinsi, di NTT misalnya, itu bisa membuat ekonomi bangkit," kata Jazilul di Jakarta, Kamis.
Dikatakan bahwa otonomi daerah sejatinya diberikan kepada kabupaten/kota sehingga pilkada langsung cukup di tingkat kabupaten/kota. Oleh karena itu, pilkada secara langsung di tingkat provinsi harus dievaluasi.
Jazilul mengemukakan bahwa demokrasi harus tetap berjalan dan rakyat harus mendapat kesempatan untuk partisipasi. Kendati demikian, penggunaan anggaran harus tetap menjadi perhatian.
Persoalan biaya politik itu, kata dia, harus menjadi pembicaraan di antara partai-partai politik. Pembahasan itu bisa pada momen revisi paket undang-undang politik dengan sistem omnibus law, yang menggabungkan UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Pilkada.
Selain pemilihan gubernur melalui DPRD, dia juga mengusulkan pemisahan antara pemilihan umum anggota legislatif (pileg) dengan pemilihan presiden (pilpres) agar tidak bersamaan untuk menghormati kedaulatan rakyat dalam memilih presiden maupun anggota legislatif secara saksama.
Ia berpendapat bahwa pelaksanaan pileg dan pilpres secara serentak menyebabkan calon anggota DPR RI luput dari perhatian masyarakat. Pasalnya, pikiran dan perhatian masyarakat tertuju pada pemilihan presiden.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wakil Ketua Banggar DPR usul pilkada provinsi dipilih oleh DPRD