Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mengharapkan pemerintah dalam melaksanakan uji klinis vaksin tuberkulosis (TBC) M72 melibatkan para ahli, mulai dari pakar epidemiologi atau penyakit menular hingga Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
"Kami berharap kerja sama ini melibatkan pakar epidemiologi, pakar keamanan vaksin, dan Badan POM, sehingga uji klinik dilakukan berbasis bukti (evidence-based),” kata Netty dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Dia juga mengingatkan pentingnya pola komunikasi publik yang baik dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) guna menghindari disinformasi dan hoaks yang dapat merugikan masyarakat terkait dengan vaksin TBC.
Selain terkait dengan vaksin TBC, isu selanjutnya yang juga disoroti oleh Komisi IX DPR RI terkait dengan implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Netty menekankan pentingnya kejelasan soal definisi standar dalam konteks pelayanan kesehatan.
“Pemerintah harus meluruskan definisi standar, apakah itu menyangkut infrastruktur fisik seperti ruangan, tempat tidur, toilet, atau menyangkut kualitas layanan kesehatan yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata dia.
Ke depannya Netty berharap seluruh isu yang dikawal oleh Komisi IX DPR dapat bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan menjadi bagian dari upaya kolektif menuju Indonesia Emas 2045.
Sebelumnya BPOM telah mengatakan pihaknya memberikan izin uji klinis tahap 3 vaksin TBC M72 di Indonesia guna mengetahui tingkat efikasi vaksin tersebut.
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan ada sejumlah keuntungan bagi Indonesia, yang pertama adalah pembaharuan dalam penanganan TBC. Indonesia, kata Taruna, adalah negara dengan penderita TBC terbanyak kedua setelah India.
Saat ini pengobatan TBC, kata dia, membutuhkan sejumlah obat yakni isoniazid, rifampicin, dan etambutol.
"Gabungan ketiga obat ini, mungkin karena pemakaiannya sudah sangat lama dan membutuhkan waktu lama, sehingga menyebabkan apa yang kita sebut dengan, kita belum bisa mengatakan itu resistensi, tapi kenyataannya seperti itu, susah sembuhnya," kata Taruna Ikrar.
Kemudian, katanya, saat ini vaksin yang ada adalah Bacillus Calmette-Guérin (BCG), akan tetapi vaksin itu dinilai kurang efektif.
"Nah oleh karena itu, dengan penemuan teknologi baru ini, dengan hasil baru ini, kita berharap dampaknya akan bermanfaat bagi masyarakat kita di Indonesia yang menderita tuberkulosis tertinggi kedua di dunia," kata Taruna Ikrar.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DPR: Libatkan pakar epidemologi dan BPOM dalam uji klinis vaksin TBC