Ambon, 19/4 (Antara Maluku) - Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI Doni Monardo menyatakan perdamaian tidak bisa tercipta tanpa proses yang melibatkan seluruh komponen masyarakat bersama aparat TNI/Polri.
"Proses perdamaian untuk menyelesaikan masalah konflik di Maluku dan Maluku Utara tidak bisa hanya melalui pendekatan keamanan, tetapi juga melalui pendekatan adat istiadat," kata Pangdam Doni dalam acara Komunikasi Sosial Media Massa, di Ambon, Rabu.
Menurut dia, keberhasilan penyelesaian konflik horisontal di Maluku telah menarik perhatian negara-negara lain.
Ia merujuk pemerintah Myanmar yang mengirimkan utusan untuk belajar proses perdamaian di daerah ini.
"Pemerintah Myanmar melihat bahwa ada sesuatu yang tidak didapatkan di daerah lain di Indonesia, bahkan mungkin di negara lain, sehingga Maluku menjadi tempat pembelajaran untuk proses perdamaian," katanya.
Pangdam Doni mengakui bahwa dalam proses pendekatan keamanan ada juga aparat yang diadili di tengah masyarakat, tetapi pihaknya berusaha semaksimal mungkin untuk menempatkan diri sesuai dengan kondisi yang ada.
"Banyak pekerjaan yang sebenarnya bukan menjadi tanggung jawab TNI, tetapi kami berusaha membantu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk menyelesaikannya," ujarnya.
Pangdam Doni mengungkapkan, dalam upaya penyelesaian konflik di masyarakat, pihaknya juga memberikan bantuan kepada pihak kepolisian dan pihak lain.
Ia menegaskan, sesuai ketentuan, tentara saat ini dibatasi ruang geraknya, artinya tentara harus tunduk kepada hukum atau aturan yang telah digariskan. Tentara tidak boleh berpolitik praktis dan berbisnis.
Ada hal-hal yang harus dipatuhi tentara, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004, di mana tugas pokok tentara adalah menjaga keutuhan wilayah, menegakkan kedaulatan nasional dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Pangdam Doni menambahkan, dalam tugas-tugas operasi untuk perang dan tugas operasi militer selain perang, pihaknya berusaha membuat formulasi apa yang bisa dikerjakan sesuai dengan situasi yang ada di Maluku.
"Di kawasan pascakonflik ada residu separatis, ada residu teroris, ada residu konflik komunal, semua itu sangat kompleks," katanya.
Menurut dia, tanpa formulasi yang tepat, mungkin tentara kewalahan. Apalagi ada tuduhan bahwa tentara menjadi bagian dalam peristiwa masa lalu, terutama yang terkait dengan konflik komunal.
"Pendapat-pendapat itu tidak bisa kami bantah karena ada satu dua oknum, tetapi bukan institusi. Tetapi tidak ada gunanya juga berdebat untuk membenarkan apa yang disampaikan oleh publik," ujar Pangdam Doni.
"Karena itu, kami berusaha membuat sesuatu yang pada akhirnya bisa menyadarkan orang," tambahnya.
