Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Maluku (DKP Provmal) melalui Cabang Dinas di Tual mengakui adanya aktivitas pengambilan telur ikan terbang di perairan Maluku Tenggara maupun Kota Tual oleh nelayan luar provinsi.
"Informasi yang kami peroleh dari masyarakat, bahwa di perairan Kota Tual tepatnya di Tayando dan di Malra yakni Tanimbar Kei dan Ur Pulau bahwa nelayan luar daerah yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara kini malakukan aktivitas pengambilan telur ikan terbang," ungkap Kepala Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, Tommy Bella di Tual, Minggu.
Beraktivitasnya kapal-kapal motor tersebut, menurut Bella, masih akan diselidiki untuk memastikan keberadaan nelayan luar daerah itu.
Dijelaskan, untuk dapat beroperasinya kapal-kapal tersebut di wilayah ini perlu ada nota kesepahaman (MoU) antara kedua daerah dalam hal ini Pemerintah Sulawesi Selatan dan Provinsi Maluku, serta Pemerintah Sulawesi Tenggara dengan Provinsi Maluku, yang ditindak lanjuti dengan adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Dinas Kelautan daerah terkait.
Sejauh ini MoU antara Pemprov Maluku dan Sulawesi Selatan sudah ada, namun PKS-nya belum, sementara untuk Maluku dan Sulawesi Tenggara belum ada MoU dan PKS sama sekali.
"Sekalipun sudah ada MoU namun belum ada PKS maka mereka tidak boleh beraktivitas, dan jika kini mereka beroperasi di daerah ini sesuai informasi yang kita dapatkan, maka dapat kita katakan mereka ilegal," katanya.
DKP Maluku sendiri belum mengeluarkan persetujuan PKS dengan DKP Sulawesi Selatan di tahun 2021, sekalipun sudah ada surat dari mereka, karena pertimbangan utamanya yakni edaran Bupati dan Walikota Tual yang melarang nelayan dari luar masuk ke daerah ini akibat pandemi COVID-19, terang Bella.
Terkait kewenangan, Bella mengatakan bahwa instansinya sudah melakukan pengawasan berupa patroli serta memberikan edukasi kepada warga.
Diakuinya juga bahwa, aktivitas ini merupakan kejadian berulang oleh nelayan luar daerah dari tahun ke tahun, dan sudah pernah kita menahan beberapa kapal yang berasal dari Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan, namun disitu kita lakukan pembinaan dan menyuruh mereka pulang ke daerahnya.
Untuk tahun ini sendiri, kita telah namun belum menemukan mereka, karena ketika kita turun melakukan patroli pengawasan, laut sepi dan tidak tau mereka home base-nya dimana, sehingga informasi sangat kita butuhkan dari masyarakat.
Bella menuturkan, masyarakat tidak lepas dari tanggung jawab ini sendiri, dimana mereka memiliki kemampuan untuk mengusir mereka, oleh karena itu kita sudah melakukan penggalangan di desa-desa untuk adanya Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas), yang dapat mengambil tindakan langsung seperti penangkapan terhadap aktivitas ilegal di kawasan mereka.
Selain itu, Pemerintah Daerah juga dapat memberikan stresing terhadap aktivitas tersebut melalui adanya peraturan Bupati atau Walikota atau semacamnya yang pada intinya melarang masyarakatnya bekerjasama dengan nelayan dari luar, karena pengalaman kami nelayan dari luar ada bekerjasama dengan mereka.
Kita sudah memberikan pengetahuan kepada masyarakat sejauh ini melalui sosialisasi dan ketika melakukan pengawasan, dimana apa yang kita dapat dari beraktivitas nelayan dari luar daerah ini berdeda jauh dengan apa yang mereka dapatkan, karena telur ikan ini bernilai ekonomis tinggi.
"Saat ini mereka mencuri kalian punya harta, makanya ketika baku dapat mereka, itu kalian usir, karena apa yang kalian dapat itu rugi, baik dari pembelian daun kelapa ataupun setoran ke pihak-pihak warga," ujar Bella.
Ketika disinggung kebebasan beroperasi di seluruh perairan di Indonesia, Bella menandaskan, sesuai aturan Kementrian mengeluarkan izin kepada kapal perikanan berukuran diatas 30 GT, sedangkan kapal perikanan berukuran dibawah 30 GT Urat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, dan kapal berukuran dibawah 10 GT Pemerintah Daerah menerbitkan Tanda Dfatar Kapal Perikanan (TDKP), sementara kapal motor dari luar daerah yang beroperasi di daerah untuk mengambil telur ikan ini hanya berukuran dibawah 10 GT.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
"Informasi yang kami peroleh dari masyarakat, bahwa di perairan Kota Tual tepatnya di Tayando dan di Malra yakni Tanimbar Kei dan Ur Pulau bahwa nelayan luar daerah yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara kini malakukan aktivitas pengambilan telur ikan terbang," ungkap Kepala Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, Tommy Bella di Tual, Minggu.
Beraktivitasnya kapal-kapal motor tersebut, menurut Bella, masih akan diselidiki untuk memastikan keberadaan nelayan luar daerah itu.
Dijelaskan, untuk dapat beroperasinya kapal-kapal tersebut di wilayah ini perlu ada nota kesepahaman (MoU) antara kedua daerah dalam hal ini Pemerintah Sulawesi Selatan dan Provinsi Maluku, serta Pemerintah Sulawesi Tenggara dengan Provinsi Maluku, yang ditindak lanjuti dengan adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Dinas Kelautan daerah terkait.
Sejauh ini MoU antara Pemprov Maluku dan Sulawesi Selatan sudah ada, namun PKS-nya belum, sementara untuk Maluku dan Sulawesi Tenggara belum ada MoU dan PKS sama sekali.
"Sekalipun sudah ada MoU namun belum ada PKS maka mereka tidak boleh beraktivitas, dan jika kini mereka beroperasi di daerah ini sesuai informasi yang kita dapatkan, maka dapat kita katakan mereka ilegal," katanya.
DKP Maluku sendiri belum mengeluarkan persetujuan PKS dengan DKP Sulawesi Selatan di tahun 2021, sekalipun sudah ada surat dari mereka, karena pertimbangan utamanya yakni edaran Bupati dan Walikota Tual yang melarang nelayan dari luar masuk ke daerah ini akibat pandemi COVID-19, terang Bella.
Terkait kewenangan, Bella mengatakan bahwa instansinya sudah melakukan pengawasan berupa patroli serta memberikan edukasi kepada warga.
Diakuinya juga bahwa, aktivitas ini merupakan kejadian berulang oleh nelayan luar daerah dari tahun ke tahun, dan sudah pernah kita menahan beberapa kapal yang berasal dari Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan, namun disitu kita lakukan pembinaan dan menyuruh mereka pulang ke daerahnya.
Untuk tahun ini sendiri, kita telah namun belum menemukan mereka, karena ketika kita turun melakukan patroli pengawasan, laut sepi dan tidak tau mereka home base-nya dimana, sehingga informasi sangat kita butuhkan dari masyarakat.
Bella menuturkan, masyarakat tidak lepas dari tanggung jawab ini sendiri, dimana mereka memiliki kemampuan untuk mengusir mereka, oleh karena itu kita sudah melakukan penggalangan di desa-desa untuk adanya Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas), yang dapat mengambil tindakan langsung seperti penangkapan terhadap aktivitas ilegal di kawasan mereka.
Selain itu, Pemerintah Daerah juga dapat memberikan stresing terhadap aktivitas tersebut melalui adanya peraturan Bupati atau Walikota atau semacamnya yang pada intinya melarang masyarakatnya bekerjasama dengan nelayan dari luar, karena pengalaman kami nelayan dari luar ada bekerjasama dengan mereka.
Kita sudah memberikan pengetahuan kepada masyarakat sejauh ini melalui sosialisasi dan ketika melakukan pengawasan, dimana apa yang kita dapat dari beraktivitas nelayan dari luar daerah ini berdeda jauh dengan apa yang mereka dapatkan, karena telur ikan ini bernilai ekonomis tinggi.
"Saat ini mereka mencuri kalian punya harta, makanya ketika baku dapat mereka, itu kalian usir, karena apa yang kalian dapat itu rugi, baik dari pembelian daun kelapa ataupun setoran ke pihak-pihak warga," ujar Bella.
Ketika disinggung kebebasan beroperasi di seluruh perairan di Indonesia, Bella menandaskan, sesuai aturan Kementrian mengeluarkan izin kepada kapal perikanan berukuran diatas 30 GT, sedangkan kapal perikanan berukuran dibawah 30 GT Urat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, dan kapal berukuran dibawah 10 GT Pemerintah Daerah menerbitkan Tanda Dfatar Kapal Perikanan (TDKP), sementara kapal motor dari luar daerah yang beroperasi di daerah untuk mengambil telur ikan ini hanya berukuran dibawah 10 GT.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021