Ternate (ANTARA) - Direktorat Polairud Polda Maluku Utara (Malut) mengantisipasi praktik penangkapan ikan menggunakan bahan peledak yang dapat menyebabkan rusaknya terumbu karang dan biota laut, serta mengancam nyawa manusia.
Direktur Polisi Perairan dan Udara (Dirpolairud) Polda Malut, Kombes Pol. Azhari Juanda di Ternate, Kamis, menyatakan, untuk mengantisipasi kejahatan di wilayah perairan termasuk illegal fishing hingga destructive fishing di seluruh perairan, termasuk Malut, pihaknya melakukan upaya pencegahan melalui pembinaan masyarakat, patroli hingga penegakan hukum.
"Penegakan hukum merupakan upaya terakhir sebelum dilakukan upaya pencegahan dengan sosialisasi, dan ini sudah dilakukan selama beberapa tahun terakhir di perairan Malut," ujarnya.
Dia menyampaikan pencegahan pelanggaran di wilayah perairan bukan hanya menjadi tanggung jawab aparat keamanan, namun juga menjadi tanggungjawab bersama terutama masyarakat, dengan melaporkan setiap kejadian jika melihat atau mendengar adanya informasi dapat melaporkan ke kepolisian terdekat.
Sebab, menurutnya, semua pelanggaran yang terjadi di wilayah perairan dan ditangani oleh Ditpolairud di Malut, semuanya karena adanya laporan masyarakat.
"Beberapa tangkapan kami itu berdasarkan dari informasi masyarakat," ujarnya.
Dirinya menyatakan sudah mengetahui modus dan sudah melakukan pemetaan wilayah yang sering melakukan penangkapan ikan menggunakan peledak di wilayah perairan.
"Semuanya sudah kami petakan untuk wilayah yang sering menggunakan bahan peledak, kami juga sudah mengetahui modus yang sering dipakai, sehingga akan kami lakukan pencegahan dengan cara yang mungkin akan berbeda," katanya.
Apalagi, kata dia, Provinsi Malut merupakan Provinsi kepulauan di Indonesia dengan 75 persen merupakan wilayah perairan. Jumlah wilayah perairan yang luas ketimbang daratan tersebut, menyebabkan tingkat kerawanan mulai dari illegal fishing hingga destructive fishing kerap terjadi jika pengamanan laut tidak dilakukan dengan baik.
Dia menyebut, jenis kejahatan paling banyak yaitu tindak pidana paling banyak tahun lalu yakni illegal fishing dengan 10 kasus atau 66 persen dari keseluruhan jumlah kasus dan dengan jumlah penyelesaian perkara (CC) 100 persen, kemudian Tindak Pidana Pelayaran sebanyak 5 kasus dengan CC sejumlah 4 kasus atau 80 persen.