Kepolisian Daerah Riau sedang gencar memonitor aktivitas jual-beli secara ilegal satwa atau bagian hewan dilindungi di media sosial karena hal itu melanggar undang-undang dan mengancam kelestarian alam.
Kabid Humas Polda Riau, Komisaris Besar Polisi Sunarto, melalui pernyataannya di Pekanbaru, Selasa, juga mengimbau agar masyarakat dapat bersama-sama menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dengan melindungi satwa-satwa liar yang dilindungi dari penjualan, perburuan atau pembunuhan terhadap satwa yang dilindungi.
Baca juga: Akhirnya wujud babirusa di Pulau Buru yang dianggap mitos terekam, begini penjelasannya
"Imbauan ini kami sampaikan agar kita dapat mewariskannya kepada anak cucu kita," kata Sunarto.
Sebelumnya pada Jumat (2/7), aparat Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau meringkus AH (28) terkait tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. AH diduga akan menjual berupa paruh burung enggang atau rangkong (Buceros rhinoceros) serta kuku harimau sumatera.
Pelaku asal Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau ini, ditangkap di areal SPBU Pertamina di Jalan HR Soebrantas, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru saat sedang menunggu pembeli bagian satwa dilindungi itu.
Baca juga: Pembantaian gajah hingga tanpa kepala di Aceh, sebelum dipenggal mati diracun
AH menyatakan, paruh satwa burung rangkong berasal dari daerah Kalimantan yang dibeli melalui media sosial dengan harga Rp1,1 juta. Pelaku juga mengaku akan menjualnya dengan harga Rp15 juta.
Jumlah barang bukti yang berhasil disita sebanyak lima paruh burung enggang dan satu kuku harimau sumatera, yang akan dijual lagi.
AH dijerat pasal 21 ayat (2) huruf d juncto pasal 40 ayat (2) UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juncto pasal 55 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
Selain itu, dalam penjualan satwa paruh burung enggang itu juga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
Baca juga: Aktivis di Ambon kritisi pengelolaan sampah di kawasan konservasi, begini penjelasannya
Baca juga: Warga khawatirkan abrasi di kawasan pesisir pantai Ternate, waspadao bencana
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
Kabid Humas Polda Riau, Komisaris Besar Polisi Sunarto, melalui pernyataannya di Pekanbaru, Selasa, juga mengimbau agar masyarakat dapat bersama-sama menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dengan melindungi satwa-satwa liar yang dilindungi dari penjualan, perburuan atau pembunuhan terhadap satwa yang dilindungi.
Baca juga: Akhirnya wujud babirusa di Pulau Buru yang dianggap mitos terekam, begini penjelasannya
"Imbauan ini kami sampaikan agar kita dapat mewariskannya kepada anak cucu kita," kata Sunarto.
Sebelumnya pada Jumat (2/7), aparat Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau meringkus AH (28) terkait tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. AH diduga akan menjual berupa paruh burung enggang atau rangkong (Buceros rhinoceros) serta kuku harimau sumatera.
Pelaku asal Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau ini, ditangkap di areal SPBU Pertamina di Jalan HR Soebrantas, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru saat sedang menunggu pembeli bagian satwa dilindungi itu.
Baca juga: Pembantaian gajah hingga tanpa kepala di Aceh, sebelum dipenggal mati diracun
AH menyatakan, paruh satwa burung rangkong berasal dari daerah Kalimantan yang dibeli melalui media sosial dengan harga Rp1,1 juta. Pelaku juga mengaku akan menjualnya dengan harga Rp15 juta.
Jumlah barang bukti yang berhasil disita sebanyak lima paruh burung enggang dan satu kuku harimau sumatera, yang akan dijual lagi.
AH dijerat pasal 21 ayat (2) huruf d juncto pasal 40 ayat (2) UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juncto pasal 55 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
Selain itu, dalam penjualan satwa paruh burung enggang itu juga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
Baca juga: Aktivis di Ambon kritisi pengelolaan sampah di kawasan konservasi, begini penjelasannya
Baca juga: Warga khawatirkan abrasi di kawasan pesisir pantai Ternate, waspadao bencana
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021