Komisi I DPRD Maluku memfasilitasi persoalan pembayaran ganti rugi lahan pariwisata di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Pulau Ambon,  Kabupaten Maluku Tengah akibat adanya saling klaim kepemilikan lahan oleh warga.

"Kami meminta fokus di pantai Liang karena ditakutkan Pemprov Maluku salah membayar sesuai aspirasi yang masuk," kata Ketua Komisi I DPRD Maluku, Amir Rumra di Ambon, Senin.

Harapan Amir disampaikan saat memimpin rapat dengar pendapat antara Komisi I DPRD maluku dengan masyarakat Desa Liang serta Pemprov Maluku yang diwakili bagian Biro Hukum Setda setempat.

Baca juga: Pemkab Halteng janji selesaikan sengketa lahan objek wisata Nusliko

Sebelumnya Komisi I DPRD Maluku sejak empat hari lalu juga telah meninjau lokasi pantai Desa Liang yang menjadi objek sengketa tersebut guna mencari berbagai masukan.

"Yang mempunya kewenangan untuk memutuskan pembayaran lahan kepada pihak mana itu adalah pengadilan. Kita hanya  mengfasilitasi perbedaan yang ada agar tidak terjadi masalah," ujar Amir.

Sehingga semua aspirasi yang disampaikan ke DPRD Provinsi Maluku melalui Komisi I akan didalami.

Anggota komisi I DPRD Maluku, Benhur Watubun dalam rapat tersebut mempertanyakan objek lahan ASDP dan pantai Liang, apakah terdiri dari satu dati atau ada beberapa dati.

Pertanyaan Benhur dijawab Lutfi selaku salah satu perwakilan masyarakat yang mengatakan semuanya satu dati.

Baca juga: Pemilik lahan segel wisata Nusliko Halteng, ini sebabnya

Sementara mantan Kades Liang, Abdul Razak Opier mengaku menyesal masih ada pihak yang mengklaim dirinya sebagai pemilik lahan pantai Liang.

"Saya menyesal ada klaim sepihak sehingga diharapkan kepada Komisi I dan Biro Pemerintahan maupun Biro Hukum, termasuk Dinas Pariwisata Maluku untuk berhati-hati kepada orang yang mengklaim lahan itu," ujarnya.

Abdul Lessy yang merupakan keluarga Talib Lessy mengakui, banyak pihak memberikan keterangan di rapat seperti sinetron.

"Posisi mereka sebagai apa dan yang disampaikan mantan Raja Liang itu  kapasitas apa di negeri, sebab saya ini mantan anggota saniri dan sudah berperkara sejak 1972 dan kita bekerja berdasarkan keputusan hukum yang inkrah," tegasnya.

Dia mengisahkan, sejak 2008 melalui Biro Hukum Setda Maluku yang bersengketa dipanggil, bahkan negeri dan warga Desa Waai dilibatkan.

"Setelah melalui proses di Biro Hukum, mantan Sekda Ros Far- Far meminta penjelasan hukum dari Biro yang menjelaskan bahwa Thalib Lessy harus dibayar, namun saat itu Pemda belum mempunyai uang," jelasnya.

Kepala Biro Hukum Setda Maluku, Alawiyah Al Idrus menjelaskan, keturunan Thalib Lessy posisinya sebagai tergugat di Pengadilan Negeri Ambon, di mana telah dimenangkannya.

"Kami melakukan kajian hukum terkait pembayaran dan dana sudah tersedia, kemudian langkah pertama meminta penjelasan pengadilan dan dilakukan konsinyasi sehingga dananya sudah tersedia," katanya.

Baca juga: "Nen Dit Sakmas" cara masyarakat Kei jaga adat dan hormati perempuan, lestarikan budaya

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021