Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan rasa keprihatinannya atas keterlibatan 334 pelaku usaha terlibat kasus korupsi berdasarkan data penanganan perkara oleh lembaganya.
"Setidaknya terdapat 334 pelaku usaha menjadi pelaku tindak pidana korupsi berdasarkan data penanganan perkara KPK dari 2004 hingga 31 Maret 2021," kata Ghufron di Ambon, Jumat.
Pernyataan Ghufron disampaikan pada kegiatan sinergi pemberantasan korupsi dunia usaha Provinsi Maluku dalam rangka membangun iklim usaha yang kondusif dan bebas dari korupsi.
Dari data tersebut, kata Ghufron, modus terbanyak yang ditangani adalah penyuapan dan pengadaan barang dan jasa (PBJ).
Selain melibatkan penyelenggara negara, juga melibatkan pelaku usaha sebagai pihak yang menjadi pemberi suap atau menjadi penyedia barang dan jasa untuk pemerintah.
"Motifnya beragam, mulai dari balas jasa atas pekerjaan atau pelayanan yang telah diberikan hingga tujuan untuk mempertahankan hubungan bisnis dalam jangka panjang," terang Ghufron.
Hal ini menimbulkan keprihatinan bersama karena praktik korupsi dalam dunia usaha akan menimbulkan multiflier effect.
"Kondisi ini mengakibatkan inefisiensi proyek, kualitas yang buruk, serta harga barang/jasa yang jauh di atas harga sebenarnya," ujarnya.
Dalam koordinasi dengan pelaku usaha, KPK mencatat sejumlah persoalan yang harus dibenahi bersama, antara lain terkait transparansi dan akuntabilitas proses pengadaan barang dan jasa, kemudahan dalam perizinan, serta dukungan pemda dalam melibatkan pelaku usaha lokal dalam program pemerintah.
Di sisi lain, kata Ghufron, pelaku usaha berharap tidak ada lagi indikasi pengaturan pemenang tender dalam proses PBJ, sehingga tercipta proses yang adil dan bebas dari korupsi.
Demikian juga di sektor perizinan, Ghufron menjelaskan, pelaku usaha berharap tidak ada lagi tambahan biaya di luar prosedur ataupun persyaratan yang mempersulit kegiatan bisnis di daerah, dan waktu perizinan dipercepat.
Untuk itu, Ghufron berharap adanya kolaborasi antara pemerintah daerah, pelaku usaha, pemerintah pusat dan BUMN untuk memutus rantai korupsi tersebut dengan mengurai dan mencari solusi atas persoalan ini.
"Kehadiran KPK dalam forum ini untuk membangun harapan dan KPK akan mengawal tugas serta fungsi kita sesuai dengan koridor wewenang dan tanggung jawab masing-masing," ucapnya.
Untuk itu KPK meminta pemda dan instansi terkait lainnya serta badan usaha untuk memiliki satu visi yang sama dalam mewujudkan iklim usaha Indonesia yang sehat dan adil.
"Kami harapkan pemerintah dan instansi OPD terkait agar satu nafas, yaitu memastikan prosedur dan syaratnya pasti, maka dunia usahanya menjadi fair," katanya.
Menurut dia, yang dibutuhkan sektor usaha adalah dua hal, yaitu kepastian syarat dan prosedur serta persaingan usaha yang adil.
"Kalau dunia usaha tidak fair, rusaklah pasarnya, sehingga antara pemerintah dengan dunia usaha harus memiliki visi yang sama," tandasnya.
Wakil Gubernur Maluku Barnabas Nathaniel Orno sependapat bahwa risiko yang menimpa sektor usaha, swasta dan korporasi disebabkan karena berbelitnya perizinan, praktik penyuapan dan gratifikasi.
"Harus dibenahi dengan pembenahan sistem, sehingga dunia usaha dapat menjalankan usahanya dengan baik dan tidak ditemukan celah untuk melakukan suap dan gratifikasi dalam memuluskan usaha bisnisnya," tegas Barnabas Orno.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
"Setidaknya terdapat 334 pelaku usaha menjadi pelaku tindak pidana korupsi berdasarkan data penanganan perkara KPK dari 2004 hingga 31 Maret 2021," kata Ghufron di Ambon, Jumat.
Pernyataan Ghufron disampaikan pada kegiatan sinergi pemberantasan korupsi dunia usaha Provinsi Maluku dalam rangka membangun iklim usaha yang kondusif dan bebas dari korupsi.
Dari data tersebut, kata Ghufron, modus terbanyak yang ditangani adalah penyuapan dan pengadaan barang dan jasa (PBJ).
Selain melibatkan penyelenggara negara, juga melibatkan pelaku usaha sebagai pihak yang menjadi pemberi suap atau menjadi penyedia barang dan jasa untuk pemerintah.
"Motifnya beragam, mulai dari balas jasa atas pekerjaan atau pelayanan yang telah diberikan hingga tujuan untuk mempertahankan hubungan bisnis dalam jangka panjang," terang Ghufron.
Hal ini menimbulkan keprihatinan bersama karena praktik korupsi dalam dunia usaha akan menimbulkan multiflier effect.
"Kondisi ini mengakibatkan inefisiensi proyek, kualitas yang buruk, serta harga barang/jasa yang jauh di atas harga sebenarnya," ujarnya.
Dalam koordinasi dengan pelaku usaha, KPK mencatat sejumlah persoalan yang harus dibenahi bersama, antara lain terkait transparansi dan akuntabilitas proses pengadaan barang dan jasa, kemudahan dalam perizinan, serta dukungan pemda dalam melibatkan pelaku usaha lokal dalam program pemerintah.
Di sisi lain, kata Ghufron, pelaku usaha berharap tidak ada lagi indikasi pengaturan pemenang tender dalam proses PBJ, sehingga tercipta proses yang adil dan bebas dari korupsi.
Demikian juga di sektor perizinan, Ghufron menjelaskan, pelaku usaha berharap tidak ada lagi tambahan biaya di luar prosedur ataupun persyaratan yang mempersulit kegiatan bisnis di daerah, dan waktu perizinan dipercepat.
Untuk itu, Ghufron berharap adanya kolaborasi antara pemerintah daerah, pelaku usaha, pemerintah pusat dan BUMN untuk memutus rantai korupsi tersebut dengan mengurai dan mencari solusi atas persoalan ini.
"Kehadiran KPK dalam forum ini untuk membangun harapan dan KPK akan mengawal tugas serta fungsi kita sesuai dengan koridor wewenang dan tanggung jawab masing-masing," ucapnya.
Untuk itu KPK meminta pemda dan instansi terkait lainnya serta badan usaha untuk memiliki satu visi yang sama dalam mewujudkan iklim usaha Indonesia yang sehat dan adil.
"Kami harapkan pemerintah dan instansi OPD terkait agar satu nafas, yaitu memastikan prosedur dan syaratnya pasti, maka dunia usahanya menjadi fair," katanya.
Menurut dia, yang dibutuhkan sektor usaha adalah dua hal, yaitu kepastian syarat dan prosedur serta persaingan usaha yang adil.
"Kalau dunia usaha tidak fair, rusaklah pasarnya, sehingga antara pemerintah dengan dunia usaha harus memiliki visi yang sama," tandasnya.
Wakil Gubernur Maluku Barnabas Nathaniel Orno sependapat bahwa risiko yang menimpa sektor usaha, swasta dan korporasi disebabkan karena berbelitnya perizinan, praktik penyuapan dan gratifikasi.
"Harus dibenahi dengan pembenahan sistem, sehingga dunia usaha dapat menjalankan usahanya dengan baik dan tidak ditemukan celah untuk melakukan suap dan gratifikasi dalam memuluskan usaha bisnisnya," tegas Barnabas Orno.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021