Kegiatan Literasi Digital "Nitizen Fair 2021" yang digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Provinsi Maluku, Selasa, membahas pentingnya internet dalam pengenalan budaya di daerah.

Digelar di Hotel The Natsepa, Suli, Kabupaten Maluku Tengah, isu pentingnya internet dalam pengenalan budaya menjadi pembahasan khusus dalam sesi Digital Culture, dengan menghadirkan relawan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Maluku Harry Wellsy Bakarbessy, Ketua Wanita Penulis Indonesia (WPI) Provinsi Maluku Roesda Leikawa, dan penulis sekaligus penyair muda Ambon Eko Saputra Poceratu sebagai nara sumber.

Relawan Mafindo Maluku Harry Wellsy Bakarbessy mengatakan pengguna platform media sosial seperti Facebook dan WhatsApp harus berhati-hati dalam mengakses berbagai link untuk informasi tertentu yang dikirim oleh orang lain kepada mereka, karena dengan mengklik link tersebut akun pribadi akan diretas oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Harry yang anggota Jawara Internet Sehat mencontohkan media sosial Facebook misalnya, saat ini sedang marak terjadi penipuan dari akun-akun palsu berupa pengiriman video dengan gambar-gambar pornografi pada link tertentu, ketika link tersebut diklik oleh seseorang maka akun orang tersebut langsung diretas dan tidak bisa diakses lagi.

"Yang paling penting adalah bagaimana kesiapan masyarakat untuk menghadapi transformasi digital. Kita perlu berhati-hati dalam mengakses link tertentu yang dikirim oleh teman, bahkan keluarga karena bisa jadi akun mereka juga sudah diretas," katanya.

Senada dengan Harry, Ketua WPI Provinsi Maluku Roesda Leikawa mengatakan internet bisa digunakan secara baik untuk mempromosikan budaya sebagai salah satu jati diri bangsa, bisa melalui postingan tulisan kreatif, sastra dan budaya daerah agar lebih dikenal lagi oleh dunia.

Sebagai penulis, Roesda yang juga koordinator Mafindo Maluku mengaku mendapatkan pengalaman yang tidak terduga melalui internet, salah satu tulisannya mengenai budaya Maluku yang diposting di blog pribadinya dilirik oleh penulis di Belanda. Nama dan profil Roesda bahkan disebutkan dalam buku penulis itu.

"Saya pribadi bahkan tidak menyangka tulisan saya bisa sampai ke Belanda, padahal itu hanya diposting di blog, tapi karena internet tulisan saya dibaca oleh penulis di Belanda dan dia tertarik sekali untuk menerjemahkannya," kata Roesda.

Penulis dan penyair Eko Saputra Poceratu mengatakan sebagian besar pengguna media sosial aktif di Maluku adalah anak muda, sebagian besar dari mereka menggunakannya untuk bersenang-senang, ada pula yang membuat konten-konten yang tidak begitu bermanfaat dan terlalu mengikuti tren hingga salah kaprah.

Ia mencontohkan salah satu postingan video TikTok bagaimana orang tua merekam sendiri anaknya berjoget "patola" dengan gerakan goyangan yang tidak senonoh, lalu dipublikasikan dan dibagikan oleh banyak orang.

Menurut Eko yang juga seorang konten kreator, media digital bisa dimanfaatkan dalam memproduksi karya yang lebih bermanfaat, dari pada sekedar mengikuti tren. Karya-karya tersebut juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk menambah penghasilan ekonomi.

"Teman-teman, mari kita menggunakan media digital sebagai sarana untuk mempromosikan karya-karya dan hal-hal yang baik, sehingga tidak hanya bermanfaat bagi kita tapi juga bagi orang lain yang menontonnya," tandasnya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021