Polres Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, menyatakan oknum polisi di daerah tersebut kalah dalam sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Tobelo, dalam kasus dugaan pencabulan seorang siswi di Morotai.

Kapolres Pulau Morotai, AKBP A'an Hardiansyah dihubungi dari Ternate, Sabtu, mengatakan, praperadilan yang dilakukan oleh oknum polisi Bripka R itu setelah adanya penetapan tersangka dan sidang kode etik dilakukan di internal Polres Morotai.

"Tidak terima dengan penetapan tersangka, sehingga Bribka R keberatan dan mengajukan praperadilan di PN Tobelo, yang dimulai pada tanggal 19 hingga 24 November 2021 dan hasilnya dimenangkan oleh Polres Pulau Morotai," katanya.

Kapolres menyatakan, berdasarkan hasil putusan gugatan praperadilan yang diajukan oleh pemohon Bripka R, itu diputuskan oleh Hakim tunggal dengan menolak gugatan praperadilan secara seluruhnya.

"Sidang berjalan selama enam hari dan Polres Morotai melalui penyidik Satreskrim Polres Morotai menang dalam gugatan praperadilan tersebut," katanya.

Olehnya itu, saat ini Bripka R, sudah melaksanakan sidang kedua dengan perkara pencabulan dan atau perkosaan, dan sanksi sudah diberikan oleh saudra R yang telah diputuskan oleh sidang dewan kode etik.

"Dalam sidang kode etik profesi polri itu diputuskan kemarin kan PTDH atau pemecatan, dan saat ini R sedang menjalani sidang pidana umum," katanya.

Sehingga, Kapolda mengingatkan kepada seluruh anggota Polri terdapat tiga undang-undang yakni, pertama pidana umumnya, kedua kode etik dan ketiga disiplin, apabila ada anggota yang melanggar tiga UU tersebut akan dikenakan sanksi.

"Untuk Bripka R dikenakan dua UU yaitu, UU kode etik dan disiplin, karena UU disiplin dan kode etik ini boleh dikomulatifkan mana yang dipakai, tetapi itu tidak akan menggugurkan undang-undang pidana umum," katanya.

Begitu pula, untuk pemecatan secara resmi, belum dilakukan karena Bripka R saat ini sedang melakukan upaya banding ke tingkat Polda Malut.

"Untuk kasus ini, Polda Malut memutuskan, yang penting kami dari Polres Morotai telah memutuskan hasil sidang kode etik tersebut, yang didasari dengan fakta-fakta hukum dan juga keteragan saksi maupun alat bukti yang telah diatur dalam 184 KUHP," katanya.

Oleh karena itu, Kapolres menambahkan, untuk pemecatan secara fisiknya masih menunggu hasil banding, artinya pemecatan secara fisik ini bisa dilaksanakan tanpa dihadiri Bripka R itu juga tidak masalah.

Diketahui, pemohon mempermasalahkan tentang penetapan tersangka, penyitaan dan penahanan oleh termohon terhadap pemohon dengan mendalilkan Pasal 1 angka 10, Pasal 77 dan penjelasan Pasal 80 Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana dan putusan mahkamah konstitusi nomor 21/PPU-XII/2014, tanggal 28 April 2015.

Sehingga, termohon mengajukan jawaban atas gugatan pemohon, yang hanya terbatas pada materi yang dapat di ajukan ke sidang praperadilan berdasarkan Pasal 1 angka 10, Pasal 77 dan penjelasan Pasal 80 Undang-undang Nomor 8  tahun 1981 tentang hukum acara pidana dan putusan mahkamah konstitusi nomor 21/PPUXII/2014, tanggal 28 April 2015, tentang penetapan tersangka yang ditetapkan oleh termohon terhadap pemohon.

Baca juga: Polisi tangkap empat pelaku perkosaan berjamaah, korban saudara kakak beradik di bawah umur
Baca juga: Dosen Unej dituntut delapan tahun penjara dalam kasus pencabulan anak, begini penjelasannya

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021