Anggota Fraksi Gerindra DPRD Maluku Andi Munaswir, mengatakan bahwa rekonsiliasi menjadi solusi prioritas dalam penyelesaian konflik internal sesama warga Pelauw, Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.
"Agar tuntutan masyarakat itu dapat terlaksana maka perlu ada pemanggilan Gubernur Maluku dan Bupati Malteng, tokoh adat dan tokoh agama dari dua pihak duduk bersama guna membicarakan rekonsiliasi," kata Andi di Ambon, Selasa.
Menurut dia, 10 tahun ribuan warga Pelauw hidup dalam mengungsian itu merupakan waktu yang lama.
Kalau menyangkut upaya rekonstruksi dan rehabilitasi memang membutuhkan anggaran cukup besar, namun yang paling urgensi adalah rekonsiliasi perlu dilakukan terlebih dahulu.
"Jadi saya tegaskan lagi biar tidak berlarut-larut karena sudah cukup lama dan saya punya cukup banyak kerabat baik orang Pelauw muka maupun belakang agar kembali bisa hidup berdampingan dan damai," ucapnya.
Sebab kalau memang keinginan utamanya adalah kembali ke Negeri Pelauw maka DPRD akan upayakan itu, sehingga harus diambil berbagai langkah konkrit sesuai apa yang menjadi tuntutan masyarakat pengungsi.
Anggota F-PKB DPRD Maluku, Muin Refra mengatakan, hal-hal yang prinsipil seperti 1 Muharam itu adalah penyelesaian di internal mereka dan saya minta agar kita DPRD fokus untuk penanganan masalah pengungsi.
"Kita juga harus meminta pertanggungjawaban Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah," tegas Muin.
Patut diketahui bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun 2011 dan berlanjut 2012, kemudian tahun 2021 baru diketahui DPRD Maluku secara kelembagaan, dan surat masuk pada November 2021 baru ada atensi.
Sehingga atensi ini mudah-mudahan ditindaklanjuti secara nyata dan proaktif melakukan koordinasi pada seluruh level eksekutif sehingga penanganannya bisa dilakukan secara intensif.
Baca juga: DPRD Maluku respon keinginan pengungsi kembali ke pelauw, selesaikan masalah internal
Baca juga: Ratusan pengungsi Pelauw bertahan di gedung DPRD Maluku
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
"Agar tuntutan masyarakat itu dapat terlaksana maka perlu ada pemanggilan Gubernur Maluku dan Bupati Malteng, tokoh adat dan tokoh agama dari dua pihak duduk bersama guna membicarakan rekonsiliasi," kata Andi di Ambon, Selasa.
Menurut dia, 10 tahun ribuan warga Pelauw hidup dalam mengungsian itu merupakan waktu yang lama.
Kalau menyangkut upaya rekonstruksi dan rehabilitasi memang membutuhkan anggaran cukup besar, namun yang paling urgensi adalah rekonsiliasi perlu dilakukan terlebih dahulu.
"Jadi saya tegaskan lagi biar tidak berlarut-larut karena sudah cukup lama dan saya punya cukup banyak kerabat baik orang Pelauw muka maupun belakang agar kembali bisa hidup berdampingan dan damai," ucapnya.
Sebab kalau memang keinginan utamanya adalah kembali ke Negeri Pelauw maka DPRD akan upayakan itu, sehingga harus diambil berbagai langkah konkrit sesuai apa yang menjadi tuntutan masyarakat pengungsi.
Anggota F-PKB DPRD Maluku, Muin Refra mengatakan, hal-hal yang prinsipil seperti 1 Muharam itu adalah penyelesaian di internal mereka dan saya minta agar kita DPRD fokus untuk penanganan masalah pengungsi.
"Kita juga harus meminta pertanggungjawaban Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah," tegas Muin.
Patut diketahui bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun 2011 dan berlanjut 2012, kemudian tahun 2021 baru diketahui DPRD Maluku secara kelembagaan, dan surat masuk pada November 2021 baru ada atensi.
Sehingga atensi ini mudah-mudahan ditindaklanjuti secara nyata dan proaktif melakukan koordinasi pada seluruh level eksekutif sehingga penanganannya bisa dilakukan secara intensif.
Baca juga: DPRD Maluku respon keinginan pengungsi kembali ke pelauw, selesaikan masalah internal
Baca juga: Ratusan pengungsi Pelauw bertahan di gedung DPRD Maluku
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021