Pejabat Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Niken Wuri Handayani mengatakan, untuk satwa liar yang sifatnya sudah seperti manusia sulit untuk dilepasliarkan sehingga membutuhkan proses.
“Jadi kalau burung yang sudah bisa berbicara itu kita harus benar-benar latih untuk jadi liar lagi. Itu sangat membutuhkan proses yang sangat lama sekali. Jadi ini memang sulit, kita berusaha untuk konservasi satwa ini,” kata Niken di Ambon, Kamis.
Ia menjelaskan, untuk satwa yang bisa diberi makanan seperti makanan manusia pada umumnya, akan kesulitan survive jika berada di alam bebas.
“Jadi ketika mereka lepas di alam nanti tidak bisa survive, itu yang dikhawatirkan. Jadi kalau nanti di alam bisa-bisa mereka tunggu dikasih makan dulu baru mau makan,” ujarnya.
Dikatakan Niken, setiap satwa yang ditangkap dari masyarakat, untuk pertama harus direscue atau diselamatkan, kemudian dimasukan ke pusat rehabilitasi dengan tujuan meliarkan satwa itu kembali. Apabila sudah liar, lalu di habituasi baru dilepasliarkan.
“Karena syarat untuk dilepasliarkan itu pertama harus liar, kedua harus sehat. Jadi tidak ada cacat sama sekali, tidak ada apa apa,” katanya.
Menurutnya, ketika satwa yang ditangkap meskipun memenuhi persyaratan liar, mereka akan tetap masuk pada proses rehabilitasi.
“Jika satwanya ternyata lulusnya cepat ya langsung kita lepas liarkan,” tuturnya.
Ia berharap, masyarakat dapat menjaga dan melindungi satwa di kawasan konservasi itu sangat penting, dan tidak lagi menangkap satwa dan mencoba memperjualbelikannya secara ilegal.
“Harusnya kita bangga ada satwa ini di daerah kita. Jangan malah dijual sembarangan, dan tidak dilindungi,” pungkas Niken.
Baca juga: Dirjen KSDAE Resmikan Pusat Konservasi Satwa Kepulauan Maluku
Baca juga: BKSDA libatkan 30 KPA Maluku jadi kader konservasi di Kota Ambon, begini penjelasannya
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022