Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku Utara memeriksa sejumlah pegawai RSU Chasan Boesoerie Ternate terkait laporan kasus dugaan korupsi pemotongan uang tambahan penghasilan pegawai (TPP) yang dialami sekitar 900 orang pegawai rumah sakit itu.
"Penyidik telah memeriksa 11 orang pegawai RSU, tiga orang di antaranya berstatus dokter," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Maluku Utara Richard Sinaga di Ternate, Selasa.
Menurut ia, pemeriksaan terhadap sejumlah saksi itu dilakukan sejak Jumat (26/8) sebanyak delapan orang dan dilanjutkan pemeriksaan tiga saksi pada pada Senin (29/8).
Pemeriksaan saksi itu menindaklanjuti laporan dari pegawai RSU Chasan Boesoerie Ternate terkait tuntutan untuk menyelidiki dugaan pemotongan TPP selama 10 bulan, jasa pelayanan BPJS, pemotongan TPP secara sepihak manajemen RSU, dan 50 persen TPP yang melekat pada hari raya sesuai Peraturan Presiden.
Baca juga: KPK dalami dugaan korupsi persetujuan pembangunan gerai Alfamidi di Kota Ambon
Akibatnya, hak-hak para perawat dan dokter belum terbayar selama 10 bulan, dengan rincian tiga bulan pada tahun 2020, dua bulan pada 2021 dan lima bulan pada 2022.
Selain itu, jasa pelayanan BPJS Kesehatan yang belum dibayarkan terhitung bulan Maret 2022 sampai sekarang, pada dana BPJS sudah masuk ke kas RSUD Chasan Boesoerie sampai bulan Juli 2022.
Sementara itu, Koordinator aksi pegawai RSU Chasan Boesoerie Ternate Yuslan Gani menyatakan sebanyak 900 orang pegawai medis dan nonmedis belum menerima pembayaran TPP selama beberapa bulan pada 2021 dan 2022 karena diduga ada pemotongan TPP sebesar Rp1 juta untuk pegawai nonmedis dan Rp500 ribu untuk pegawai medis.
Baca juga: Jaksa tuntut terdakwa korupsi Dana Desa Rukun Jaya 5,5 tahun penjara, begini penjelasannya
Bahkan, saat pegawai menanyakan gaji, selalu mendapat ancaman dari petinggi RSU Chasan Boesoerie Ternate. Sebagian pegawai pun berkomitmen untuk sementara waktu tidak akan memberikan pelayanan kepada pasien apabila manajemen rumah sakit tidak menuntaskan pembayaran TPP.
Sebelumnya, Direktur RSU Chasan Boesoerie Ternate dr. Syamsul Bahri mengakui pemotongan TPP dilakukan sesuai Peraturan Gubernur Maluku Utara.
Syamsul mencontohkan jika pegawai RSU mendapat TPP sebesar Rp10 juta, tetapi, jika pendapatan RSU naik, otomatis karyawan mendapat kenaikan TPP hingga sebesar Rp20 juta. Namun, kalau pendapatan RSU turun, jumlah TPP juga ikut turun sesuai dengan pendapatan yang diperoleh karena RSU sudah berstatus Badan Layanan Umum (BLU).
Sedangkan dana RSU Chasan Boesoerie Ternate yang dialokasikan melalui APBD digunakan untuk penyediaan obat-obatan dan kebutuhan lainnya, tidak diperbolehkan untuk pembayaran jasa TPP.
Baca juga: Jampidsus Kejagung jadwalkan periksa Surya Darmadi sebagai tersangka hari ini
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022
"Penyidik telah memeriksa 11 orang pegawai RSU, tiga orang di antaranya berstatus dokter," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Maluku Utara Richard Sinaga di Ternate, Selasa.
Menurut ia, pemeriksaan terhadap sejumlah saksi itu dilakukan sejak Jumat (26/8) sebanyak delapan orang dan dilanjutkan pemeriksaan tiga saksi pada pada Senin (29/8).
Pemeriksaan saksi itu menindaklanjuti laporan dari pegawai RSU Chasan Boesoerie Ternate terkait tuntutan untuk menyelidiki dugaan pemotongan TPP selama 10 bulan, jasa pelayanan BPJS, pemotongan TPP secara sepihak manajemen RSU, dan 50 persen TPP yang melekat pada hari raya sesuai Peraturan Presiden.
Baca juga: KPK dalami dugaan korupsi persetujuan pembangunan gerai Alfamidi di Kota Ambon
Akibatnya, hak-hak para perawat dan dokter belum terbayar selama 10 bulan, dengan rincian tiga bulan pada tahun 2020, dua bulan pada 2021 dan lima bulan pada 2022.
Selain itu, jasa pelayanan BPJS Kesehatan yang belum dibayarkan terhitung bulan Maret 2022 sampai sekarang, pada dana BPJS sudah masuk ke kas RSUD Chasan Boesoerie sampai bulan Juli 2022.
Sementara itu, Koordinator aksi pegawai RSU Chasan Boesoerie Ternate Yuslan Gani menyatakan sebanyak 900 orang pegawai medis dan nonmedis belum menerima pembayaran TPP selama beberapa bulan pada 2021 dan 2022 karena diduga ada pemotongan TPP sebesar Rp1 juta untuk pegawai nonmedis dan Rp500 ribu untuk pegawai medis.
Baca juga: Jaksa tuntut terdakwa korupsi Dana Desa Rukun Jaya 5,5 tahun penjara, begini penjelasannya
Bahkan, saat pegawai menanyakan gaji, selalu mendapat ancaman dari petinggi RSU Chasan Boesoerie Ternate. Sebagian pegawai pun berkomitmen untuk sementara waktu tidak akan memberikan pelayanan kepada pasien apabila manajemen rumah sakit tidak menuntaskan pembayaran TPP.
Sebelumnya, Direktur RSU Chasan Boesoerie Ternate dr. Syamsul Bahri mengakui pemotongan TPP dilakukan sesuai Peraturan Gubernur Maluku Utara.
Syamsul mencontohkan jika pegawai RSU mendapat TPP sebesar Rp10 juta, tetapi, jika pendapatan RSU naik, otomatis karyawan mendapat kenaikan TPP hingga sebesar Rp20 juta. Namun, kalau pendapatan RSU turun, jumlah TPP juga ikut turun sesuai dengan pendapatan yang diperoleh karena RSU sudah berstatus Badan Layanan Umum (BLU).
Sedangkan dana RSU Chasan Boesoerie Ternate yang dialokasikan melalui APBD digunakan untuk penyediaan obat-obatan dan kebutuhan lainnya, tidak diperbolehkan untuk pembayaran jasa TPP.
Baca juga: Jampidsus Kejagung jadwalkan periksa Surya Darmadi sebagai tersangka hari ini
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022