Negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah menandatangani perjanjian, Kamis, untuk mengambilalih komando operasi militer di Libya dalam beberapa hari ini dari koalisi pimpinan Inggris, Prancis dan Amerika Serikat.
"Negara-negara NATO telah menyepakati untuk melancarkan perencanaan akhir guna memungkinkannya pengambilalihan komando dari koalisi pada Senin atau Selasa," kata seorang diplomat, yang minta tidak disebutkan namanya.
Sumber diplomatik lainnya memperingatkan, bagaimanapun, bahwa perinciannya masih akan disusun mengenai zona larangan terbang yang dilaksanakan oleh koalisi sejak Sabtu lalu karena keberatan Ankara pada serangan terhadap rezim Muamar Gaddafi.
Setelah beberapa hari pembicaraan yang sulit, pembicaraan terus dilakukan Kamis malam di markas besar NATO di Brussels.
Di Ankara, Menlu Turki Ahmet Davutoglu juga mengumumkan pengambialihan oleh NATO itu setelah pembicaraan melalui telpon dengan timpalannya dari AS, Prancis dan Inggris.
"Koalisi yang dibentuk setelah pertemuan di Paris akan melepaskan misinya dan menyerahkan seluruh operasi pada NATO dengan struktur komando tunggalnya," kata Davutoglu, menurut kantor berita Anatolia.
Beberapa sekutu NATO, termasuk Inggris dan Italia, menginginkan aliansi 28 anggota itu untuk memimpin operasi tersebut.
Tapi Paris pada awalnya berkeberatan dengan alasan misi terbang di bawah bendera NATO akan menjauhkan sekutu Arab yang mencurigai mesin militer Barat.
Beberapa negara Arab bergabung dengan serangan militer itu, dengan Qatar satu-satunya negara yang menyumbang jet tempur.
Turki, satu-satunya anggota Muslim dalam NATO, menyumbang satu kapal selam dan beberapa kapal perang untuk melaksanakan embargo senjata di lautan. Dan parlemennya Kamis menyetujui pengiriman pasukan angkatan laut ketika pemerintah yang berakar Islam enggan ikut serangan militer.
PM Recep Tayyip Erdogan telah mengecam serangan koalisi, mengatakan "kami telah menyaksikan pada masa lalu bahwa operasi seperti itu tidak bermanfaat dan bahkan sebaliknya, menambah korban jiwa, berubah menjadi pendudukan dan merusak dengan serius persatuan negara".
Katika Washington mendesakkan pengalihan komando, para utusan NATO telah bertemu di markas besar selama beberapa hari untuk membicarakan masalah itu.
Satu kompromi berdasar pembicaraan akan membolehkan negara yang menentang serangan, seperti Turki, untuk memilih keluar dari operasi, sementara yang lainnya dapat mengambil bagian dalam serangan itu, kata beberapa diplomat.
Menteri Pertahanan Italia Ignacio La Russa, Kamis, mengajukan dua kemungkinan misi udara di atas Libya, satu dipimpin oleh NATO dan kedua "zona larangan terbang plus" dengan mandat lebih luas yang akan mengijinkan serangan terhadap sasaran-sasaran di darat.
Sekutu masih harus menyusun struktur politik operasi serangan itu, katanya.
Italia menuduh Prancis "keras kepala" dan mengancam untuk menarik kembali kendali tujuh pangkalan udara yang negara itu tawarkan untuk operasi zona larangan terbang jika penyerahan komando tak dicapai.
Menlu Inggris William Hague mengatakan London menginginkan "pengalihan ke komando dan kendali NATO secepat mungkin".
PM Belanda Mark Rutte memperingatkan negaranya hanya akan mengambil bagian dalam zona larangan terbang yang dipimpin oleh NATO.
Para pemimpin Eropa, yang terpecah soal Libya setelah Jerman mengoyak barisan sekutu dengan menolak mendukung resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyetujui serangan itu, sedang bekerja untuk mengatasi perbedaan pada pertemuan puncak dua hari yang dibuka Kamis.
Jerman yang menghadiri pembicaraan itu meminta embargo minyak "total" terhadap rezim Gaddafi, sementara yang lain minta ditingkatkannya pengakuan terhadap pemberontak Libya.
"Ada bentuk membari-dan-menerima yang dirundingkan antara sikap-sikap itu," kata satu sumber diplomatik.
Negara-negara yang mengambil bagian dalam aksi militer, seperti Inggris, Prancis dan Italia, kurang condong untuk meningkatkan sanksi, kata seorang diplomat EU.
Prancis, bagamanapun, diperkirakan akan mendesak EU untuk menambah dukungan politik pada pemberontak anti-Gaddafi di dewan transisi sementara dengan mengakui mereka sebagai "sah" ketimbang hanya teman bicara "politik" -- status yang diputuskan pada pertemuan puncak EU awal bulan ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2011
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2011