Ambon (Antara Maluku) - Wakil Gubernur Sulawesi Tengah H. Soedarto menyatakan daerahnya masih terus diprovoksasi dengan isu-isu menyesatkan dengan tujuan mengulang konflik yang pernah terjadi namun ketahanan masyarakat cukup kuat sehingga bisa menangkal provokasi itu.
"Masih ada upaya agar Sulteng, terutama Poso kembali timbul konflik bernuansa SARA, makanya berbagai komponen bangsa saat ini bersatu padu untuk memerangi upaya provokasi melalui isu-isu menyesatkan," katanya pada Pertemuan Pemuda Dunia untuk Perdamaian dan Harmoni (World Youth Forum on Peace and Harmony) di Ambon, Sabtu.
Soedarto mengemukakan, diiusukan ada gereja di Poso yang dibakar guna memancing emisonal umat Kristen. Begitu pun pasar terbakar guna menciptakan opini terhadap stabilitas keamanan di Sulteng terutama Poso rawan.
"Itu hanya isu belaka. Pastinya upaya penyebaran isu-isu seperti itu di Sulteng, terutama Poso masih banyak dan berlangsung hingga saat ini," tegas Wagub.
Hanya saja, menurut dia, pendekatan budaya diintensifkan dengan dukungan semua komponen bangsa, makanya upaya provokasi tersebut tidak memancing emosional masyarakat.
"Jadinya jangan takut berkunjung ke Poso maupun Sulteng karena secara umum stabilitas keamanan di sana semakin kondusif," ujar Wagub.
Dia mengakui bahwa konflik di Sulteng, terutama Poso awalnya dipicu dua pemuda mabuk yang berkelahi sehingga terjadi penganiayaan.
Massa terprovokasi sehingga menyulut pertikaian yang awalnya di kota, selanjutnya berkembang hingga ke desa.
Sulteng, terutama Poso itu mengalami awal konflik pada akhir 1998 - 16 April 2000 dengan isu oknum elit politik yang bermain dan aksi teror bom pada 2002-2005 dengan 10 kali peledakan bom.
"Perjanjian Malino pada 18 Oktober 2001 yang menyadarkan masyarakat di Sulteng agar jangan mudah terprovokasi untuk terjadi konflik dan syukurlah hingga saat ini masyarakat memelihara keamanan," ujar Wagub.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2011
"Masih ada upaya agar Sulteng, terutama Poso kembali timbul konflik bernuansa SARA, makanya berbagai komponen bangsa saat ini bersatu padu untuk memerangi upaya provokasi melalui isu-isu menyesatkan," katanya pada Pertemuan Pemuda Dunia untuk Perdamaian dan Harmoni (World Youth Forum on Peace and Harmony) di Ambon, Sabtu.
Soedarto mengemukakan, diiusukan ada gereja di Poso yang dibakar guna memancing emisonal umat Kristen. Begitu pun pasar terbakar guna menciptakan opini terhadap stabilitas keamanan di Sulteng terutama Poso rawan.
"Itu hanya isu belaka. Pastinya upaya penyebaran isu-isu seperti itu di Sulteng, terutama Poso masih banyak dan berlangsung hingga saat ini," tegas Wagub.
Hanya saja, menurut dia, pendekatan budaya diintensifkan dengan dukungan semua komponen bangsa, makanya upaya provokasi tersebut tidak memancing emosional masyarakat.
"Jadinya jangan takut berkunjung ke Poso maupun Sulteng karena secara umum stabilitas keamanan di sana semakin kondusif," ujar Wagub.
Dia mengakui bahwa konflik di Sulteng, terutama Poso awalnya dipicu dua pemuda mabuk yang berkelahi sehingga terjadi penganiayaan.
Massa terprovokasi sehingga menyulut pertikaian yang awalnya di kota, selanjutnya berkembang hingga ke desa.
Sulteng, terutama Poso itu mengalami awal konflik pada akhir 1998 - 16 April 2000 dengan isu oknum elit politik yang bermain dan aksi teror bom pada 2002-2005 dengan 10 kali peledakan bom.
"Perjanjian Malino pada 18 Oktober 2001 yang menyadarkan masyarakat di Sulteng agar jangan mudah terprovokasi untuk terjadi konflik dan syukurlah hingga saat ini masyarakat memelihara keamanan," ujar Wagub.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2011