Ambon (Antara Maluku) - Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) di Provinsi Maluku pernah masuk wilayah administrtatif Provinisi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dikenal dengan sebutan Residence Timor pada zaman kolonial Belanda, pada 1925.

"Kajian historis inilah yang menyebabkan Pemprov NTT belakangan ini ikut mengusulkan ke pemerintah pusat untuk mendapatkan Participating Interest (PI) sebesar sepuluh persen dari pengelolaan migas di Blok Masela," kata Ketua komisi B, DPRD Maluku, Melky Frans di Ambon, Kamis.

Pemprov NTT juga mengklaim 200 mil laut dari wilayah Provinsi Maluku yang ada di kawasan sumber migas itu juga ada benarnya.

Apalagi sampai saat ini, penguasaan wilayah laut di kawasan MBD masih berada di bawah Provinsi NTT, sebagai bukti pemasangan rambu-rambu laut dan peralatan navigasi lainnya masih ditangani daerah itu.

Selain itu, kawasan laut MBD tidak termasuk dalam wilayah Lantamal IX Ambon, tetapi masih berada dan diatur oleh Pangkalan TNI-AL di Provinsi NTT.

"Buktinya, seluruh Pos Angkatan Laut di seluruh kabupaten MBD bukan berasal dari Maluku, namun didatangkan dari NTT. Dasar-dasar inilah yang membuat mereka mengklaim. Oleh sebab itu tidak ada pilihan lain kecuali Pemprov Maluku lebih giat dalam memperjuangkan PI sepuluh persen," kata Melky Frans.

"Kita juga harus membangun komunikasi yang lebih intensif dengan pemerintah pusat," tandasnya.

Menurut dia, pengajuan PI sepuluh persen yang diperjuangkan Pemprov NTT dan Pertamina yang menghalang-halangi dan mencoba untuk mendapatkan PI dari pengelolaan migas di Blok Masela telah menimbulkan hambatan bagi Provinsi Maluku.

Namun, katanya, patut disyukuri jika perjuangan mendapatkan PI itu tinggal satu tahap di Kementerian ESDM.

"Jumat (7/10), DPRD bersama Pemprov Maluku akan menemui Menteri dalam rangka membicarakan PI blok Masela. Dari pertemuan itu diharapkan semua permasalahan bisa diselesaikan secara tuntas," demikian Melky Frans.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2011