Ambon (Antara Maluku) - Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Kota Ambon masih membutuhkan penyandang dana untuk membiayai pendidikan siswa-siswinya.
"Kami memang mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah Maluku, tapi belum mencukupi kebutuhan pendidikan murid-murid di sini," kata Kepala Sekolah SLB Negeri Kota Ambon Endah Pertiwi kepada ANTARA di Ambon, Kamis.
Ia mengatakan, kebutuhan penyandang dana dikarenakan pihaknya tidak membebankan pembayaran iuran Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) bagi para murid, yang sebagian besar berasal dari masyarakat kalangan menengah ke bawah.
SLB Negeri Kota Ambon juga tidak menarik ongkos pendidikan dalam bentuk apapun, termasuk uang pangkal atau biaya pendaftaran bagi siswa yang mendaftar di sana.
"Jangankan membayar SPP, untuk penyediaan alat kelengkapan ujian dan ongkos ke sekolah saja mereka sangat kesulitan, maka sebisa mungkin kami tidak membebankan biaya pendidikan pada siswa," katanya.
Menurut Pertiwi, untuk memenuhi kebutuhan alat-alat praktek ataupun biaya ujian siswa, para guru mengajarkan kerajinan tenun dan kerang karya murid-murid dalam mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok), hasilnya kemudian dipasarkan.
Selain untuk membantu syaraf motorik para siswa, praktek meronce dan kerajinan tangan dimaksudkan untuk mempersiapkan masa depan murid-murid luar biasa tersebut.
"Memang hasil kerja mereka masih sangat sederhana, tapi biayanya cukup mampu menutupi kekurangan akan bahan-bahan praktek dan kebutuhan peralatan ujian," ucapnya.
Ia menjelaskan, pihaknya pernah mengusahakan bantuan dana melalui komite sekolah, tapi gagal karena banyak orang tua yang tidak mampu membayar iuran komite yang ditetapkan, yakni Rp5.000 per bulan.
Kesulitan keuangan orang tua murid menyebabkan banyak siswa sering tidak masuk sekolah, bahkan terpaksa berhenti dari bangku pendidikan.
Dari 105 siswa luar biasa tingkat TK - SMA yang terdaftar di SLB Negeri Kota Ambon, terkadang dalam satu atau dua semester hanya 60 hingga 90 murid yang aktif bersekolah.
"Kami sangat memahami kondisi keuangan orang tua murid. Yang terpenting adalah anak-anak ini tetap bisa melanjutkan pendidikan. Meski cacat, mereka juga memiliki hak untuk mengecap bangku pendidikan," ucapnya.
Menurut dia, pihaknya pernah mengusahakan untuk menampung 25 orang murid di asrama, tapi terpaksa dihentikan karena pihak sekolah tidak mampu membiayai kehidupan sehari-hari 25 murid yang berasal dari keluarga tidak mampu tersebut.
"Kami pernah menampung 25 siswa yang kami anggap sangat tidak mampu, di asrama sekolah, tapi terpaksa dihentikan karena tidak ada biaya," katanya menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2012
"Kami memang mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah Maluku, tapi belum mencukupi kebutuhan pendidikan murid-murid di sini," kata Kepala Sekolah SLB Negeri Kota Ambon Endah Pertiwi kepada ANTARA di Ambon, Kamis.
Ia mengatakan, kebutuhan penyandang dana dikarenakan pihaknya tidak membebankan pembayaran iuran Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) bagi para murid, yang sebagian besar berasal dari masyarakat kalangan menengah ke bawah.
SLB Negeri Kota Ambon juga tidak menarik ongkos pendidikan dalam bentuk apapun, termasuk uang pangkal atau biaya pendaftaran bagi siswa yang mendaftar di sana.
"Jangankan membayar SPP, untuk penyediaan alat kelengkapan ujian dan ongkos ke sekolah saja mereka sangat kesulitan, maka sebisa mungkin kami tidak membebankan biaya pendidikan pada siswa," katanya.
Menurut Pertiwi, untuk memenuhi kebutuhan alat-alat praktek ataupun biaya ujian siswa, para guru mengajarkan kerajinan tenun dan kerang karya murid-murid dalam mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok), hasilnya kemudian dipasarkan.
Selain untuk membantu syaraf motorik para siswa, praktek meronce dan kerajinan tangan dimaksudkan untuk mempersiapkan masa depan murid-murid luar biasa tersebut.
"Memang hasil kerja mereka masih sangat sederhana, tapi biayanya cukup mampu menutupi kekurangan akan bahan-bahan praktek dan kebutuhan peralatan ujian," ucapnya.
Ia menjelaskan, pihaknya pernah mengusahakan bantuan dana melalui komite sekolah, tapi gagal karena banyak orang tua yang tidak mampu membayar iuran komite yang ditetapkan, yakni Rp5.000 per bulan.
Kesulitan keuangan orang tua murid menyebabkan banyak siswa sering tidak masuk sekolah, bahkan terpaksa berhenti dari bangku pendidikan.
Dari 105 siswa luar biasa tingkat TK - SMA yang terdaftar di SLB Negeri Kota Ambon, terkadang dalam satu atau dua semester hanya 60 hingga 90 murid yang aktif bersekolah.
"Kami sangat memahami kondisi keuangan orang tua murid. Yang terpenting adalah anak-anak ini tetap bisa melanjutkan pendidikan. Meski cacat, mereka juga memiliki hak untuk mengecap bangku pendidikan," ucapnya.
Menurut dia, pihaknya pernah mengusahakan untuk menampung 25 orang murid di asrama, tapi terpaksa dihentikan karena pihak sekolah tidak mampu membiayai kehidupan sehari-hari 25 murid yang berasal dari keluarga tidak mampu tersebut.
"Kami pernah menampung 25 siswa yang kami anggap sangat tidak mampu, di asrama sekolah, tapi terpaksa dihentikan karena tidak ada biaya," katanya menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2012