Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan pengembangan kebijakan yang tepat, termasuk kebijakan fiskal, menutup kesenjangan atau gap pengetahuan di angkatan kerja Indonesia.
Maka dari itu, kata dia, alat fiskal harus terus dikembangkan agar kita mampu mengisi kesenjangan pengetahuan tersebut serta memastikan bahwa perekonomian akan didasarkan pada produktivitas dan inovasi.
"Untuk itu Indonesia mengeluarkan 20 persen dana dari Anggaran Pendidikan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan," ujar Sri Mulyani dalam acara Indonesia-Europe Investment Summit 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Tahun ini, APBN mengalokasikan dana Rp608,3 triliun untuk pendidikan atau 20 persen dari kas negara. Alokasi tersebut meliputi Rp233,9 triliun belanja pemerintah pusat, Rp305 triliun Transfer ke Daerah, serta Rp69,5 triliun dana abadi pendidikan.
Ia menyebutkan, kesenjangan pengetahuan di Tanah Air disebabkan oleh bonus demografi yang belum disertai dengan pengetahuan dan kemampuan yang tinggi.
Baca juga: Sri Mulyani lakukan koordinasi terkait aset negara di IKN maupun Jakarta
Pasalnya, mayoritas angkatan kerja di Indonesia hanya berasal dari lulusan Sekolah Dasar (SD), yakni sebanyak 52,84 juta atau setara dengan 35,78 persen dari keseluruhan angkatan kerja.
Selanjutnya, angkatan kerja terbanyak diisi oleh lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 30,84 juta atau 20,88 persen, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 26,1 juta atau 17,67 persen, serta Sekolah Menengah Kejuruan 19,11 juta atau 12,94 persen.
Sri Mulyani mengungkapkan, kondisi tersebut justru berbanding terbalik dengan angkatan kerja yang berasal dari lulusan Sarjana/Master/Doktor yang hanya sebanyak 10,31 persen atau 15,23 juta, serta lulusan Diploma I/II/III/Akademisi yang sebanyak 2,42 persen atau 3,58 juta.
"Jadi angkatan kerjanya masih muda, itu yang seharusnya positif, tetapi generasi mudanya tidak berpendidikan dan kurang pengetahuan, itu jadi masalah," tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Menkeu, perhatian terhadap bagaimana mengisi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan tersebut merupakan salah satu hal yang paling penting.
Tak hanya kebijakan fiskal, menurut dia, perbaikan kebijakan pendidikan, termasuk menghubungkan dan mencocokkan (link and match) pendidikan kejuruan
Ke depan, adopsi teknologi serta berbagai kemampuan inti seperti berpikir kreatif dan berpikir analitis pun sangat penting diberikan kepada para angkatan kerja tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menkeu: Pengembangan kebijakan yang tepat tutup "gap" angkatan kerja
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2023
Maka dari itu, kata dia, alat fiskal harus terus dikembangkan agar kita mampu mengisi kesenjangan pengetahuan tersebut serta memastikan bahwa perekonomian akan didasarkan pada produktivitas dan inovasi.
"Untuk itu Indonesia mengeluarkan 20 persen dana dari Anggaran Pendidikan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan," ujar Sri Mulyani dalam acara Indonesia-Europe Investment Summit 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Tahun ini, APBN mengalokasikan dana Rp608,3 triliun untuk pendidikan atau 20 persen dari kas negara. Alokasi tersebut meliputi Rp233,9 triliun belanja pemerintah pusat, Rp305 triliun Transfer ke Daerah, serta Rp69,5 triliun dana abadi pendidikan.
Ia menyebutkan, kesenjangan pengetahuan di Tanah Air disebabkan oleh bonus demografi yang belum disertai dengan pengetahuan dan kemampuan yang tinggi.
Baca juga: Sri Mulyani lakukan koordinasi terkait aset negara di IKN maupun Jakarta
Pasalnya, mayoritas angkatan kerja di Indonesia hanya berasal dari lulusan Sekolah Dasar (SD), yakni sebanyak 52,84 juta atau setara dengan 35,78 persen dari keseluruhan angkatan kerja.
Selanjutnya, angkatan kerja terbanyak diisi oleh lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 30,84 juta atau 20,88 persen, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 26,1 juta atau 17,67 persen, serta Sekolah Menengah Kejuruan 19,11 juta atau 12,94 persen.
Sri Mulyani mengungkapkan, kondisi tersebut justru berbanding terbalik dengan angkatan kerja yang berasal dari lulusan Sarjana/Master/Doktor yang hanya sebanyak 10,31 persen atau 15,23 juta, serta lulusan Diploma I/II/III/Akademisi yang sebanyak 2,42 persen atau 3,58 juta.
"Jadi angkatan kerjanya masih muda, itu yang seharusnya positif, tetapi generasi mudanya tidak berpendidikan dan kurang pengetahuan, itu jadi masalah," tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Menkeu, perhatian terhadap bagaimana mengisi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan tersebut merupakan salah satu hal yang paling penting.
Tak hanya kebijakan fiskal, menurut dia, perbaikan kebijakan pendidikan, termasuk menghubungkan dan mencocokkan (link and match) pendidikan kejuruan
Ke depan, adopsi teknologi serta berbagai kemampuan inti seperti berpikir kreatif dan berpikir analitis pun sangat penting diberikan kepada para angkatan kerja tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menkeu: Pengembangan kebijakan yang tepat tutup "gap" angkatan kerja
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2023