WWF Indonesia meminta Kementerian Kehutanan mempertahankan Kawasan Budi Daya Kehutanan dari segala jenis kegiatan alih fungsi hutan yang mengancam habitat gajah kerdil kalimantan.  

"Dengan pertimbangan sisa habitat gajah yang mulai menyempit, populasi terbatas antara 20 hingga 80 ekor saja, diharapkan menjadi pertimbangan oleh Menteri Kehutanan untuk tidak memberi izin usaha HTI (hutan tanaman industri)," kata Human-Elephant Conflict Mitigation Officer untuk WWF Indonesia Program Kalimantan Timur Agus Suyitno kepada Antara di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan saat ini ada dua perusahaan yakni PT Borneo Utara Lestari (BUL) dan PT Intracawood Manufacturing yang sedang mengajukan rencana ijin lokasi untuk usaha perkebunan yang ternyata berada di dalam  habitat gajah kerdil.

Hasil analisis WWF, menurut dia, 66 persen kawasan yang akan digunakan PT BUL berada pada  habitat gajah. Sedangkan PT IWM menggunakan lahan yang 100 persen berada di dalam habitat gajah. "Minggu depan laporannya akan kami sampaikan ke Kementerian Kehutanan, saat ini sedang disusun," kata

Sebelumnya, ia menyebutkan bahwa PT Borneo Utara Lestari memang telah mendapatkan perijinan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) melalui Surat Perintah Pertama (SP I) Menteri Kehutanan Nomor 106/Menhut-VI/BUHT/2012 tanggal 17 Februari 2012.

Selain itu juga telah mendapat Surat Pertimbangan Teknis Areal IUPHHK-HTI dari Bupati Nunukan Nomor 500/320/EK-I/XI/2010 tanggal 12 Nopember 2010 dan Surat Rekomendasi Gubernur Kalimantan Timur Nomor 522.21/9447/Ek tanggal 26 Oktober 2011.

Ada pun luas areal untuk ijin usaha PT BUL, menurut Agus, mencapai luas kurang lebih 9.816 hektare (ha) dengan komoditas tanaman karet.

PT Intracawood Manufacturing yang merupakan perusahaan patungan antara PT  Inhutani  1, PT Berca Indonesia,  dan PT Altrak 78 saat ini dalam proses memperoleh Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI). Perusahaan ini, lanjutnya, telah mendapatkan Surat Perintah Pertama (SP-1) dari Menteri Kehutanan Nomor S.105/Menhut-BUHT/2012 tanggal 17 Februari 2012 dengan calon areal lahan seluas kurang lebih 12.370 ha dengan komuditas tanaman karet, jabon dan sengon.

Terkait dengan permohonan izin usaha tersebut, PT IWN dan PT BUL telah diwajibkan untuk menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). "Kami juga sedang melakukan analis dokumen AMDAL kedua perusahaan tersebut, apakah ada indikasi temuan pelanggaran yang menyangkut masalah tata ruang wilayah," ujar Agus.

Lebih lanjut, ia mengatakan koordinasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) terkait dengan hasil analisis tersebut telah dilakukan. WWF juga sudah mengirimkan surat kepada Bupati Nunukan pada tanggal 22 Februari 2012 yang isinya  memohon untuk dapat dilakukan pertemuan, membahas masalah kedua perusahaan tersebut.

Perizinan kedua perusahaan HTI itu nantinya secara penuh memang menjadi wewenang Menteri Kehutanan. Namun secara wilayah, kedua perusahaan akan beroperasi di Nunukan, Kalimantan Timur, sehingga WWF merasa perlu berkoordinasi dengan Pihak Pemerintah Kabupaten Nunukan.

Habitat semakin terancam

Luas habitat gajah kerdil di Kalimantan dari hasil peta deliniasi tahun 2007 mencapai sekitar 92.000 ha. Namun, menurut Agus, sebagian habitat gajah yang memang berada di Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) ini sudah berubah fungsi untuk usaha perkebunan kelapa sawit.

Secara aturan, ia mengatakan  wilayah KBNK memang boleh untuk ijin usaha perkebunan sawit dan perijinan dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, sedangkan untuk ijin Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengelolaan Hutan (HPH) yang ijinya dikeluarkan oleh pemerintah pusat (Menteri Kehutanan) berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan.

Namun karena pertimbangan semakin berkurangnya habitat gajah kerdil tersebut, Agus mengatakan WWF meminta Menteri Kehutanan benar-benar mempertimbangkan pemberian ijin usaha HTI kepada dua perusahaan yang memiliki lahan di Kawasan Budidaya Kehutanan tersebut.

"(Karena perizinan) Ini sudah terlanjur terjadi, yang harus kita lakukan selanjutnya adalah menjaga sisa habitat  utama gajah (yang berada di KBK), agar gajah kalimantan tidak punah," ujar dia.

Sebelumnya kekhawatiran  semakin rusaknya habitat gajah kerdil yang juga berdampak terhadap masyarakat setempat akibat penggunaan lahan di KBK juga disampaikan oleh wakil ketua adat besar Sungai Tulid, Ilay.

"Kami menolak tegas jika wilayah tersebut dibuka, karena di sana juga ada hutan adat kami. Jika hutan kami dibuka lagi maka 'Nenek' (gajah kerdil) akan marah dan pasti sering datang ke kampung, memakan tanaman kami," ujar Ilay.

Pewarta: Virna P Setyorini

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013