Pengadilan Negeri Ternate, menggelar sidang perdana kasus dugaan suap OTT Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Gani Kasuba (AGK) dengan mendengar dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdakwa Stevi Thomas yang disebut memberikan uang 60 ribu dollar AS ke AGK
"Memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu terdakwa telah memberikan uang secara bertahap dengan jumlah keseluruhan sebesar 60.000 dolar AS, kepada penyelenggara Negara yaitu kepada Abdul Gani Kasuba selaku Gubernur dengan maksud berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban." ujar JPU dari KPK, Muhammad Hatta Ali dalam sidang perdana kasus dugaan suap OTT Gubernur Malut nonaktif, Abdul Gani Kasuba di Ternate, Rabu.
Menurut JPU uang tersebut diberikan dengan maksud supaya AGK selaku Gubernur P Maluku Utara memberikan kemudahan dalam penerbitan izin dan rekomendasi teknis dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara yang berada di bawah strukturnya, terkait izin-izin dan rekomendasi-rekomendasi teknis yang diajukan oleh perusahaan di bawah Harita Grup.
Menurut JPU, terdakwa dianggap melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut.
Stevi dianggap telah memberi uang kepada AGK sebesar USD 60 dolar Amerika, agar AGK memberikan kemudahan terkait dalam penerbitan izin - izin rekomendasi teknis.
Terdakwa dugaan penyuapan Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Gani Kasuba (AGK), Stevi Thomas, diduga memberikan uang dalam bentuk dolar Amerika senilai 60.000 ke AGK untuk mempermudah pengurusan izin dan rekomendasi terkait perusahaan tambang.
Stevi Thomas merupakan salah satu petinggi perusahaan tambang yang beroperasi di Maluku Utara. Ia ditangkap dan ditetapkan tersangka oleh KPK bersama 6 orang lainnya yang di dalamnya termasuk AGK pada Desember 2023 lalu.
Sedangkan, Rony Yusuf selaku penuntut umum KPK saat membacakan dakwaan terhadap Stevi Thomas menyatakan, terdakwa melakukan beberapa perbuatan berupa memberi atau menjanjikan sesuatu dengan memberikan uang secara bertahap kepada Abdul Gani Kasuba alias AGK yang juga tersangka selaku Gubernur Provinsi Maluku Utara periode tahun 2019- 2024 dengan jumlah keseluruhan sebesar USD 60.000 atau setara Rp 942 juta (kurs 15.711).
Hal ini bertentangan dengan kewajiban AGK selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 8 angka 8 Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, junto Pasal 78 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 84 ayat (1) KUHPidana.
Dakwaan kedua, perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 84 Ayat (1) KUHPidana.
Sidang akan dilanjutkan kembali pada Rabu (13/3) dengan agenda pemeriksaan saksi.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024
"Memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu terdakwa telah memberikan uang secara bertahap dengan jumlah keseluruhan sebesar 60.000 dolar AS, kepada penyelenggara Negara yaitu kepada Abdul Gani Kasuba selaku Gubernur dengan maksud berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban." ujar JPU dari KPK, Muhammad Hatta Ali dalam sidang perdana kasus dugaan suap OTT Gubernur Malut nonaktif, Abdul Gani Kasuba di Ternate, Rabu.
Menurut JPU uang tersebut diberikan dengan maksud supaya AGK selaku Gubernur P Maluku Utara memberikan kemudahan dalam penerbitan izin dan rekomendasi teknis dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara yang berada di bawah strukturnya, terkait izin-izin dan rekomendasi-rekomendasi teknis yang diajukan oleh perusahaan di bawah Harita Grup.
Menurut JPU, terdakwa dianggap melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut.
Stevi dianggap telah memberi uang kepada AGK sebesar USD 60 dolar Amerika, agar AGK memberikan kemudahan terkait dalam penerbitan izin - izin rekomendasi teknis.
Terdakwa dugaan penyuapan Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Gani Kasuba (AGK), Stevi Thomas, diduga memberikan uang dalam bentuk dolar Amerika senilai 60.000 ke AGK untuk mempermudah pengurusan izin dan rekomendasi terkait perusahaan tambang.
Stevi Thomas merupakan salah satu petinggi perusahaan tambang yang beroperasi di Maluku Utara. Ia ditangkap dan ditetapkan tersangka oleh KPK bersama 6 orang lainnya yang di dalamnya termasuk AGK pada Desember 2023 lalu.
Sedangkan, Rony Yusuf selaku penuntut umum KPK saat membacakan dakwaan terhadap Stevi Thomas menyatakan, terdakwa melakukan beberapa perbuatan berupa memberi atau menjanjikan sesuatu dengan memberikan uang secara bertahap kepada Abdul Gani Kasuba alias AGK yang juga tersangka selaku Gubernur Provinsi Maluku Utara periode tahun 2019- 2024 dengan jumlah keseluruhan sebesar USD 60.000 atau setara Rp 942 juta (kurs 15.711).
Hal ini bertentangan dengan kewajiban AGK selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 8 angka 8 Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, junto Pasal 78 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 84 ayat (1) KUHPidana.
Dakwaan kedua, perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 84 Ayat (1) KUHPidana.
Sidang akan dilanjutkan kembali pada Rabu (13/3) dengan agenda pemeriksaan saksi.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024