Bentrok antarwarga Negeri Portho-Haria di Pulau Saparua, Maluku Tengah, bukan konflik biasa, karena telah berlangsung puluhan tahun dan belum juga bisa diselesaikan.

Bagi setiap prajurit yang bertugas di perbatasan kedua desa yang memiliki pertahian hubungan darah tersebut, tentu bukan perkara mudah, termasuk bagi seorang perwira TNI terutama ketika ia mengemban tugas sebagai Komandan Satuan Tugas (Satgas) pengamanan.

Johny Matheos Tomatalla, perwira berpangkat Letda dari Batalyon Infanteri 731/Kabaresi, Korem 151 Binaya, Kodam XVI/Pattimura, merasakan hal tidak mudahnya mendamaikan warga yang telah memendam "demdam kesumat" puluhan tahun itu.

"Tidak mudah bagi aparat TNI maupun kesatuan lain untuk mendamaikan warga yang telah terlibat konflik puluhan tahun dan kembali memanas sejak empat tahun terakhir," kata lulusan Sekolah Calon Bintara (Secaba) tahun 1994 tersebut.

Bagi pria bertubuh tinggi tegap dan berkulit sawo matang, dialog terus menerus dengan semua komponen masyarakat tanpa memandang batasan usia, merupakan salah satu "resep" untuk meredam emosi warga.

"Mungkin karena saya juga orang Ambon dan berasal dari Desa Kamarian, Pulau Seram, sehingga mereka bersedia berdialog untuk penyelesaian konflik. Tetapi itu pun belum diterima semua warga," katanya.

Ayah dua anak ini juga mengemban tugas untuk membimbing anak buahnya untuk tidak emosional dan mampu mengendalikan diri dalam melakukan pengamanan di lapangan

Sebanyak 45 personil Batalyon Infanteri 731/Kabaresi ditugaskan khusus untuk mengamankan perbatasan kedua desa yang memiliki pertalian hubungan saudara tersebut.

Johny bersama puluhan anak buahnya merupakan peleton ketiga yang ditugasi mengamankan dan mendamaikan daerah tersebut. Batalyon pemukul Kodam Pattimura tersebut baru mengemban tugas mendamaikan konflik antarwarga sejak 1 Agustus 2013 lalu.

Johny menceritakan sebelum kehadiran pasukan pemukul tersebut sudah banyak kesatuan yang bertugas mengamankan perbatasan kedua negeri, baik TNI maupun Polri, tetapi konflik hanya berhenti sebentar dan mudah dipicu persoalan sepele.

Tetapi sejak kehadiran personil Yonif 731/Kabaresi, situasi dan kondisi keamanan benar-benar tenang. Tidak terdengar ledakan bom rakitan maupun bunyi tembakan-tembakan oknum-oknum tidak bertanggung jawab.

Terlibat Operasi Papua Merdeka

Johny sempat bertugas melakukan dalam pengamanan Operasi Papua Merdeka (OPM) di Desa Sentani Provinsi Papua tahun 1999 dengan pangkat saat itu yakni Sersan Satu (Sertu). Selama enam bulan bersama pasukannya mengamankan wilayah tersebut, tentu menjadi pengalaman yang sulit dilupakan.

Baginya mengemban tugas sebagai penjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah kewajiban dan selalu dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan senang hati, serta menjadi kebanggaan tersendiri.

"Tetapi terkadang saat melakukan tugas pengamanan terutama di wilayah konflik seperti saat ini, sering muncul perasaan was-was, karena setiap saat bisa menjadi korban jika tidak berhati-hati dalam bertugas," katanya.

Johny dan anak buahnya bisa berlega hati karena kondisi Portho-Haria saat ini semakin kondusif, dan perlahan-lahan warga mulai saling berinteraksi dan tidak lagi takut melaut atau ke kebun, seperti saat konflik masih memanas.

"Sekolah-sekolah dan pelayanan kesehatan maupun pemerintahan di kedua desa juga mulai berlangsung. Tidak ada lagi pengawalan di sekolah atau Puskesmas atau terhadap warga yang akan pergi ke kebun atau melaut," ujarnya.

Ia berharap, dialog yang dibangun bersama anak buahnya maupun berbagai komponen masyarakat lainnya dapat menghasilkan perdamaian yang hakiki bagi warga kedua desa tersebut.

Pewarta:

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013