Ternate (Antara Maluku) - Badan Pertanahan Nasional BPN) Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara (Malut), menyatakan areal Bandara Oesman Sadik di Kota Labuha belum memiliki sertifikat kepemilikan tanah.

"Saat ini, seluruh areal Bandara Oesman Sadik belum kantongi sertifikat, kalau tidak diselesaikan maka dikhawatirkan akan menjadi masalah, terutama dengan warga setempat yang mengklaim pemilik lahan," kata Kepala BPN Halsel, Munsyarief, ketika dihubungi dari Ternate, Selasa.

Lahan yang dibangun Bandara Udara Oesman Sadik di kawasan Hidayat Kota Labuha merupakan satu-satunya bandara yang menghubungkan antara kabupaten itu dengan sejumlah kota lainnya di Indonesia, saat ini belum memiliki sertifikat.

Belum adanya sertifikat lahan bandara itu, lanjut Musysarief, karena belum dihibahkannya lahan tersebut ke pihak Dinas Perhubungan Udara oleh Pemda Halsel.

Selain Bandara Udara Oesman Sadik, lanjut dia, ternyata ada kurang lebih 35 lahan milik Pemda di Halsel yang juga belum bersertifikat.

Ada beberapa lahan milik Pemda yang belum disertifikatkan antara lain lahan Sekolah Tinggi Pertanian (STP) Labuha dan bangunan Sekolah lainnya.

Namun begitu, pihak BPN Halsel siap membantu untuk mengurus

sertifikasi sejumlah aset lahan milik Pemda Halsel dan tinggal menunggu usulan dari Pemda untuk melakukan sertifikat sejumlah lahan milik Pemda Halsel.

Mengenai mahalnya biaya pengukuran yang ditetapkan oleh BPN, Munsyarief menyatakan memang ada permintaan warga jika adanya pengukuran lahan milik warga untuk prona di Desa Marabose, karena kegiatan pembuatan sertifikat untuk Prona tidak ada di desa Marabose, melainkan hanya ada Prona di luar Bacan.

Dirinya menambahkan pembuatan sertifikat tanah untuk kegiatan Prona itu tidak ada pungutan biaya apapun, karena semua itu sudah dibiayai oleh negara.

Sebelumnya, sejumlah warga desa Marabose, Kecamatan Bacan, merasa berat dengan permintaan biaya pembuatan sertifikat lahan untuk Program Nasional (Prona) yang terlalu tinggi, karena adanya permintaan biaya untuk pembuatan sertifikat lahan milik masyarakat oleh pihak desa setempat.

Sejumlah warga mengeluh ada permintaan petugas Rp300 ribu untuk administrasi, kemudian meminta lagi tambahan uang Rp3 juta untuk proses pengukuran dan pembuatan sertifikat.

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015