Berkembang pesatnya pembangunan sarana dan prasarana dasar di satu daerah tentunya tidak terlepas dari peranan masyarakat yang berpartisipasi dalam membayar pajak.

Maka, sudah menjadi kewajiban seorang warga negara untuk membayar pajak yang didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara hierarkis, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah.

Maluku yang merupakan salah satu dari delapan provinsi pendiri NKRI sampai saat ini masih mengalami relatif banyak kekurangan sarana dan prasarana dasar sehingga memerlukan dukungan dana yang besar dari pemerintah.

Sebagai provinsi termiskin keempat di Indonesia, kondisi geografis wilayah yang 90 persennya laut dan terdiri atas pulau-pulau membuat banyak daerah masih terisolasi, tidak ada layanan listrik dan telekomunikasi serta perhubungan yang terbatas.

"Kita tidak bisa mengandalkan pendapatan asli daerah (PAD) yang relatif kecil untuk membangun daerah ini," kata anggota Komisi A DPRD Provinsi Maluku Amir Rumra di Ambon, Jumat (13/2).

Pembangunan infrastruktur dasar pada seluruh kabupaten dan kota di Indonesia masih tetap bergantung pada alokasi dana pemerintah pusat dan tidak mengandalkan PAD masing-masing wilayah.

"Semua kabupaten kota membangun dengan dana pusat dan tidak ada yang mengandalkan PAD sendiri yang jumlahnya tidak signifikan dan berimbang dengan kebutuhan," kata politikus asal Fraksi PKS itu.

Karena daerah ini baru memiliki 11 kabupaten/kota, menurut dia, sangat membutuhkan dukungan anggaran yang besar untuk membangun wilayahnya yang terdiri atas pulau besar dan kecil.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kata dia, harus ada dispensasi khusus bagi Provinsi Maluku kalau tidak ada otonomi khusus yang membuka peluang pemekaran daerah baru.

"Kalau kita targetkan kabupaten/kota di Maluku sekitar 20 daerah, setiap tahun bisa mendapat kucuran dana Rp10 triliun. Satu kabupaten dan kota rata-rata mendapatkan bantuan dana pemerintah sekitar Rp500 juta," katanya.

Maka, program memperjuangkan penambahan wilayah otonom baru tentunya akan menambah alokasi dana pemerintah di tingkat pusat guna membangun daerah yang masih sangat minim infrastruktur dasar dan terisolasi.

"Pemekaran wilayah otonom baru perlu diperjuangkan terus karena tawar-menawar kita berbeda dengan Aceh dan Papua, jadi caranya adalah membuka daerah otonom baru sebanyak-banyaknya," ujar politikus asal Fraksi PKS DPRD Provinsi Maluku ini.

Dengan demikian, rencana pemekaran wilayah baru, seperti di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Seram Bagian Timur, Maluku Barat Daya, serta Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Buru harus diperjuangkan secara maksimal.


Pendapatan Daerah

Gubernur Maluku Said Assagaff mengatakan bahwa pendapatan daerah yang direncanakan dalam KUA PPAS APBD 2015 sebesar Rp2,02 triliun.

"Target ini lebih tinggi nilainya daripada pendapatan daerah pada tahun anggaran 2014 sebesar Rp1,88 triliun atau naik 7,53 persen," katanya.

Kenaikan komponen pendapatan daerah ini terbagi atas PAD direncanakan naik menjadi Rp533,14 miliar lebih tinggi daripada tahun lalu sebesar Rp494,99 miliar naik 7,71 persen.

Selanjutnya, dana perimbangan sebesar Rp1,26 triliun pada tahun 2015 lebih tinggi daripada tahun 2014 senilai Rp1,16 triliun atau naik 8,92 persen.

Sementara itu, untuk lain-lain pendapatan daerah yang sah diproyeksikan naik menjadi Rp228,03 miliar (2015) dibanding tahun 2014 sebesar Rp227,93 miliar.

Kemudian, pada bagian belanja 2015 direncanakan naik sebesar Rp2,02 triliun dibanding tahun 2014 Rp1,95 triliun atau naik 3,79 persen yang dikelompokan dalam belanja langsung dan belanja tidak langsung.

Pada belanja tidak langsung direncanakan sebesar Rp1,01 triliun dan lebih besar daripada tahun 2014 Rp948,84 miliar, sedangkan untuk kelompok belanja langsung tahun 2015 direncanakan sebesar Rp1,01 triliun dibanding tahun lalu Rp1 triliun.

"Dalam mencapai target pendapatan tersebut, kebijakan pendapatan pemprov 2015 akan diprioritaskan pada peningkatan PAD serta dana perimbangan," tandas Assagaff.

Upaya peningkatan PAD pada tahun 2015 lebih diarahkan pada peningkatan pajak daerah, sedangkan retribusi daerah diarahkan pada penyediaan dan perbaikan kualitas pelayanan dan fasilitas retribusi itu sendiri.

"Guna menunjang kebijakan pendapatannya pemprov terus mengupayakan program intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap sumber-sumber penerimaan dan pemantapan kelembagaan serta sistem operasional pemungutan pendapatan daerah," jelas Assgaff.

Hal itu termasuk di dalamnya peningkatan kualitas dan optimalisasi pengelolaan aset daerah serta optimalisasi kinerja pada usaha milik daerah.

Guna meningkatkan dana perimbangan, kata dia, akan ditempuh melalui optimalisasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi pemungutan PBB dan pajak orang pribadi dalam negeri.


Jangan Bertentangan

Dalam menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) tentang sebuah objek pajak di tingkat kabupaten/kota atau provinsi juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi di atasnya.

"Kalau itu terjadi, otomatis raperda seperti itu tidak bisa diberlakukan dan sudah pasti ditolak pemerintah di tingkat pusat," kata Wakil Ketua Komisi A DPRD Provinsi Maluku Luthfi Sanaky di Ambon, Jumat (13/2).

Dia mencontohkan penyusunan raperda inisiatif Pemprov Maluku tentang pajak dan retribusi rokok yang tidak bisa diteruskan prosesnya menjadi perda karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

"Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku harus menolak perda tersebut karena Maluku bukan daerah penghasil rokok dan tembakau. Raperda ini juga sudah pernah dikonsultasikan dengan Kementerian Keuangan," katanya.

Meski bukan daerah penghasil rokok dan tembakau, kata dia, tingkat konsumsi rokok masyarakat relatif cukup tinggi sehingga pemprov harus bisa membuat semacam payung hukum guna menambah penghasilan kas daerahnya dari item tersebut.

Objek pajak lainnya yang sangat berpotensi untuk mendongkrak PAD Maluku adalah dari sektor pariwisata. Namun, pengelolaannya harus lebih profesional.

"Daerah ini banyak aset bernilai tinggi untuk dijual dan bila dipadukan dengan sentuhan kreativitas, pariwisata bisa berkembang menjadi salah satu aktivitas ekonomi potensial," kata Kadis Pariwisata Maluku Bastian Mainassy.

Pariwisata di Maluku, menurut dia, perlu dikelola dan dikembangkan menjadi industeri yang menjanjikan seperti Provinsi Bali.

"Kita memiliki objek wisata bahari sekitar 37 persen, wisata alam 28 persen, wisata sejarah 20 persen, dan wisata buatan sekitar 1--2 persen sehingga bisa dijadikan modal bagi upaya peningkatan PAD," ujarnya.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015