Ternate (Antara Maluku) - Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Khairun (Unkhair) Ternate Hasbi Yusup mengatakan banyak perusahaan di Maluku Utara (Malut) yang melanggar Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2015 yang besarnya Rp1.577.000.
"Perusahaan yang melanggar UMP tersebut beralasan kondisi keuangan perusahaan sangat terbatas sehingga terpaksa menunda pembayaran UMP 2015 kepada karyawannya," katanya di Ternate, Kamis, terkait peringatan Hari Buru Sedunia 1 Mei 2015.
Menurut dia, jika alasan perusahaan menunda menerapkan UMP 2015 karena memang kondisi keuangannya yang terbatas, hal itu bisa ditolerir untuk mencegah perusahaan bangkrut dan karyawan di-PHK.
"Tetapi kalau alasan perusahaan tersebut hanya akal-akalan, jelas tidak bisa dibiarkan karena sangat merugikan pekerja," kata Hasbi Yusup.
Untuk itu pemda setempat disebutnya harus mengecek kebenaran laporan keuangan perusahaan bersangkutan untuk memastikan apakah laporan keuangannya benar atau direkayasa agar terbebas dari kewajiban membayar UMP 2015.
Ia mengatakan, hal lain yang harus menjad perhatian pemda di Malut terkait UMP adalah penetapan besaran UMP, karena UMP yang selama ini diberlakukan di Malut setiap tahunnya selalu tidak menggambarkan kerberpihakan kepada pekerja.
"UMP 2015 misalnya yang hanya Rp1.577.000 jelas sangat rendah jika dibandingkan dengan biaya hidup di Malut yang sangat tinggi. Semua mengetahui bahwa harga kebutuhan pokok dan barang lainnya di Malut sangat mahal," katanya.
Hasbi mengatakan, pemda di Malut juga jangan selalu membela perusahaan jika perusahaan bermasalah dengan pekerja, misalnya tindakan perusahaan yang melakukan PHK secara sepihak dan kemudian mendapat reaksi dari pekerja.
"Pemda di Malut harus menjadi penengah dan selalu mendorong penyelesaian masalah seperti itu melalui mekanisme yang diatur dalam undang-undang yakni hubungan industrial, sehingga hasilnya bisa menguntungkan perusahaan dan pekerja," ujarnya menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015
"Perusahaan yang melanggar UMP tersebut beralasan kondisi keuangan perusahaan sangat terbatas sehingga terpaksa menunda pembayaran UMP 2015 kepada karyawannya," katanya di Ternate, Kamis, terkait peringatan Hari Buru Sedunia 1 Mei 2015.
Menurut dia, jika alasan perusahaan menunda menerapkan UMP 2015 karena memang kondisi keuangannya yang terbatas, hal itu bisa ditolerir untuk mencegah perusahaan bangkrut dan karyawan di-PHK.
"Tetapi kalau alasan perusahaan tersebut hanya akal-akalan, jelas tidak bisa dibiarkan karena sangat merugikan pekerja," kata Hasbi Yusup.
Untuk itu pemda setempat disebutnya harus mengecek kebenaran laporan keuangan perusahaan bersangkutan untuk memastikan apakah laporan keuangannya benar atau direkayasa agar terbebas dari kewajiban membayar UMP 2015.
Ia mengatakan, hal lain yang harus menjad perhatian pemda di Malut terkait UMP adalah penetapan besaran UMP, karena UMP yang selama ini diberlakukan di Malut setiap tahunnya selalu tidak menggambarkan kerberpihakan kepada pekerja.
"UMP 2015 misalnya yang hanya Rp1.577.000 jelas sangat rendah jika dibandingkan dengan biaya hidup di Malut yang sangat tinggi. Semua mengetahui bahwa harga kebutuhan pokok dan barang lainnya di Malut sangat mahal," katanya.
Hasbi mengatakan, pemda di Malut juga jangan selalu membela perusahaan jika perusahaan bermasalah dengan pekerja, misalnya tindakan perusahaan yang melakukan PHK secara sepihak dan kemudian mendapat reaksi dari pekerja.
"Pemda di Malut harus menjadi penengah dan selalu mendorong penyelesaian masalah seperti itu melalui mekanisme yang diatur dalam undang-undang yakni hubungan industrial, sehingga hasilnya bisa menguntungkan perusahaan dan pekerja," ujarnya menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015