Tual (Antara Maluku) - Pimpinan industri perikanan terpadu PT. Maritim Timur Jaya (MTJ) menyesalkan aksi unjuk rasa sekitar 70-an anak buah kapal (ABK) yang menuntut hak atas upah dengan melakukan aksi merusak bangunan dan fasilitas kantor perusahaan tersebut.

"Kami sangat menyesalkan tindakan perusakan gedung dan fasilitas kantor yang dilakukan puluhan ABK kapal ikan, hari Kamis lalu (30/4)," kata Direktur Operasional dan SDM PT. MTJ, Dipa Tamtelahitu, di Tual, Sabtu.

Ia menyatakan, pimpinan perusahaan perikanan di bawah jaringan Artha Graha tersebut sangat terbuka dan memberikan kesempatan kepada karyawannya termasuk ABK untuk menyalurkan aspirasi maupun ketidak puasan, tetapi hendaknya tidak bertindak brutal dan anarkis.

Saat ini kondisi keamanan di sekitar lokasi perusahaan yang terletak di kawasan industri Desa Ngadi, Kecamatan Dulah Selatan itu sudah kondusif.

Menurut Dipa, perusahaan saat ini masih melakukan dialog intensif dengan para pekerja dan perwakilan ABK, guna mencari solusi penyelesaian yang memuaskan dan menguntungkan kedua belah pihak.

Para pengunjuk rasa adalah ABK lokal yang dipekerjakan di kapal ikan milik PT MTJ, di mana sejak pemberlakuan moratorium oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada November 2014, praktis kapal-kapal tersebut tidak bisa melaut untuk menangkap ikan.

Manajemen perusahaan akhrnya memutuskan untuk merumahkan mereka sementara waktu sambil menunggu berakhirnya moratorium atau penghentian sementara seluruh kegiatan penangkapan ikan.

Karena merasa telah dirumahkan selama empat bulan, para ABK kemudian mendatangi pimpinan perusahaan pada 28 April 2015 untuk menanyakan status mereka, di mana dalam pertemuan tersebut disepakati perusahaan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan akan membayar pesangon sebesar satu bulan gaji serta uang berlayar selama sebulan.

"Kesepakatan itu sebetulnya telah disetujui para ABK, tetapi pada 30 April mereka kembali melakukan unjuk rasa dan menuntut pembayaran upah lebih besar di luar kesepakatan yang dicapai sebelumnya, yakni pembayaran gaji selama moratorium diberlakukan terhitung November 2014, hingga berbuntut terjadinya tindakan anarkis," katanya.

Aksi anarkis tersebut, kata Dipa, akhirnya bisa dibubarkan aparat Polres Maluku Tenggara dan Kodim 1503 Maluku Tenggara yang diterjunkan ke lapangan.


Dampak Moratorium

Ny. Dipa menegaskan, pemberlakuan moratorium terhadap kapal eks asing yang diberlakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebabkan operasional perusahaannya terhenti dan harus melakukan pengurangan pekerja.

Sesuai ketentuan dan kesepakatan dengan perwakilan ABK pada 28 April 2015, PHK dilakukan secara bertahap terhadap 150 ABK kapal tangkap serta 80 pekerja di darat. Khusus ABK diberikan pesangon satu bulan gaji karena kebanyakan masa kerjanya kurang dari satu tahun.

"Kami tetap taat dan patuh terhadap peraturan dan ketentuan pemerintah dalam hal ini peraturan KKP. Tetapi karena seluruh kapal penangkap serta indsutri pengolahan tidak bisa beroperasi karena pemberlakuan moratorium, mau tidak mau harus dilakukan PHK," katanya.

PT. MTJ merupakan salah satu sentra kegiatan jual beli hasil tangkapan nelayan pancing, bagan, nelayan rumput laut dari pulau-pulau sekitar.

Pada saat cuaca buruk yang mana sebagian besar nelayan tidak bisa melaut, maka perusahaan menjadi penyangga kebutuhan ikan di Kota Tual dengan membuka akses kepada penjual ikan untuk datang menjual kembali di pasar.

Perusahaan tersebut juga menjadi tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL) siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Tual maupun Balai Latihan Kerja masyarakat dan nelayan.

Pada 2010, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad meresmikan Kawasan Industri Terpadu PT. MTJ menjadi Kawasan Minapolitan Inisiatif Swasta.

Pada 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan MTJ sebagai proyek Pembangunan Kawasan Industri Maritim Indonesia dalam program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Koridor Maluku dan Papua.

Pewarta: Jimmy Ayal

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015