Tik..tok..tik..tok... detak jarum jam, deretan kabel, pemotongan kabel merah atau biru. Inilah yang tergambar selalu dalam adegan penjinakkan bom pada film berjudul 'The Hurt Locker' karya sutradara wanita Jeremy Renner.

Namun, sebesar apapun ledakan yang diperlihatkan dalam film tersebut, ternyata ada bom yang lebih mengerikan dan lebih haus untuk menelan banyak korban jiwa.

Bukan C-4, bukan TNT, bukan pula RDX yang mematikan, bom yang dimaksud adalah limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).

Di tengah paparan sinar matahari terukur sekitar 32 derajat celcius di daerah Cinangka, Jawa Barat, Deputi Bidang pengelolaan B3, Limbah B3 dan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup Ilham Malik meninjau dampak pengelolaan buruk dari residu tersebut.

"Ini salah satu daerah dengan tingkat residu B3 yang sudah sangat berbahaya, harus segera diisolasi daerah ini," katanya, sembari menyeka keringat yang menetes dari pelipisnya.

Dari sekian banyak daerah yang sudah tercemar, Cinangka sudah memasuki kategori berbahaya.

Limbah B3 di daerah ini adalah residu peleburan aki basah yang diolah menjadi timah hitam. 
Serpihan-serpihan logam dari aki basah dilelehkan terkadang bersama campuran seratnya, kemudian didinginkan untuk menjadi bahan mentah timah hitam.

Bila kualitasnya bagus, harga jual mencapai puluhan ribu. Namun, dampak dari pembakaran dan sisa cairan tersebut sangat merusak air tanah dan strukturnya. Uapnya pun menjadi timbel (Pb) yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Menurut Ilham, beberapa daerah seperti Cinangka yang pencemarannya sudah membahayakan akan segera diisolasi untuk dipulihkan kondisinya.

Sesekali menenggak air mineral dalam kemasan, ia menjelaskan isolasi yang dimaksudkan adalah menyediakan tempat khusus guna mengamankan tanah-tanah dan timbunan residu timbel 
berupa aki bekas ke daerah khusus yang jauh dari permukiman.

"Jika tanah tidak tersedia, negara akan membeli untuk dijadikan daerah pemulihan limbah," katanya.

Di Cinangka terdapat tanah sebanyak 2.850 m kubik yang dipindahkan dari lima lokasi seluas 6.500 m persegi.

Tanah terkontaminasi tersebut kemudian disimpan dan diisolasi dengan lapisan ganda berupa tanah lempung 0,5 m dan geo-membran HDPE 1,5 mm pada wadah berupa lubang raksasa dengan formasi trapesium.

Kemudian diberi alas bawaan yang ditanam pada kedalaman enam meter, sesuai standar pelapisan dari Amerika.

Kandungan bahaya dari limbah B3 (peleburan aki bekas dan residunya) bisa menyebabkan cacat dan kematian, dan daerah Cinangka sudah memasuki tahap kritis tersebut.

Nantinya, daerah tanah isolasi tersebut tidak boleh didirikan sebagai tempat tinggal, kecuali bangunan tertentu seperti gedung serbaguna atau gedung olah raga.

    
Penjinak 'Bom B3'

Tentu saja waktu menjadi hal paling menentukan dalam usaha penjinakkan bom, karena jika dalam waktu yang tepat, ratusan bahkan ribuan orang akan terkena dampak negatif dari B3 yang menyebabkan kematian.

Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) suatu LSM yang bergerak dalam kampanye penyelamatan lingkungan bekerja keras dalam upaya melawan waktu tersebut.

Pemerhati lingkungan dari KPBB Alfred Sitorus mengatakan jika tidak ditangani secara tepat dan cepat, ribuan orang bisa kehilangan jiwanya secara perlahan pada beberapa tahun kedepan.

"Bagaimana tidak, saya terkejut ketika menemukan tumpukan residu peleburan aki basah sedalam 15 meter tertanam selama lebih dari 20 tahun dan sudah menyatu dengan tanah."
 
"Yang lebih mengerikan, puluhan anak-anak sedang asyik bermain di atas tumpukan tersebut ketika saya menemukan fakta tersebut," kata Alfred dengan intonasi semakin keras serta logat Bataknya.

Puluhan warga mencuci dari aliran sungai yang sama, bahkan menambak ikan dengan menggunakan sekat bekas kemasan aki basah.

"Apa yang mereka hirup, apa yang mereka minum dan apa yang mereka makan, semuanya mengandung racun mematikan, serta yang lebih mencengangkan adalah mereka sadar akan hal tersebut," tutur Alfred diikuti dengan gelengan kepalanya menegaskan keterkejutannya.

Ia mengaku membutuhkan waktu lima tahun untuk menyadarkan dan berkomunikasi dengan warga sekitar mengenai bahaya dampak tersebut.

Setahun-dua tahun pertama, ia mengaku kepayahan dan hampir menyerah dalam upaya sosialisasi kepada warga.

Sampai akhirnya, beberapa warga sadar dan berusaha membantu dengan memperkenalkan kepada pengurus desa setempat.

"Ini seperti bom, tapi kami berhasil menjinakkannya setidaknya sudah 20 persen berjalan," katanya.

Pencemaran limbah aki basah di daerah tersebut sudah mendekati ambang batas bahaya. Menurut data dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) tingkat pencemaran mencapai 2.000 mg per kilogram tanahnya.

Padahal batas normal Pb alami di tanah hanya 40 mg per kilogram tanah. Hal tersebut bisa terjadi karena selama lebih dari 30 tahun desa tersebut dijadikan pengolahan residu aki basah.

Aki tersebut akan dijadikan residu untuk diambil timbal kering dengan cara dibakar. Semua proses tersebut sayangnya tidak diolah dengan cara yang aman dan tidak memakai perlengkapan kesehatan.

Sehingga sisa limbah hanya dibiarkan mengalir masuk ke dalam tanah dan mempengaruhi kualitas tekstur tanah serta air tanah.

Genosida Ekologi

Seorang anak duduk bersila di depan rumah, dengan tangan gemetar dan kualahan dalam memegang sendok makannya.

"Itu namanya 'tremors' dan 'down syndrom', dampak dari timbal," kata Alfred berbisik berusaha untuk menjaga perasaan dari penderita.

Ia menunjukkan posisi rumah anak tersebut berada tepat di samping menara berbentuk tabung menjulang setinggi 20 meter dan lebar sekitar 6 meter.

"Itu pusat residu aki di bakar, kami sudah menghentikannya walau pun agak terlambat untuk menghindari korban," tuturnya.

Ia membenarkan, bahwa anak yang duduk di dekat ruang pembakaran tersebut adalah korban dari dampak timbal (Pb) dalam jangka lama.

Selain gejala visual tersebut, timbel bisa menyebabkan penyakit ispa, paru-paru, autis, anemia, lemah tulang dan kematian.

Timbel merupakan Plumbum (Pb) atau timah hitam, adalah logam berat berbahaya dan beracun. Berwarna abu-abu dan tidak dibutuhkan oleh tubuh. Sifatnya mudah dilelehkan dan dibentuk, tidak berkarat serta mempercepat pengeringan.

Gejala-gejala teracuni timbel adalah kram perut, kolik, sembelit, mual-mual, muntah serta terasa lesu. Gangguan pada orang dewasa adalah penurunan kemampuan reproduksi, kelahiran prematur, hipertensi, jantung, sistem syaraf terganggu, daya ingat menurun drastis, lemah otot serta kerusakan ginjal.

"Banyak orang akan meninggal jika keadaan ekologi tidak diperbaiki, karena pencemaran sudah tahap pada udara dan aliran air tanah," katanya.

Namun, sekarang daerah Cinangka sudah memasuki tahap pemulihan, serta banyak penduduk sudah menyadari kerugian tersebut.

Pewarta: Afut Syafril

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015