Jakarta (Antara Maluku) - Peneliti senior Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan Presiden Joko Widodo bisa menggunakan Nawa Cita sebagai indikator penilaian kinerja menteri bila melakukan perombakan kabinet atau "reshuffle".
"Pelaksanaan Nawa Cita seharusnya menjadi 'common platform' dan pedoman, arah dan tujuan bagi seluruh anggota kabinet dalam membuat dan menjalankan kebijakan," kata Karyono Wibowo dihubungi di Jakarta, Senin.
Ia menilai Nawa Cita harus menjadi ukuran utama dalam membuat penilaian kinerja. Artinya, bila Presiden berkesimpulan ada menteri yang tidak menjalankan Nawa Cita, apalagi bertentangan, maka menteri tersebut layak diganti.
"Menteri yang tidak menjalankan Nawa Cita, apalagi yang bertentangan, harus diganti dengan orang lain yang lebih layak dari segi kapasitas dan memiliki komitmen kuat terhadap Nawa Cita," tuturnya.
Selain mempertimbangkan penilaian kinerja, Karyono mengatakan Presiden Jokowi juga harus mempertimbangkan risiko politik dan biaya politik bila akan melakukan perombakan kabinet.
Presiden harus jeli dalam mengambil keputusan dan perombakan kabinet merupakan ujian bagi Presiden untuk membuat keputusan yang tepat dengan risiko yang minim.
"Pertimbangan berdasarkan kalkulasi politik perlu dilakukan agar pemerintahan berjalan efektif," ujarnya.
Terlebih, bila menyimak hasil survei tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-JK yang menurun hingga berada di bawah 50 persen.
"Menurunnya tingkat kepuasan publik ini berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan yang semakin menurun. Karenanya, salah satu cara untuk mengembalikan kepercayaan publik adalah dengan 'reshuffle' kabinet," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015