Ternate (Antara Maluku) - Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba mengimbau kepada masyarakat di daerahnya, khususnya umat muslim, untuk tidak terpengaruh dengan kasus pembakaran kios dan musalah di Tolikara pada 17 Juli 2015.
"Peristiwa itu memang patut disesalkan, apalagi terjadi saat umat muslim di Tolikara melaksanakan Shalat Idul Fitri, tetapi masyarakat di Malut harus bijak menyikapinya dan biarkan aparat keamanan untuk menangganinya," katanya pada acara silaturrahim antartokoh agama di Malut, di Ternate, Jumat.
Gubernur mengatakan, para leluhur di wilayah Malut sejak zaman dahulu telah mengajarkan toleransi dalam berbagai hal, termasuk dalam kehidupan beragama, seperti yang tunjukan oleh para sultan yang memimpin saat itu.
Para sultan di wilayah Malut, seperti Sultan Ternate dan Sultan Tidore, kata Gubernur Abdul Gani Kasuba, saat itu memimpin sebagai sultan Islam, tetapi memberi kebebasan kepada rakyatnya untuk memilih agama sesuai dengan keyakinan masing-masing.
"Saat itu para sultan bisa saja memaksa seluruh rakyat memeluk Islam, tetapi itu tidak dilakukan, makanya tidak mengherankan kalau di wilayah Malut sejak zaman dahulu sudah ada agama selain Islam, seperti Kristen dan Konghucu, begitu pula tempat ibadah seperti gereja telah berusia tua banyak di daerah ini," katanya.
Bahkan, menurut Gubernur Abdul Gani Kasuba, Sultan Tidore pada abad ke-17 ketika di Tidore datang dua misionaris dari Jerman Oto dan Gesler mengantarnya untuk menyebarkan injil di wilayah Papua, yang saat itu merupakan wilayah Kesultanan Tidore karena masyarakat di sana belum beragama.
Gubernur mengharapkan nilai-nilai toleransi yang ditunjukkan para sultan di wilayah Malut tersebut terus diimplementasikan oleh masyarakat di daerah ini dalam kehidupan bermasyarakat, karena hanya dengan cara itu daerah ini bisa damai dan maju.
"Masyarakat Malut sudah pernah mengalami konflik berlatar agama yakni tahun 1999 dan saat itu masyarakat tentu merasakan dampaknya. Saya berharap hal seperti tidak terjadi lagi dan saya juga meminta kepada aparat keamanan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya upaya provokasi kepada masyarakat terkait kasus Tolikara," katanya.
Pertemuan lintas tokoh agama yang diprakarsai Korem 152 Babullah Ternate tersebut disertai dengan penandatanganan pernyataan bersama untuk menjaga keamanan dan kerukunan antarumat beragama di Malut oleh Gubernur Malut serta dari 152 Babullah, Polda Malut serta pimpinan tokoh agama di daerah ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015
"Peristiwa itu memang patut disesalkan, apalagi terjadi saat umat muslim di Tolikara melaksanakan Shalat Idul Fitri, tetapi masyarakat di Malut harus bijak menyikapinya dan biarkan aparat keamanan untuk menangganinya," katanya pada acara silaturrahim antartokoh agama di Malut, di Ternate, Jumat.
Gubernur mengatakan, para leluhur di wilayah Malut sejak zaman dahulu telah mengajarkan toleransi dalam berbagai hal, termasuk dalam kehidupan beragama, seperti yang tunjukan oleh para sultan yang memimpin saat itu.
Para sultan di wilayah Malut, seperti Sultan Ternate dan Sultan Tidore, kata Gubernur Abdul Gani Kasuba, saat itu memimpin sebagai sultan Islam, tetapi memberi kebebasan kepada rakyatnya untuk memilih agama sesuai dengan keyakinan masing-masing.
"Saat itu para sultan bisa saja memaksa seluruh rakyat memeluk Islam, tetapi itu tidak dilakukan, makanya tidak mengherankan kalau di wilayah Malut sejak zaman dahulu sudah ada agama selain Islam, seperti Kristen dan Konghucu, begitu pula tempat ibadah seperti gereja telah berusia tua banyak di daerah ini," katanya.
Bahkan, menurut Gubernur Abdul Gani Kasuba, Sultan Tidore pada abad ke-17 ketika di Tidore datang dua misionaris dari Jerman Oto dan Gesler mengantarnya untuk menyebarkan injil di wilayah Papua, yang saat itu merupakan wilayah Kesultanan Tidore karena masyarakat di sana belum beragama.
Gubernur mengharapkan nilai-nilai toleransi yang ditunjukkan para sultan di wilayah Malut tersebut terus diimplementasikan oleh masyarakat di daerah ini dalam kehidupan bermasyarakat, karena hanya dengan cara itu daerah ini bisa damai dan maju.
"Masyarakat Malut sudah pernah mengalami konflik berlatar agama yakni tahun 1999 dan saat itu masyarakat tentu merasakan dampaknya. Saya berharap hal seperti tidak terjadi lagi dan saya juga meminta kepada aparat keamanan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya upaya provokasi kepada masyarakat terkait kasus Tolikara," katanya.
Pertemuan lintas tokoh agama yang diprakarsai Korem 152 Babullah Ternate tersebut disertai dengan penandatanganan pernyataan bersama untuk menjaga keamanan dan kerukunan antarumat beragama di Malut oleh Gubernur Malut serta dari 152 Babullah, Polda Malut serta pimpinan tokoh agama di daerah ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015