Ambon (Antara Maluku) - Sebanyak 180 orang warga negara asing (WNA) asal Mianmar dan Thailan yang hingga kini masih berada di Dobo, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) belum dapat dipulangklan ke negara asal.

"Proses pemulangan mereka belum dapat dilakukan hingga sekarang sebab mengalami kesulitan karena pihak kedutaan dari masing-masing WNA masih melakukan ferivikasi data guna mengeluarkan dokumen," kata Kepala Imigrasi Kota Tual Rudy Harkosasi saat memberikan keterangan dalam pertemuan dengan tim Komisi III DPR RI di Ambon, Jumat.

Yang jelas, lanjutnya, kalau dokumen ke 180 orang ini lengkap maka kita laksanakan pemulangan.

Sedangkan yang sudah berhasil dipulangkan sejak adanya peraturan moratorium tercatat sebanyak 1.500 orang, baik melalui Ambon maupun Jakarta.

Dia menjelaskan, pelaksanaan deportasi atau pemulangan WNA dalam jumlah yang besar sekaligus ini Kantor Imigrasi Tual mengalami kesulitan mengingat lokasi penampungan di Pulau Benjina, Kabupaten Maluku Tenggara sangat terpencil.

"Apalagi proses pemulangan itu perlu berkoordinasi dan juga harus menghubungi kedutaan-kedutaan dari WNA ini untuk turut bersama-sama dalam proses pemulangan," ujarnya.

Kemudian, lanjutnya, mengenai isu perbudakan selama mereka di Benjina yang dipertanyakan Komisi III DPR RI, kalau di hukum keimigrasian perbudakan itu jelas tidak termasuk tetapi masuk dalam katagori tindak pidana perdagangan orang.

"Memang kasus ini kita juga usut dan untuk sementara dilakukan kerja sama dengan pihak Kepolisian dan sudah dijadikan tersangka yakni empat orang," ujarnya.

Salah satunya adalah Kapten kapal warga negara Thailan, dan tiga orang lainnya dari pihak perusahaan yang masih diusut pihak Kepolisian.

"Karena ranahnya pidana maka ditindaklanjuti oleh Kepolisian dan Imigrasi memberi dukungan melalui data dan keterangan, maka itu masih berlanjut dan perkembangannya sampai sejauh mana masih saja dilanjutkan dengan pemeriksaan-pemeriksaan.

Pewarta: John Soplanit

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015