Museums Uferfest atau Festival Tepi Sungai di Frankfurt, Jerman, 28-30 Agustus 2015 telah berakhir dengan meninggalkan kesan yang luar biasa bagi publik Jerman.

Selama tiga hari pelaksanaan festival tersebut, Indonesia yang tampil sebagai tamu kehormatan dan menempati panggung utama festival, mampu menampilkan berbagai atraksi seni pertunjukan tradisional dan musik modern seperti jazz, pop, hingga hip hop, yang memberi kesan tersendiri bagi publik Jerman.

Meski berlangsung singkat, salah satu festival terbesar di Eropa itu selalu dipadati pengunjung dari berbagai negara. Setiap hari banyak sekali pengunjung datang ke arena sisi kanan dan kiri Sungai Main yang menjadi lokasi festival.

Di panggung Indonesia, selain menikmati pertunjukan seni dan musik, warga Frankfurt telah merasakan keunikan cita rasa nasi goreng, sate, rendang hingga lumpia dari tenda-tenda kuliner Indonesia.

Berbagai cendera mata khas Tanah Air tentu saja menjadi perhatian tersendiri dari para pengunjung.

Salah satu hal menarik yang patut dicatat dalam festival kali ini adalah sensasi goyang dangdut yang memberi kesan "wow" bagi warga Frankfurt. Selama tiga hari itu, warga Frankfurt bersama warga Indonesia di Jerman turut berjoget dangdut mengikuti irama lagu-lagu dangdut yang dibawakan oleh Orkes Melayu Banter Banget pimpinan musisi Djaduk Ferianto.

Musik dangdut itu juga yang mengakhiri acara penutupan festival tersebut di panggung Indonesia, dan kemudian dilanjutkan dengan pesta kembang api selama sekitar 20 menit yang sangat spektakuler.

Indonesia sebagai negara tamu utama dalam Museums Uferfest 2015 tentu saja boleh berbangga dengan keberhasilan misi seni dan budaya yang memikat publik Jerman, yang merupakan salah satu negara berpengaruh di Eropa.

Ketua Komite Nasional Indonesia untuk Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 Goenawan Mohamad menilai, momentum Museums Uferfest 2015 akan dikenang sepanjang masa dan yang terpenting adalah kini Indonesia tidak bisa dianggap "enteng" oleh Jerman dan Eropa.

Menurut dia, ukuran keberhasilan misi kesenian Indonesia dilihat dari maraknya liputan media di Jerman dan Eropa yang cukup banyak dan positif, serta pengunjung yang hadir menyaksikan penampilan seniman dan musisi Indonesia di panggung utama festival ini.

"Ini akhir festival yang luar biasa. Musik dangdut akan melekat dan dikenang di sini, bukan samba dan lainnya," katanya.

Ketua Komite Pertunjukan, Pameran dan Seminar FBF 2015 Slamet Rahardjo Djarot bahkan dengan bangga mengatakan, "Saya ingin laporkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa misi kami membawa 'branding' Indonesia sebagai negara penuh inspirasi, ternyata diterima dengan baik dan luar biasa".

Ia mengatakan, tema "17.000 Islands of Imaginations" diwujudkan dengan penampilan tim kesenian Indonesia yang memadukan musik tradisional dan musik modern, yang membuat publik Eropa, khususnya warga Jerman sangat kagum.

Aktor dan sutradara kawakan itu menyatakan bahwa dalam lima tahun terakhir penyelenggaraan Museums Uferfest ini, penampilan tim Indonesia adalah yang terbaik.

"Indonesia sudah semakin dikenal publik di Jerman dan kita memberikan bukti bahwa Indonesia patut menjadi sahabat dan patut dikatakan setara dengan mereka," katanya.

Penampilan grup Kua Etnika pimpinan Djaduk Ferianto, Barong dan Gandrung Banyuwangi, musisi jazz Dwiki Dharmawan yang berkolaborasi dengan musisi Polandia, serta penyanyi Dira Sugandi, Bonita, Tiara and Hanuraga, serta rapper J-Flow, memberi warna tersendiri bagi pengunjung festival khususnya di panggung Indonesia seluas 800 meter persegi itu.

Slamet Rahardjo bahakan memuji penampilan mereka dengan mengatakan, "Mereka itu seniman hebat, tetapi kita tidak diganggu dengan kompleksitas kebintangan mereka. Semua rendah hati dan itu menjadi contoh dari 'unity in diversity'. Kebhinnekaan ini lah yang ingin kita tonjolkan dalam misi ini".

Musisi Djaduk Ferianto mengapresiasi sambutan penonton di Frankfurt, Jerman, yang luar biasa ketika menyaksikan penampilan para seniman dan musisi Indonesia.

Menurut Djaduk yang juga salah satu putra dari seniman Bagong Kusudiardjo itu, hal itu membuktikan bahwa musik merupakan bahasa universal yang dapat menjadi sarana diplomasi kedua (second track diplomation) antara masyarakat Indonesia dan Jerman.

"Paling tidak, pemahaman orang luar terhadap Indonesia akan semakin terbuka dan mereka mengapresiasi kerja para musisi dan seniman Indonesia," katanya.

Ia menambahkan, sekarang ini sudah saatnya Indonesia tampil beda dengan meninggalkan cara-cara masa lalu yang kerap hanya menampilkan kesenian tradisional seperti tari-tarian daerah di ajang internasional.

"Karena orang luar ingin melihat sesuatu yang baru dari Indonesia dan kali ini mereka melihat penampilan Indonesia yang lebih beragam, memadukan seni tradisional dengan modern," katanya.

Pernyataan itu didukung penyanyi hip hop J-Flow yang menilai bahwa apa yang tersaji di panggung Indonesia itu bisa dijadikan formula dan standar baru bagi misi kebudayaan di luar negeri di masa mendatang.

"Ini formula paling pas, harus menunjukkan dua sisi, yang tradisional dan yang menatap ke depan, Indonesia kekinian," kata rapper bernama asli Joshua Matulessy itu.


Diplomasi Kultural

Keberhasilan tersebut tentu saja tidak lepas dari peran pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang memberi perhatian besar bagi suksesnya misi kesenian dan kebudayaan tersebut.

Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Berlin, Agus Rubiyanto, mengatakan kesenian tradisional yang dipadu dengan musik moderen serta kuliner khas nusantara mampu mendekatkan Indonesia dengan publik Jerman.

Menurut dia, selama ini hubungan bilateral Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jerman cukup baik, namun kuat untuk hubungan dengan masyarakat Jerman yang harus dipererat. Salah satunya dengan cara diplomasi kultural agar mereka mengenal Indonesia.

Agus, yang juga guru besar ilmu optika terpadu di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengatakan, selama tiga hari pelaksanaan festival, penampilan tim Indonesia mendapat sambutan baik dari masyarakat maupun Pemerintah Jerman, khususnya Kota Frankfurt, yang masyarakatnya juga termasuk multikultural sebagaimana Indonesia.

"Arena 'Museum Uferfest' di sepanjang kiri-kanan tepi Sungai Main ini dalam hitungan saya sekitar sepuluh kilometer dan kepadatan pengunjung itu ada di panggung Indonesia," ujarnya.

Keberhasilan misi kesenian Indonesia tersebut, lanjut dia, tidak lepas dari kerja sama tim yang baik antara Komite Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kedutaan Besar RI dan Konsulat Jenderal RI.

Namun, ujarnya, pekerjaan masih belum selesai karena agenda besar FBF 2015 masih menanti pada pertengahan Oktober mendatang.

"Di FBF nanti, kita juga akan membuat sesuatu yang 'wow' untuk menepis keraguan semua pihak bahwa Indonesia mampu dan pantas menjadi tamu kehormatan FBF 2015," katanya.

Pewarta: Arief Mujayatno

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015